Anastasia Clara Gumulia
Kenikmatan, keunikan, dan rasa khas yang dimiliki oleh kopi memang bisa mengubah kebiasaan seseorang dari yang biasa saja menjadi pencinta kopi. Hal inilah yang dialami oleh Anastasia Clara Gumulia, mahasiswi Indonesia pencinta kopi yang sedang menempuh kuliah di RMIT University.
Bagi Anas, minum kopi adalah sebuah keharusan supaya mata tetap terjaga dan pikiran bisa fokus saat masuk kuliah. Akan tetapi lama kelamaan, Anas menjadi tertarik untuk mencoba bermacam-macam jenis kopi yang dijual di Melbourne setelah sering bertemu teman-temannya yang jauh lebih mengenal kopi daripada dirinya.
Lewat teman-temannya, Anas bisa mengenal lebih dalam variasi dari jenis-jenis kopi dan mengetahui bahwa Australia termasuk dalam 10 negara terbaik penghasil kopi dunia. ‘Selagi masih diberi kesempatan kuliah dan tinggal di negeri seberang ini, why not taste that awesome coffee’ tutur Anas.
Anas tidak memiliki ritual khusus dalam minum kopi, dirinya selalu minum kopi saat mata mulai tidak bisa diajak kompromi dengan jam lecture. Selain itu jika pergi ke daerah-daerah baru yang belum pernah ia datangi apalagi kalau tempatnya jauh, Anas selalu menyempatkan diri untuk mencicipi secangkir kopi hangat yang dijual di sana.
Hal yang menarik adalah Anas selalu menyimpan setiap gelas kopi yang dia minum. Saat dirinya mencoba minum kopi di kafe yang baru, pesanannya selalu sama yaitu ‘latte, no sugar, and takeaway’. Anas selalu pesan take-away karena ia ingin menyimpan gelas-gelas kopinya.
Sesampainya di rumah, gelas-gelas kopi itu hanya dibilas dengan air, tidak sampai bersih, karena Anas sengaja ingin meninggalkan sedikit aroma kopi di gelas. Anas menganggap kopi sebagai teman terbaik khususnya di saat ia sedang berjuang melawan arus kantuk yang luar biasa. ‘Rasanya kayak ditampar supaya tetap wake up tapi enggak sakit. Haha.’ tambah si Anas. Meskipun dirinya gemar minum kopi, Anas menyadari bahwa minum kopi keseringan kurang baik. Tetapi Anas tidak begitu khawatir dengan efek negatif kopi asalkan dirinya bisa membatasi jumlah kopi yang diminumnya. Anas pun tidak memungkiri keinginannya untuk mengurangi konsumsi kopi di saat tak banyak tugas. Namun, dimana ada kedai kopi baru, Anas tetap tidak akan ragu-ragu untuk datang icip-cip.
Agustinus Verdy
Pada awalnya Agus tidak menyukai kopi karena rasanya yang pahit. Akan tetapi, semuanya itu berubah ketika Agus pertama kali mencoba salah satu menu kopi spesial yang ditawarkan oleh kedai kopi Brother Baba Budan yang terletak di pusat bisnis kota Melbourne.
Kopi yang diminumnya di sini terasa berbeda dengan kopi yang biasanya Agus minum. Sejak saat itu, Agus mulai suka minum kopi. Agus biasanya minum secangkir kopi sebelum berangkat kuliah atau kadang-kadang ia langsung masuk kelas dan baru menikmati secangkir kopi di saat jam istirahat.
Agus tidak mempunyai jadwal khusus untuk minum kopi setiap harinya. Yang menjadi kebiasaan Agus adalah beli kopi sebelum berangkat kuliah kemudian baru meminumnya saat tiba di kampus dan juga menikmati secangkir kopi saat duduk di suatu tempat sambil mengerjakan tugas.
Agus suka memesan kopi jenis ‘soy cappucino’ karena rasanya yang begitu spesial menurutnya. Dirinya dan juga beberapa teman sesama penggemar kopi kadang-kadang suka nongkrong di suatu tempat dan kemudian bersama-sama membeli dan menikmati kopi yang dibeli dari sebuah kedai kopi.
Tidak menjadi masalah bagi Agus dkk jika harus berjalan satu kilometer untuk mendapatkan secangkir kopi yang dibeli dari kedai kopi favoritnya dan kemudian kembali ke tempat nongkrong langganannya meskipun di dekat situ ada beberapa kedai kopi.
Suatu ketika pernah Agus dan teman-temannya menyempatkan diri untuk menghadiri festival kopi internasional di Melbourne dan mencoba hampir semua kopi yang mereka temukan di sana. Karena kebanyakan minum kopi, ia dan teman-temannya saat itu sempat tidak bisa tidur dari malam sampai pagi. Menurutnya, kopi bisa membuat pikirannya menjadi jernih dan membuat tubuh menjadi lebih segar.
