Peresmian Balai Bahasa dan Budaya Indonesia Queensland

Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Yohanes Kristiarto Soeryo Legowo meresmikan Balai Bahasa dan Budaya Indonesia Queensland (BBBIQ) pada 31 Oktober 2017. Peresmian yang disaksikan 100 undangan ini berlangsung di University of Queensland, Brisbane, Australia.

Dalam sambutannya, Kristiarto berharap BBBIQ bisa menjadi jembatan penghubung antara masyarakat Indonesia dan Australia. “Budaya dan bahasa adalah media yang paling efektif untuk membangun saling pengertian.”

Menurut mantan Dubes RI untuk Filipina ini, hubungan bilateral kedua negara di level pemerintah sangat baik dan harmonis. Untuk itu, dia berharap BBBIQ mampu mengambil peran untuk membangun saling pemahaman di antara masyarakat kedua negara tetangga ini.

“Harapan kita, antusiasme orang Australia untuk mengenal Indonesia secara lebih baik dapat kita majukan. Dan kedua, setelah mereka mengenal Indonesia secara lebih baik harapan kita mereka punya persepsi yang lebih akurat mengenai indonesia,” ujar Kristiarto. Menurutnya, saling memahami di level masyarakat akan berdampak positif untuk pembangunan kerja sama kedua negara.

BBBIQ terbentuk atas inisiasi Konsul Jenderal RI untuk Negara Bagian New South Wales, Queensland dan South Australia, Yayan GH Mulyana. Yayan menuturkan lahirnya BBBIQ dalam rangka mendukung program Presiden Joko Widodo yang meminta untuk lebih menggencarkan promosi Indonesia di Australia.

Menurut Yayan, BBBIQ dikonsep sejak April tahun ini. “BBBIQ dalam rangka mempererat hubungan Indonesia dan Australia. Dan keeratan hubungan ini diterjemahkan lewat budaya dan bahasa,” ujar diplomat asal Tasikmalaya, Jawa Barat ini.

Sebelum di Queensland, balai serupa sudah terbentuk di Negara Bagian New South Wales dan Western Australia.
Sementara itu, Ketua Umum BBBIQ Halim Nataprawira mengatakan, salah satu fungsi BBBIQ adalah memperluas pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah di Australia. Selain itu, balai juga fokus mempromosikan budaya Indonesia di Negeri Kanguru itu.

Halim mengaku berat untuk menjalankan fungsi tersebut. Bahkan, ia menambahkan kondisi saat ini terbatas pada upaya untuk mempertahankan jumlah sekolah yang masih mengajarkan bahasa Indonesia. “Kami coba pertahankan,” ujar Halim.

Halim bercerita hingga akhir 1990-an, masih banyak sekolah di Queensland yang mengajarkan bahasa Indonesia. Namun, sejak peristiwa bom Bali, pengajaran bahasa Indonesia merosot drastis. “Ada sentimen di sini,” ujarnya. “Namun dengan berbagai kendala, kami siap untuk setidaknya mempertahankan jumlah yang ada saat ini,” tambahnya.

Halim mengaku sudah menyusun program, bahkan dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar pertunjukan grup kebudayaan Indonesia di satu sekolah di Brisbane.

Diberitakan sebelumnya, minat mengajar dan belajar mata pelajaran bahasa Indonesia di negara bagian Queensland, Australia terus mengalami penurunan. Padahal, di era 1990-an, bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa asing yang cukup mendapat perhatian dari sekolah-sekolah di Australia. Sebanyak 70 persen sekolah di Queensland tak meneruskan program bahasa Indonesia sejak 2003.

Teks: Bintang
Foto: Dadang Hidayat