HARI PUISI SEDUNIA, PERAYAAN SALAH SATU BENTUK SASTRA TERTUA

Hari Puisi Sedunia diperingati setiap tanggal 21 Maret. Hari besar ini disahkan oleh UNESCO pada tahun 1999 di Paris untuk “memberikan pengakuan terhadap gerakan puisi regional, nasional dan internasional”. Menyusul pengesahan oleh UNESCO, peringatan Hari Puisi Sedunia yang pertama diselenggarakan pada tanggal 21 Maret 2020. 

Meskipun dirayakan pada tanggal 21 Maret, Hari Puisi Sedunia sejatinya dirayakan pada bulan Oktober, lebih tepatnya tanggal 15 Oktober; hal ini agar Hari Puisi Sedunia bersamaan dengan hari ulang tahun Virgil, seorang penyair Romawi di bawah Kaisar Agustus. Oleh karena itu, Hari Puisi Sedunia sering dirayakan pada bulan Oktober di berbagai negara.

Selain memperingati puisi, Hari Puisi Sedunia juga menjadi ajang untuk mendidik masyarakat umum mengenai bahasa-bahasa yang hampir punah melalui puisi. Promosi puisi dalam Hari Puisi Sedunia bisa dilakukan dengan berbagai cara; salah satu yang paling terlihat adalah pembacaan puisi (poetry recitals), tapi bisa juga dilakukan dengan mendukung penggabungan puisi dengan bentuk seni lain seperti teater, dansa, dan musik. 

Peringatan Hari Puisi Sedunia biasanya dilakukan dengan penyelenggaraan seminar dimana para penyair membacakan atau membagikan puisi karya mereka kepada khalayak ramai di toko buku, kafe, universitas, atau sekolah. Selain itu, Hari Puisi Sedunia juga bisa diperingati dengan pendidikan mengenai puisi dalam kelas-kelas di sekolah. 

Masih dalam semangat Hari Puisi Sedunia, rasanya tidak sesuai apabila saya tidak menggunakan kesempatan ini untuk berbagi puisi, dalam hal ini puisi yang berkesan bagi saya. Tentu saja definisi ‘berkesan’ berbeda bagi semua orang, namun bagi saya, puisi yang ‘berkesan’ adalah puisi yang bisa menggugah hati dan membakar semangat dalam jiwa.  

Oleh karena itu, inilah Invictus karya William Ernest Henley: 

Out of the night that covers me,
Black as the Pit from pole to pole,
I thank whatever Gods may be
For my unconquerable soul. 

In the fell clutch of circumstance
I have not winced nor cried aloud.
Under the bludgeonings of chance
My head is bloody, but unbowed.

Beyond this place of wrath and tears
Looms but the Horror of the shade,
And yet the menace of the years
Finds, and shall find, me unafraid.

It matters not how strait the gate,
How charged with punishments the scroll,
I am the master of my fate:
I am the captain of my soul.
 

Dan selain itu, inilah puisi yang berkesan bagi kontributor OZIP bapak Anton Alimin; karya Soe Hok Gie, dikutip dari buku Catatan Seorang Demonstran:

Saya mimpi tentang sebuah dunia
di mana ulama-buruh-dan pemuda
bangkit dan berkata, stop semua kemunafikan
stop semua pembunuhan atas nama apapun

Dan para politisi di PBB
sibuk mengatur pengangkutan gandum, susu, dan beras
buat anak-anak yang lapar di tiga benua
dan lupa akan diplomasi 

Tak ada lagi rasa benci pada siapapun
agama apapun, rasa apapun, dan bangsa apapun
dan melupakan perang dan kebencian
dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik 

Tuhan – saya mimpi tentang dunia tadi
Yang tak pernah akan datang…

Teks: Jason Ngagianto 

Foto: berbagai sumber