Kasih Project, Harapan di Tengah Pandemi

Sebagai imbas dari pandemi COVID-19, Victoria harus mengalami lockdown sebanyak dua kali. Banyak pihak yang dirugikan selama dua periode tersebut, dan seringkali mereka merasa tidak ada jalan keluar dari nasib nahas yang mereka alami.

Banyak pengusaha yang harus menutup bisnisnya selama pandemi. Mahasiswa terpaksa harus belajar daring dari kediaman mereka. Belum lagi karyawan yang harus merelakan pekerjaan mereka akibat lockdown dan belum bisa menemukan pekerjaan hingga sekarang. Papan, sandang, dan pangan juga menjadi masalah bagi banyak masyarakat Victoria yang terkena imbas pandemi COVID-19.

Dalam saat genting seperti inilah, organisasi kemanusiaan menjadi cahaya dalam kegelapan bagi banyak orang. Salah satu organisasi kemanusiaan tersebut bernama Kasih Project. Kasih Project didirikan oleh Angelina Sukiri pada awal 2020 bersamaan dengan periode lockdown pertama di Victoria. Gerakan ini berawal dari inisiatif Angelina untuk membantu orang-orang Indonesia yang terdampak lockdown saat itu.

“Waktu itu kita ngumpulin teman-teman buat kasih sembako,” jelas Angelina dalam wawancara dengan OZIP via sambungan telepon. “Kasih apa yang ada seperti beras, telur, dan minyak.”

Namun seiring berjalannya waktu, Kasih Project juga ikut membantu warga Victoria non-Indonesia yang terkena pandemi COVID-19 seperti warga dari Malaysia, Pakistan, dan Amerika Selatan. 

“Kebanyakan dari mereka gak bisa pulang karena gak ada pesawat,” cerita Angelina mengenai penerima bantuan Kasih Project. “Dan kalaupun ada pesawat, gak semua orang bisa membeli tiket pesawat,” lanjutnya.

Saat ini, Kasih Project beroperasi di 12 suburb dalam negara bagian Victoria. Suburb yang dijangkau antara lain Springvale, Noble Park, Burwood, Hawthorn, CBD Melbourne, Kingsbury, Preston, Reservoir, Footscray, Coburg, Brunswick (termasuk Brunswick East dan West), dan Clayton. Setiap suburb memiliki pick-up point yang digunakan oleh penerima donasi untuk mengambil jatah bantuan mereka.

Tidak hanya dari kalangan teman dan para donatur individual, Kasih Project juga mendapatkan pasokan mereka melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan Indofood yang menyumbang Indomie serta bumbu makanan Indonesia seperti nasi goreng, rendang, dan soto dalam bentuk sachet. Selain itu, Kasih Project juga bekerja sama dengan gerakan amal Alex Makes Meals untuk menyalurkan makanan siap santap ke warga Victoria yang membutuhkan.

Bantuan yang disalurkan Kasih Project ada dua macam. Yang pertama adalah bahan pokok yang terdiri dari 10 kilogram beras, 2 lusin telur, dan roti untuk persediaan selama seminggu. Sedangkan jenis bantuan yang kedua adalah makanan siap santap yang digilir setiap minggu untuk setiap suburb. Agar bisa mendapatkan saluran bantuan, calon penerima harus mendaftar sebagai penerima di Kasih Project via Facebook atau WhatsApp tiap minggunya.

Keberadaan Kasih Project semakin menjadi penting dalam keadaan pandemi yang diperparah oleh lockdown kedua yang dimulai sejak awal Juli lalu. Hal ini disadari betul oleh Angelina.

“Saat lockdown pertama orang masih punya pekerjaan atau tabungan,” ujar Angelina yang dulunya bekerja di bidang travel. “Sekarang lockdown kedua lebih parah, sehingga lebih baik jika semua orang mencari orang untuk dibantu.”

Angelina juga menambahkan, “Saat-saat ini [adalah] saat yang penting untuk merangkul satu sama lain dan kita harus menolong orang tanpa pamrih, tanpa melihat background mereka. Kalau orang menghubungi kita, itu adalah amanah yang harus kita jalani,” pungkasnya.