Efek negatif dari kopi tidak membuat dirinya khawatir karena Agus bisa membatasi dirinya hanya dengan minum secangkir kopi saja setiap harinya. Agus menambahkan bahwa dirinya tidak pernah mengkonsumsi kopi setelah sore hari. Namun ada kalanya Agus tidak minum secangkir kopi dalam sehari dan yang menjadi alasan bukan efek negatif dari kopi melainkan ‘kantong kering’ kata Agus
(Teks & Foto: Ivan Ciputra Halim)
Leonardi Djuhari
Leonardi Djuhari, atau yang biasa akrab dipanggil Leo, adalah salah satu dari coffee lovers yang OZIP wawancarai. Leo adalah seorang barista yang sempat bekerja di beberapa kafe di Melbourne seperti Coffee Exchange di Little Collins Street, juga Grain Store di Flinders Lane. Meskipun dirinya baru berkiprah di dalam coffee industry selama satu setengah tahun, Leo bercerita bahwa ketertarikannya terhadap kopi sudah berlangsung sejak lama. Semuanya berawal dari Leo yang mengamati kakaknya mengonsumsi kopi dengan rutin.
“Pelan-pelan gue jadi ada fascination sama the world of coffee; from tasting a coffee that is not bitter. When you taste quality coffee – you taste coffee without any bitterness – itu jadi fascination gue bahwa kok kopi bisa ada yang nggak bitter,” cerita Leo dengan semangat.
Dari pesona kopi inilah akhirnya Leo menyalurkan ketertarikannya dengan mencari tahu lebih banyak mengenai sejarah serta tipe kopi yang berbeda dari setiap daerah. “That’s when I start pursuing how to make good coffee,” ujar pria yang sempat menempuh pendidikan di Swinburne University of Technology ini.
“Coffee can taste like blueberries, or more, it has notes of blueberry, notes of strawberry, notes of flower, notes of honey. Itu buat gue lebih pengen mendalami [kopi] lagi.”
Alhasil, Leo membeli coffee machine dan belajar secara otodidak demi membuat kopi yang nikmat. Informasi diperolehnya dari forum-forum coffee makers, serta tutorial yang tersedia di internet.
Namun, menurutnya “the best way to learn is by making lots of coffee.” Leo yang pada waktu tersebut sedang unemployed, akhirnya mengasah insting mengolah kopi dengan bekerja sebagai barista. Sejak itulah kecintaannya terhadap kopi kian bertambah.
Ketika ditanya mengenai ritualnya bersama kopi, Leo dengan santai mengaku bahwa ada masanya dimana ia dulu meminum kopi filter sebanyak 8 hingga 16 sloki setiap hari. Selain itu, espresso juga menjadi salah satu pilihan kopi yang sering ia konsumsi setiap hari.
“It’s a flavour I can appreciate more because it shows more of the coffee quality,” kata Leo ketika ditanya mengenai rasa sukanya terhadap kopi espresso.
Secara umum kopi membantu sang peminum untuk dapat lebih fokus pada saat melakukan kegiatan; namun, efek yang Leo dapat dari kopi melampaui itu. “You feel everything is brighter. The colour has more contrast in everything. You have more energy to do anything and everything,” tutur Leo menjelaskan.
Akan tetapi, bersamaan dengan konsumsi kopi yang banyak, Leo cukup sulit untuk lepas dari kebiasaan ini. Contohnya, ketika ia berhenti meminum kopi selama empat hari, muncul gejala-gejala withdrawal seperti mabuk dan migrain. “Because [coffee] is an energy boost for a short period of time you have to sustain it by drinking more coffee,” kata Leo yang akhirnya mengurangi konsumsi kopinya menjadi 4 gelas per hari.
Kopi tampaknya tidak bisa luput dari kehidupan Leo. Demikian pula dengan kegiatan membuat kopi. Setiap kali ia berhasil membuat kopi yang dinikmati oleh customer, ada suatu kepuasan maksimal yang ia rasakan.
Akan tetapi, tidak terhindari bahwa ada pula customer yang kurang menyukai kopi buatannya. Ia pun mengamini, “the customer is king… taste is very subjective to each individual.”
Kenikmatan yang didapatkan customer dari kopi buatannya pun tak lepas dari peran petani yang menanam, merawat, memetik, serta memproses biji kopi hingga bisa sampai ke tangan customer. Menurutnya, sangat penting untuk mengapresiasi kerja keras petani kopi yang seringkali dilupakan oleh para penikmat kopi.
