Womenpreneur Special : Founder of Duduk Naomi Pescheux & Judith Bakker

Ingin fokus menjadi seorang ibu, namun tetap ingin menjalani bisnis? Simak perjalanan dan saran Naomi dan Judith, dua orang wanita Belanda yang mengikuti suaminya bekerja di Indonesia dan bersama-sama membesarkan Duduk, home-made interior products for children and family.

 Naomi Pescheux dan Judith Bakker, dua wanita Belanda yang dua tahun lalu pindah ke Indonesia mengikuti suami mereka, bertemu saat keduanya hamil anak pertama pada saat yang bersamaan dan berada di kelas pregnancy yoga di Jakarta. Naomi dan Judith lantas sering hunting barang-barang bayi. Namun menurut mereka, barang-barang bayi tersebut harganya lumayan mahal.

Ketika bayi mereka sudah cukup besar, sekitar enam bulan, Naomi dan Judith sama-sama merasa restless. Mereka ingin menemukan suatu pekerjaan kreatif yang bisa dikerjakan dari rumah dengan fleksibel. Langsunglah teringat perjuangan mereka menemukan produk-produk furnitur bayi yang murah dan stylish. Karena kesulitan menemukan, mereka yakin dengan adanya kebutuhan di pasar untuk produk yang mereka cari.

IMG_4262Lahirlah Duduk sebagai line interior product mereka setelah kunjungan mereka berbelanja sampel dan material di Cirebon, menjahit, dan melengkapi koleksi pertama mereka.

Desain mereka yang mengandalkan motif batik modern dan colourful membuat salah satu pelanggan menggunakan istilah “Indo chic” yang sampai sekarang masih digunakan oleh Judith dan Naomi untuk mendefinisikan gaya khas Duduk.

Koleksi pertama yang terdiri dari tenda anak-anak, triangle pillow (bantal segitiga), dan kantung tidur bayi tersebut kemudian dijual di acara open house seorang teman. Dari event tersebut, mereka yakin bahwa konsep ini bisa terus berkembang. Mereka lantas mengikuti acara bazaar-bazaar kecil-kecilan untuk mengetes produk dan experimen produk yang mereka kembangkan. Kini, koleksi mereka termasuk juga untuk kebutuhan para ibu, termasuk kursi rotan dan bantal segitiga untuk orang dewasa, juga tas-tas batik dan lampu.

duduk1Duduk3

Sampai akhirnya, mereka memutuskan untuk mencari retailer yang bisa memasang produk mereka. Salah satu yang mereka kontak adalah Alun-alun, retailer premium di Grand Indonesia. Ternyata Alun-alun menyukai koleksi mereka begitu melihatnya, dan mereka diberi kesempatan untuk melakukan exhibition product selama Februari.

Karena kinerja merek ini yang bagus selama exhibition, mereka mendapat perpanjangan waktu sampai selama bulan Maret juga. Bahkan tenda bambu tipi untuk anak-anak sempat sold out. Dan karena hal tersebut juga, Alun-alun memberikan kepastian bahwa produk-produk Duduk sudah bisa dijual di Alun-alun Grand Indonesia, Lippo Mall Kemang, dan di Bali, secara permanen.

Rencana selanjutnya, di bulan Maret mereka akan melakukan pameran di IFEX Trade Expo. Disana mereka berharap bisa bertemu dengan international distributors yang bisa diajak kerjasama untuk membawa produk-produk Duduk keluar Indonesia. Pastinya, mereka ingin produk ini tersedia di Belanda, Norwegia, Amerika Serikat, dan Australia, mengingat sudah ada permintaan dari negara tersebut. Untuk mempermudah proses impornya, Naomi dan Judith sudah mendaftarkan bisnisnya secara resmi di negara asal mereka di Belanda sebagai home base.

Produk-produk Duduk pun direncanakan akan ditambah dengan tempat tidur ukuran junior.

Berminat untuk membeli produk Duduk? Mulai akhir Maret, produk Duduk akan tersedia di www.bobobobo.com untuk pemesanan secara online. Situs ini melayani pasar Indonesia namun ada juga kemungkinan untuk melayani pesanan dari luar negeri, termasuk dari Australia.

Kesuksesan secara pelan-pelan yang dinikmati Naomi dan Judith untuk Duduk ini membuat mereka kerapkali dijadikan sebagai contoh kisah sukses “mumpreneurs” atau “womenpreneurs” yang berhasil. Banyak diantara wanita yang ketika mendengar “mumpreneurs” diucapkan, merasa tersinggung karena itu sangat tidak cukup menggambarkan perjuangan mereka membesarkan bisnis, bahwa bisnisnya hanyalah sampingan yang dikerjakan sambil menjadi seorang ibu.

