Nuim Khaiyath
“Militan negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menantang Panglima TNI Jenderal Moeldoko dan semua aparat keamanan yang ada di Indonesia untuk berperang. Hal itu disinyalir karena Indonesia telah bergabung dan membuat komitmen dengan negara-negara koalisi (Barat) untuk membasmi ISIS.”
Sementara berita lainnya berbunyi:
Minggu lalu jagat media nasional dihebohkan dengan video dari mujahid Daulah Islamiyyah (ISIS), Abu Jandal al Indonesy, dimana ia menyampaikan tantangan kepada Panglima Moeldoko, TNI, Densus 88 dan juga Banser.
Begitulah dengan ramai disiarkan oleh media di Indonesia belum lama berselang.
Berita-berita yang kemudian beredar menyiratkan Panglima TNI Jenderal Moeldoko tidak menggubris tantangan tersebut. Jenderal Moeldoko lebih terpancing responsnya ketika koran Singapura The Straits Times menengarai bahwa sang Jenderal ternyata suka mengenakan jam tangan yang sangat mahal harganya. Jenderal Moeldoko mengaku bahwa sebenarnya jam itu “aspal” alias bodong alias hanya tiruan. Sampai di sini kasus ini seakan terendam.
Sementara di Australia sendiri Isis juga ditengarai punya banyak pengikut dan pengagum. Peristiwa berdarah di Prancis juga dikaitkan dengan ISIS atau gerakan sejenisnya.
ISIS adalah singkatan dari “Islamic State of Iraq and Syam (Suriah) atau dalam bahasa aslinya (Arab) “Addaulatul Islamiyah Fil Iraq wasy-Syam”, alias “Negara Islam di Iraq dan Suriah”.
Bagi Umat Islam yang menjadi masalah besar adalah penggunaan nama Islam oleh kelompok yang sempat merebut sejumlah kemenangan gemilang di Iraq itu. Islam yang memang sejak dari sono-sono-nya sudah acap menjadi bulan-bulanan media Barat tambah keruh citranya oleh tindakan-tindakan ISIS. Sementara oleh mayoritas umat Islam, termasuk Majelis Ulama Internasional, dicela dan ditolak sebagai kelompok Islam dalam pengertian umum agama ini yang misi utamanya adalah “Rahmatan Lil Alamiin” – rahmat bagi seluruh alam dan semua makhluk (QS 21:107) dan “amar ma’ruf nahi munkar” – menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat jahat.
Contoh: di museum jurnalisme di ibukota Amerika Serikat Washington DC, terpajang sebuah kepala berita koran (AS) berbunyi “Kelompok Islam Memenggal Jurnalis”. Boleh saja orang berbeda pendapat, namun tidak harus memenggal kepala seseorang yang ketika itu berada pada kedudukan sangat rentan. Ini sangat tidak aci, tidak adil dan sama sekali non-Islami.
Islam mengatakan: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena hukuman pembunuhan atau karena membuat bencana di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, sedangkan barangsiapa memelihara kehidupan (menyelamatkan jiwa) seseorang maka seakan-akan dia telah menyelamatkan jiwa manusia seluruhnya. (QS 5:32).
Kutipan-kutipan di atas itulah yang sesungguhnya Islam. Dan tidak dapat ditawar-tawar karena termaktub dalam Al Qur’an yang tidak pernah diubah atau berubah hatta secuil pun sejak awalnya hampir 15 abad yang silam.
Tentu boleh-boleh saja ISIS menggunakan nama Islam untuk gerakan kelompoknya. Terutama di Barat siapa pun dapat menggunakan kata Islam untuk keperluan dirinya sendiri yang barangkali sama sekali tidak Islami. Kita tahu bahwa biduan dan penggubah lagu dari Inggris Cat Stevens menukar namanya menjadi Yusuf Islam ketika ia kembali ke agama ini. Sekiranya pun ia tidak kembali memeluk Islam, namun ia tetap bebas menukar namanya, asalkan dengan “deed poll” alias dengan bantuan pengacara dan direstui pengadilan.