Ketika ditanya mengenai kopi terbaik di dunia, Leo dengan yakin menyebut kopi Esmeralda Geisha dari Panama. “They naturally have a lot amount of sweetness, and it’s very smooth, very clean. Manisnya kayak fruits, kayak fruit punch,” Leo memaparkan dengan detail. Tak heran bahwa dengan kenikmatan ini, Geisha dicap sebagai salah satu kopi termahal di dunia. Apakah pembaca tertarik untuk mencicipi?
Teks: Pingkan Palilingan Foto: Dok.pribadi
Galuh Anindita
Ketika ditanya satu hal yang paling ia suka dari kopi, Galuh dengan santai menjawab, “harumnya”.
Galuh Anindita adalah salah satu portrait seorang ‘coffee addict’ yang telah menjadikan minum kopi sebagai bagian penting dari kegiatan sehari-harinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kopi adalah suatu hal yang sejak dahulu sudah digemari oleh banyak orang di seluruh dunia, termasuk gadis berumur 21 tahun ini.
“Awalnya mulai suka dengan coffee saat harus mengerjakan tugas dimana saya terpaksa harus stayed up late, dan saya juga orangnya lumayan gampang tertidur, jadi sejak itulah saya mulai intense minum kopi.” ujar Galuh.
Mungkin bukan suatu alasan baru bagi seorang ‘coffee lover’ untuk mulai mengonsumsi kopi agar tetap terjaga sampai malam, namun justru berawal dari keadaan mendesak itulah yang membuat Galuh sulit untuk lepas dari kopi hingga saat ini.
“Memang pertamanya hanya coba-coba aja, eh setelah itu malah suka. Biasanya saya minum kopi sebelum beraktivitas saat pagi hari, tapi kalau siang mau ada lecture dan merasa butuh coffee ya saya ke coffee shop kampus,” ungkapnya.
Ia memaparkan bahwa salah satu bentuk pelampiasan dari kecintaannya pada coffee adalah dengan membeli cangkir-cangkir khusus untuk minum kopi. “Saya punya beberapa gelas dan cangkir kopi dan mulai dijadikan sebagai koleksi, malah ada juga yang dibeliin sama teman-teman karena mereka tahu saya suka minum kopi.”
Ia pun melanjutkan, setelah membuat kopi sendiri dan menuangkannya ke dalam cangkir yang sudah ia pilih, ia biasanya akan mengambil beberapa photo dan mengunggahnya ke dalam situs social network.
Dengan bertambah banyaknya jenis kopi yang dijual di pasaran, para penikmatnya pun disuguhkan dengan berbagai pilihan citarasa yang lebih beragam. “Kalau beli kopi, biasanya saya pesan iced coffee atau cappuccino tanpa gula tambahan, atau malah tidak pake gula sama sekali. Kalau buat kopi sendiri gulanya satu sendok. Saya memang kurang suka yang terlalu manis,” papar anak pertama dari dua bersaudara ini.
Berbagai jenis dan merek kopi pun sudah ia coba, mulai dari yang light sampai yang strong, namun pilihan kopi favoritnya jatuh pada Kapal Api.
Gadis yang baru saja menyelesaikan studi-nya di University of Queensland ini menyatakan bahwa kecintaannya pada kopi classic khas Indonesia tersebut bertambah ketika dirinya tinggal di Brisbane.
“Saya suka Kapal Api sejak mulai kuliah di Indonesia. Lalu entah kenapa semenjak transfer ke Brisbane, saya jadi semakin suka dengan kopi-kopi buatan Indonesia, mungkin jadi inget rumah kalau minum itu,” ungkap Galuh.
“Sempat banyak yang bertanya-tanya kenapa suka kopi pahit karena nggak banyak teman-teman yang minum kopi seperti itu. Rasanya memang pahit, tapi karena wanginya itu menurut saya rasa pahitnya jadi gak terlalu terasa,” lanjutnya.
Selain karena citarasa dan efek ‘melek’ sehabis meminum kopi, satu hal lagi yang membuat Galuh menggemari minuman tersebut adalah aromanya. Kopi sendiri dapat mengeluarkan aroma khas dan berbeda pada setiap jenisnya. Harum yang singgah di hidung para penikmatnya diakui Galuh menjadi daya tarik tersendiri dan dapat mencerahkan kabut yang menutupi konsentrasi.
Diluar kenikmatan kopi yang ia rasakan selama ini, tidak menutup kemungkinan bahwa efek negatif akan timbul akibat terlalu sering meminum kopi. Saat ditanya mengenai hal tersebut, gadis bertubuh tinggi ini pun memberikan senyuman.
“So far sih aku gak pernah merasakan dampak negatif yang signifikan karena menurutku frekuensi minum kopiku masih cukup wajar. Cuma kalau ga minum kopi sehari aja rasanya kurang fresh dan lemes, nah aku ga tau deh itu bisa dibilang negatif apa engga,” ujarnya diikuti dengan tawa kecil.