Kisah Inspiratif Wanita Indonesia Dari Penjuru Dunia

Merayakan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April, Komunitas Virtual Diaspora Indonesia di 5 Benua mengadakan webinar Zoom yang bertajuk “Awan dan Terang Bawa Keindahan” pada hari Sabtu (24/04/21). Mengundang anggota dari penjuru dunia, webinar ini bertujuan membagikan kisah inspiratif perempuan Indonesia dalam merayakan semangat Hari Kartini. 

Sebanyak delapan anggota komunitas diaspora Indonesia hadir dalam webinar ini untuk memberikan wejangan, pesan, dan kesan sebagai warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Negara asalnya pun sangat beragam, mulai dari Amerika Serikat, Australia, Hong Kong, hingga Oman. Latar belakang para narasumber wanita juga beragam, dimana ada yang bekerja di bidang IT, perbankan, hingga pekerja rumah tangga. 

Seperti misalnya ibu Mari Elka Pangestu yang kini menjabat sebagai Managing Director of Development Policy and Partnerships di Bank Dunia. Wanita yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia tersebut mengakui bahwa pandemi COVID-19 tahun lalu sangat berdampak bagi kaum perempuan.

“Mulai dari women on business yang paling terkena dampak, gender-based violence meningkat, dan early child marriage juga meningkat,” ujarnya. 

Meskipun demikian, ibu Mari menyimpan kekaguman pada kaum perempuan dimana-mana. Beliau teringat pada pertemuannya dengan seorang pedagang di Jogjakarta pasca bencana gempa tahun 2006. Kala itu, ibu Mari menemukan seorang pedagang perempuan yang sudah mulai berjualan pukul empat pagi, padahal pasar tempat pedagang tersebut berjualan sudah luluh lantak akibat gempa.  

“Saya sangat tersentuh,” tukasnya. “Resilience dari perempuan itu luar biasa.” 

Tidak hanya itu, ada juga ibu Sringatin yang hadir dari Hong Kong yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga di Hong Kong. Selain itu, ia juga aktif sebagai seorang aktivis pekerja migran Indonesia di Hong Kong. 

Ibu Sringatin bercerita, kehidupan pekerja migran di Hong Kong sangat susah. Situasi sulit ini semakin menjadi-jadi akibat pandemi. Para pekerja terkadang harus tidur di kamar mandi, di dapur, dan tidak memiliki akses terhadap alat pelindung diri. Tidak hanya itu, para pekerja migran juga harus rela bekerja berbulan-bulan tanpa libur. 

“Sudah dua Lebaran bahkan lebih pekerja migran tidak bisa bertemu dengan keluarga, kami tidak tahu kapan kami bisa pulang,” katanya. 

Kendati demikian, ibu Sringatin tetap yakin akan semangat Kartini yang membara dalam komunitas pekerja migran di Hong Kong. “Kita bukan orang yang gampang menyerah,” katanya. “Semangat ini harus kita pertahankan dan lestarikan.” 

Hadir juga sebagai narasumber adalah ibu Diana Pratiwi dari Indonesia Diaspora Network Victoria (IDN-VIC). Beliau membagikan kisah dan perjuangannya melawan depresi pasca kelahiran dan juga perjuangannya selama pandemi tahun lalu, dimana beliau kehilangan kedua orang tuanya akibat COVID-19. 

“Tahun 2020 adalah tahun yang sangat berat bagi saya,” ceritanya. “Semua dokter, pekerja medis, dan tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan adalah Kartini dalam masa pandemi,” lanjutnya kagum. 

Tidak hanya cerita, para narasumber juga mengekspresikan diri seperti membacakan prosa dan menyanyikan lagu yang semakin membuat anggota diaspora rindu akan kembali ke Indonesia. Webinar pun ditutup dengan persembahan lagu “Ibu Kita Kartini” ciptaan W.R. Supratman oleh 30 pria dari seluruh dunia. 

Teks dan foto: Jason Ngagianto