Kasihan Yusuf Islam yang sempat mengalami masalah ketika akan berkunjung ke Amerika karena gara-gara namanya itu. Ia harus bersitegang urat leher dengan pihak berwenang terkait Amerika sebelum diizinkan masuk ke negara adikuasa itu. Pada hal pujangga Inggris William Shakespeare pernah menyepelekan nama ketika dalam karyanya “Romeo and Juliet” ia menulis:
“What’s in a name? That which we call a rose smells as sweet by any other name.”
Kita tahu Freddy Mercuri dari band Queen, dalam lagu Bohemian Rhapsody, tiga kali menggunakan kata “bismillah” yang bagi Umat Islam merupakan semacam doa pamungkas ketika hendak melakukan sesuatu perbuatan, termasuk sewaktu hendak menyuapkan makanan ke dalam mulut., Banyak Umat Islam tersinggung memang, namun mau bikin apa? Di Barat ada jaminan kebebasan untuk melakukan hal seperti itu. Bismillah berarti “Dengan Nama Allah (yang Maha Pengasih lagi Penyayang)”.
Juga nama kota suci Umat Islam – Mekkah/Makkah – dalam bahasa Inggris sudah diserap untuk mengartikan “pusat” – di London, misalnya ada sarana dansa yang dengan bangga menyebut dirinya “The Mecca of Dancing”. Jelas dalam hal ini kata Mecca sudah diolah hingga bermakna “pusat”.
ISIS ternyata pusing juga karena dampratan yang bertubi-tubi dari berbagai kalangan, termasuk Umat Islam di Indonesia. Sementara dampratan Amerika dan Australia lebih tegas lagi, yakni dalam bentuk pengerahan kekuatan militer untuk melumpuhkannya.
Akhirnya kelompok ini mengubah namanya menjadi IS – Islamic State alias Negara Islam dan menyingkat nama gerakan mereka menjadi “Daesh” – mungkin maksudnya Daulatul Islamiah – tanpa Islam secara terang-terangan disebut.
Bagaimana pun ternyata banyak juga kalangan muda Muslim yang terpukau atau tergiur dengan gerakan berseragam hitam ini. Bukan saja dari negara-negara Timur melainkan juga, dan mungkin lebih banyak, dari negara-negara Barat.
Serangan maut terhadap kantor redaksi majalah satir Prancis Charlie Hebdo Januari lalu juga dikatakan erat bersangkut paut dengan agenda ISIS.
Dari begitu banyak tanggapan yang mencela serangan tersebut yang di antara korbannya termasuk seorang polisi Muslim Prancis, barangkali adalah komentar sebuah pergerakan Muslim di Timur Tengah yang patut kita catat:
“Tindakan-tindakan Muslim radikal dan ekstrem jauh lebih meracuni dan menodai agama Islam ketimbang karikatur-karikatur tentang Nabi Muhammad (saw).” Dalam Al Qur’an ada sebentuk ayat yang indah sekali, berbunyi:
“Dan tiadalah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara-cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan, seolah-olah teman setia.” (QS 41:34).
Harus diakui, dalam hal cela-mencela agama, Umat Islam seakan terikat kedua belah tangannya di belakangnya. Karena Islam melarang pemeluknya untuk bahkan sekadar mengata-ngatai sesembahan orang lain.
“Dan janganlah kamu memaki (sesembahan-sesembahan) yang mereka sembah selain Allah, maka mereka akan memaki Allah dengan permusuhan tanpa pengetahuan…” (QS 6:108).
Jadi sebelum seseorang non-Muslim memaki-maki Islam, harap ingat bahwa Umat Islam tidak bisa turun serendah itu untuk membalas kembali. Celalah Umat Islam kalau memang patut, namun hindari mencela Islam yang sebenarnya mengajarkan kedamaian antara sesama manusia. (QS: 60:7-8). Wallahu a’lam.