Workshop IFF Day 2 – Cinematography and Editing

Hari kedua dari rangkaian workshop Indonesian Film Festival (IFF) yang berlangsung pada Minggu (28/3) via Zoom mengangkat dua topik vital dalam industri perfilman, yaitu sinematografi dan editing. Dua narasumber yang diundang panitia juga tergolong dua figur ternama dalam jagat perfilman Indonesia, yakni Ical Tanjung dan Greg Arya. 

Mengisi workshop sinematografi, karya Ical Tanjung sudah tidak asing lagi bagi pecinta film Indonesia, dimana ia berperan sebagai sinematografer film Perempuan Tanah Jahanam (2019), Gundala (2019), dan Pengabdi Setan (2017). Sementara itu dari segi editing, Greg Arya dikenal dari kontribusinya dalam film Kucumbu Tubuh Indahku (2018), Petualangan Menangkap Petir (2018), dan Generasi 90an: Melankolia (2020). 

Meskipun bidang yang ditekuni kedua pembicara berbeda, tujuan mereka dalam sebuah film sama: menyampaikan sebuah cerita. 

Ical Tanjung

Bercerita Melalui Sinematografi 

Bagi Ical yang kerap disapa Bung Ical, perannya sebagai sinematografer tidak pernah lepas dari peran storytelling atau bercerita yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. “Kita sebagai manusia selalu menyampaikan berbagai hal dalam kehidupan kita,” ujarnya. 

Berangkat dari pemikiran ini, Bung Ical menganggap medium film sebagai sarana bercerita yang lengkap, yang menurutnya merangkup hampir semua seni yang ada, seperti unsur gerak, teatrikal, dan musik. 

Sinematografi bisa membantu mewujudkan “cerita” yang ingin disampaikan sebuah film kepada penontonnya. Namun bagi Bung Ical, pengarahan sinematografi sebuah film harus didasari oleh kerangka berpikir yang kuat. Kerangka berpikir inilah yang menjadi dasar bagi seorang sinematografer untuk membangun elemen-elemen seperti pencahayaan, komposisi, warna, dan motivasi. 

“Sebagai sinematografer harus memahami kerangka berpikir ini sejak awal,” kata Bung Ical. “Konsep [harus dibangun] di awal supaya kita bisa menentukan kendaraan yang kita pakai. Penting untuk tahu kendaraan apa saja yang digunakan untuk membuat film.” 

Berlanjut ke pembahasan elemen konsep sinematografi yaitu komposisi, pencahayaan, warna, dan motivasi, Bung Ical lebih sering menarik contoh dari Perempuan Tanah Jahanam (PTJ) dan Gundala. Dalam penjelasannya, Bung Ical memaparkan komposisi dan pencahayaan PTJ yang terinspirasi dari wayang, terlihat dari komposisi dominan garis dan pencahayaan gaya silhouette yang nampak dalam film tersebut. 

Semua keputusan audiovisual sebuah film diterjemahkan dari skrip film, jelas Bung Ical. “Ketika kita membaca teks [skrip], ada poin yang bisa kita jadikan roh-nya, atau jantung dari cerita.”

Dalam sesi lokakarya-nya, Bung Ical menekankan pentingnya persiapan yang matang dan kerjasama tim yang baik dalam produksi sebuah film. Katanya, “Jangan pernah syuting kalau skrip, videoboard, dan storyboard-nya belum jadi. Persiapan itu penting banget.” 

Sinematografer yang mengidolakan film Se7en (1995) ini juga mengukuhkan pilihannya untuk menjadi sinematografer dibandingkan menjadi sutradara. “Passion gue di sinematografi, dan pembelajaran gue belum selesai,” ujarnya. 

Pembelajaran yang dimaksud Bung Ical tidak hanya dari segi teknis saja, tapi juga dari pengalaman hidup sinematografer itu sendiri: dari orang lain, dari lingkungan budayanya, dari apa yang ia pelajari, dan apa yang ia alami. “Inilah yang membentuk kita, yang membuat kita menjadi unik, tergantung dari apa yang pernah kita lewati.” 

“Tetap belajar terus, cari sesuai karakter dan pribadi kita.” 

Greg Arya

Bercerita Melalui Editing 

Editing atau penyuntingan adalah salah satu aspek film yang sering dianggap remeh menurut Greg Arya. “Biasanya setelah menonton sebuah film bagus, penonton sering memuji acting dan sinematografi, tapi hampir tidak pernah editing.” 

“Dalam film, editing dianggap sukses bila film-nya tidak terlihat seperti di-edit.” 

Kendati demikian, kecintaan Greg terhadap seni editing film tidak berkurang. “I don’t have a reason to hate editing,” katanya. 

Sama seperti sinematografi, editing tidak melulu berbicara mengenai teknik, tapi juga bagaimana menyampaikan sebuah cerita ke penonton. Dari sinilah seorang editor film bekerja untuk memahami sebuah film agar terlihat runtut ke penonton. Proses ini dimulai dari menganalisa cerita film sebelum penyuntingan. 

“Sangat penting bagi seorang editor untuk membaca skrip dan memahami cerita film sebelum memulai proses editing,” jelas Greg. “Apa cerita film-nya? Apa konfliknya? Tokoh macam apa yang terdapat dalam film tersebut?” 

Presentasi Greg Arya

Maka dari itu, penting bagi seorang editor untuk memahami visi sutradara untuk film yang dikerjakannya. Untuk aspek ini, Greg menarik pengalamannya bekerja dengan Garin Nugroho untuk film Kucumbu Tubuh Indahku. Dalam pengalamannya, Greg sering mengunjungi lokasi syuting, mengamati cara pengarahan Garin, dan mendiskusikan film dengan sutradara tersebut. Garin juga terlibat dalam proses editing Kucumbu Tubuh Indahku, mulai dari assembly semua adegan hingga finecut adegan individual dalam film.  

Tidak hanya visi sutradara, seorang editor film harus mempertimbangkan sudut pandang penonton ketika menyunting sebuah film. Kesalahan dalam syuting seperti acting yang tidak pas harus “ditambal” oleh editor agar penonton tidak sadar akan kesalahan tersebut. 

“Ketika film saya pratinjau, saya masuk sebagai penonton,” kata Greg. 

Layaknya sebuah pena yang bisa menulis ulang sebuah cerita, seorang editor bisa mengendalikan berbagai elemen dalam sebuah film, mulai dari cerita sampai ke sinematografi. 

Meskipun begitu, memotong sebuah adegan memerlukan pertimbangan yang sangat matang. Pemotongan harus dilihat dari segi timing dan fungsi adegan terhadap cerita. “Sangatlah penting untuk mengetahui dimana kita bisa memotong sebuah adegan,” jelas Greg. 

Namun terlepas dari itu semua, seorang editor harus mau belajar. “Seseorang pernah bilang ke saya, ‘kalau kamu mau jadi editor yang baik, yang paling penting adalah terus belajar dan terus menonton film’.” 

“’Dari situ kamu bisa jadi editor yang baik untuk film-mu nanti’,” tutur Greg.  

Teks: Jason Ngagianto

Foto: Berbagai sumber