Ini Alasannya Kenapa Akhlak Santri Patut Dilaksanakan Setiap Hari

Inisiasi untuk memperingati Hari Santri Nasional memang kerap muncul di berbagai penjuru Indonesia. Kali ini masyarakat Indonesia di Melbourne pun turut serta. Diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Indonesia di Australia (FMIA) bekerja sama dengan PCI Nahdlatul Ulama Australia & New Zealand, pada tanggal 28 Oktober 2017, acara diskusi publik “Santri, Deradikalisasi dan Kemandirian Ekonomi Umat” sekaligus merayakan Hari Sumpah Pemuda, sukses dilaksanakan.

Acara yang digelar di Bhinneka Room, KJRI, Melbourne ini diawali dengan penjelasan tentang arti sholawat dan lantunan sholawat oleh Gus Nadir, membawa hadirin larut dalam lantunan syahdu selama beberapa menit. Dilanjutkan dengan diskusi yang cukup hangat yang mengetengahkan gagasan dan paparan beberapa panelis yang hadir hari itu – Ustad Hamim, Gus Iid dan, Gus Greg.

Pembahasan utama dalam acara yang berlangsung selama 2 jam 30 menit ini mencakup radikalisasi dan kemandirian ekonomi bangsa dalam konteks politik identitas yang terjadi di Indonesia saat ini. Banyak himbauan menarik yang disampaikan kepada masyarakat muslim di Melbourne, seperti pesan akan pentingnya kemandirian serta sopan dan santun, sehingga mampu menampilkan Islam dengan baik di tengah kriris imej yang ada karena konflik timur tengah dan kehadiran ISIS.

Panelis juga berusaha meluruskan bahwa radikalisme bukan sesuatu yang penting untuk dikhawatirkan oleh masyarakat Indonesia, meski kerap digonjang-ganjingkan lewat media. Guna menjauhi sifat radikal, penting bagi masyarakat Indonesia di luar negeri untuk keluar dari zona nyaman, lingkungan sesama Indonesia, dan mulai berintegrasi dengan budaya lain dalam kapasitasnya sebagai orang Indonesia. Sekadar membuka wawasan, seperti layaknya himbauan dalam Islam untuk terus belajar memperluas wawasan tentang apa saja tanpa batasan, tanpa harus mengubah penampilan supaya budaya masih kental terbawa.

Menurut panelis, nasionalisme dan agama, bagaimanapun, adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Di sinilah peringatan Hari Santri Nasional hadir sebagai bentuk penghormatan jasa pahlawan dan pembangkit patriotisme. Meski banyak pesan yang disampaikan terbatas dalam lingkup ajaran Islam, serta sesekali mengupas kehidupan santri di beberapa pelosok Indonesia, namun alasan perayaan Hari Santri tidak seharusnya dipandang sebagai pergerakan politik identitas.

“Akhlak santri patut kita laksanakan setiap hari. Akhlak santri adalah belajar dari lahir sampai mati, ikhlas, rendah hati, toleran. Akhlak santri itu sangat relevan dalam konteks sekarang ini, hingga kita mampu merujuk pada kehidupan sehari-hari,” ungkap Ibu Konsul Jenderal (Konjen) RI untuk Victoria dan Tasmania, Dewi Savitri Wahab.

Teks: Syafira Amadea
Foto: Dok. FMIA