Buah dari sumbangsih Kasih Project adalah bertambahnya relawan yang bersedia menjadi bagian dari kegiatan berderma melalui lembaga amal tersebut. Seperti misalnya, Asty Rastiya dan Jeddy Nikodemus. Keduanya merupakan penerima bantuan dari Kasih Project sebelum akhirnya memutuskan untuk bergabung sebagai koordinator distribusi bantuan dalam suburb. Asty memegang suburb Burwood, sedangkan Jeddy di Springvale.

Asty bercerita, ia awalnya enggan menerima bantuan dari Kasih Project ketika pertama kali mendengar tentang gerakan tersebut. “Dulu aku menghindar karena merasa masih lebih banyak yang lebih membutuhkan,” kenang Asty yang kini sedang menempuh pendidikan S3 di Burwood.

Namun semuanya berubah mulai musim gugur lalu, ketika Asty membutuhkan perlengkapan musim dingin. Waktu itu perlengkapan musim dinginnya masih di Indonesia dan karena kebanyakan toko tutup sebagai dampak dari lockdown, yang menyebabkan sulitnya Asty untuk membeli perlengkapan musim dingin di Victoria. “Jadi aku kontak Kasih Project buat jaket winter,” cerita Asty. “Dari situ aku merasa kebantu banget karena itu juga mengurangi pengeluaran aku.”

Bantuan dari Kasih Project terus berdatangan ke Asty, dan di saat yang bersamaan Asty juga menjalin hubungan pertemanan yang dekat dengan Angelina serta keluarganya. Akhirnya, Asty menawarkan diri sebagai penyedia pick-up point untuk Kasih Project di Burwood.

“Aku melakukan apa yang bisa aku lakukan dan aku senang terlibat di sini,” tutur Asty. “Di kondisi sulit ini [kita] saling menunjukkan bahwa kita hadir, bahwa kita peduli.”

Sebagai penyedia pick-up point di kediamannya, Asty menganggap bahwa posisinya memungkinkan penerima dan dirinya untuk berinteraksi sosial. Meskipun hanya untuk sesaat, Asty merasa itu sangat membantu di saat lockdown dimana efeknya membatasi warga untuk saling berinteraksi satu sama lain. “Kita saling menyapa dan memenuhi kebutuhan manusia untuk berinteraksi,” jelasnya. “Kita nunjukin bahwa kita saling peduli dan support each other.”

Sama seperti Asty, Jeddy Nikodemus juga terkena imbas lockdown pertama yang dimulai April, kurang lebih dua bulan setelah beliau dan keluarganya pindah ke Victoria. Setelah mengetahui Kasih Project melalui kenalannya, Jeddy menjadi penerima bantuan Kasih Project berupa food package. “Mereka sangat welcome dan mereka menanyakan keberadaan kami, [dan] masalah yang kami hadapi,” cerita Jeddy melalui telepon. “Kasih Project sangat membantu kami.”

Tidak hanya food package, Jeddy menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi melalui bantuan Kasih Project. Berkat Kasih Project, Jeddy mendapatkan tempat kediaman baru, bantuan finansial, dan pekerjaan baru meskipun masih dalam situasi lockdown. “Saya sangat berterima kasih dengan Kasih Project,” ungkapnya.

Sehingga pada bulan Mei, Jeddy memutuskan untuk bergabung bersama Kasih Project sebagai relawan. Kini, Jeddy berperan sebagai koordinator Kasih Project di Springvale dimana tempat kediamannya digunakan sebagai pick-up point gerakan amal tersebut. “Saya sangat bangga dengan Kasih Project dan dengan tim saya,” ungkap Jeddy. “Saya sangat appreciate, [kita] bisa membantu masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di Australia.”

Hingga kini, rasa antusiasme Jeddy untuk membantu warga Victoria tidak berkurang sedikit pun. “Semoga Kasih Project bisa berjalan terus dan menjadi suatu komunitas yang berguna bagi masyarakat Indonesia atau negara manapun yang terkena pandemi,” harapnya.

Sikap dermawan ini tentunya akan sangat membantu warga Victoria melalui hari-hari lockdown yang semakin hari semakin terasa panjang, mengingat pemerintah Victoria baru saja memperpanjang keadaan darurat empat minggu pada hari Minggu (13/9). Namun tidak peduli seberapa lama lockdown akan berlangsung, Angelina dan Kasih Project siap membantu warga Victoria yang membutuhkan.

Teks: Jason Ngagianto

Foto: Facebook Kasih Project