Berbeda dengan kelompok wanita yang memegang pendapat tersebut, Naomi justru berpendapat bahwa sebutan “mumpreneurs” adalah istilah yang sangat cukup untuk menggambarkan apa yang dikerjakannya. “Saya melakukan bisnis ini ketika saatnya melakukan bisnis ini, dan saya akan mengurus anak saya, bermain di playground bersama mereka, ketika waktunya bersama anak saya. Dan bisnis ini saya lakukan karena ingin fleksibel sehingga saya bisa tetap bersama anak-anak saya. Jadi sebutan mumpreneurs menurut saya tepat, tidak ada masalah dengan istilah tersebut.”

Naomi dan Judith juga mempunyai tiga orang staff produksi yang ketiganya bekerja dari rumah dan merupakan ibu rumah tangga. Berlokasi di Jakarta Selatan, para penjahit professional ini ditemukan lewat word of mouth. Mereka pun menetapkan flexible hours and work arrangement untuk ketiga orang staffnya.

Sisi lain dari ibu rumah tangga yang berbisnis adalah reaksi pasangan ketika sang istri sibuk dengan bisnisnya. Ketika ditanya bagaimana memiliki bisnis Duduk mempengaruhi dinamika dengan suaminya, Judith dan Naomi mengaku bahwa tentu saja ada saat-saat di mana sang suami melancarkan protes.

“Di siang hari sibuk dengan bayi, dan malam hari sibuk dengan laptopnya, kapan waktu untuk saya? Suami saya kadang-kadang komplain kalau saya sibuk dengan laptop di malam hari,” ceritanya.

Maka, selain mendedikasikan akhir pekan untuk keluarga dan suami, Naomi dan Judith pun berusaha membuktikan bahwa bisnis ini dijalani secara serius dan bukan main-main.

“Dengan bertambahnya kesuksesan Duduk, suami saya semakin senang dan bangga,” ujar Naomi.

Sementara itu, Judith menambahkan, walaupun suaminya sempat komplain, namun tetap senang karena melihat bahwa Judith mempunyai sesuatu yang disenanginya dan membuatnya semangat selama tinggal di Indonesia. “If I’m happy being here then he’s happy,” ujarnya.

Untuk wanita yang ingin menjadikan bisnis sebagai salah satu prioritasnya, menemukan pria yang benar-benar peduli akan kebahagiaan dan minat kita sangat penting. “The man has to be caring about you too,” ujarnya.

Mereka juga mempunyai saran-saran untuk mereka yang ingin memulai brandnya sendiri. Sesuai pengalaman, Judith dan Naomi menjelaskan pentingnya mencari kesempatan untuk mengetes pasar.

“Kami berkembang dengan sangat pelan-pelan, karena itu kami tidak membutuhkan biaya awal yang besar. Kami mencoba untuk mengetes dengan bazaar-bazaar kecil seperti misalnya bazaar Christmas, British Women’s Association, dan sebagainya. Dari situ kami mencoba mendapatkan feedback dan mengembangkan konsep sedikit demi sedikit tanpa banyak risiko. Saran kami, jika Anda sudah punya gambaran yang jelas apa yang ingin dilakukan, jangan terlalu banyak khawatir. Mulailah segera dan mulai dengan yang kecil. Sempurnakan sambil jalan,” ujar Naomi.

Naomi dan Judith tetap maju walaupun banyak hal yang harus mereka pelajari on the go, on the fly, saat sudah terjun ke bisnis ini.

IMG_4266

“Begitu banyak hal yang harus kami pelajari ketika sudah terjun yang kami belum pernah tahu sebelumnya. Technical stuff, seperti setting legalisasi bisnis, membuat keputusan mengenai harga, detil dan spesifikasi produk, logistik, semuanya harus kita pelajari dari awal. Biasanya saya Google, bertanya kepada ahli, atau menemukan supplier yang tepat yang bisa menangani hal tersebut,” cerita Naomi.

Judith menambahkan, bahwa satu hal yang membuat hal ini lebih mudah bagi dirinya adalah karena ia mempunyai Naomi. Menurutnya, ia banyak berpikir dan sering ragu-ragu, sementara Naomi orangnya selalu berorientasi pada mengambil tindakan.

I’ve been very lucky to meet Naomi. Have or find someone who compliments you. It is better to have someone to do it with if you are aware of your own flaws,” ujarnya.

Lucunya, Naomi dan Judith pun sama-sama hamil anak kedua pada saat yang bersamaan. Dua bulan yang lalu Naomi baru saja melahirkan, sementara Judith kini sedang hamil besar (8 bulan saat wawancara).

Find out more: https://www.facebook.com/dudukshop

Foto: Muhamad Saladin & Koleksi Facebook Page DudukShop