Pemutaran Perdana Film Indonesia-Australia, Sleeping Beauties

Film horor Indonesia-Australia berjudul Sleeping Beauties melakukan premiere di Australia pada Sabtu (15/7/23) di Astor Theatre, St. Kilda. Film ini diproduksi sekaligus diperankan langsung oleh sineas asal Indonesia, Intan Kiefli.

“Sleeping Beauties” menelurusi kehidupan Cahya (diperankan oleh Intan Kieflie), seorang imigran asal Indonesia yang tengah hamil dan kehilangan mendiang suaminya, warga negara Australia. Melalui alur cerita yang non-linier, film ini dibuka dengan gambaran dramatis kehidupan Cahya yang tengah terpuruk, terutama dalam aspek finansial. Situasi ini mendorong Cahya untuk bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah tua yang terisolasi di wilayah pedesaan Australia.

Di rumah tersebut, Cahya bertemu Alfred McCay (Jeffery Richards) dan adik perempuannya, Francesca (Mandie Combe), serta Nia (Candice Leask), pembantu yang akan digantikan oleh Cahya. Kedatangan Cahya disambut oleh penampakan makhluk halus dan berbagai insiden menegangkan lainnya di rumah tersebut. Alfred dan Francesca, dengan perilaku mereka yang aneh, tampaknya menyimpan rahasia gelap yang dapat membahayakan Cahya.

Meski dominan dalam genre horor, kehidupan Cahya yang begitu mencintai bayi yang dikandungnya dan mendiang suaminya menambah unsur drama yang kuat dalam film ini. Sejumlah dialog dalam bahasa Indonesia dari Intan menguatkan emosi yang dialami Cahya, terutama bagi penonton Indonesia.

Pemilihan karakter Cahya sebagai imigran asal Indonesia mencerminkan Melbourne sebagai kota yang multikultural. Berbagai perjuangan hidup yang dialami Cahya, disampaikan Intan, menggambarkan realitas kehidupan imigran di Australia, terutama dalam masa-masa yang penuh tantangan, seperti saat pertama kali datang.

“Cahya adalah penggambaran dari imigran yang tinggal di Australia, bukan hanya orang Indonesia atau Asia, tetapi semua imigran,” kata Intan setelah pemutaran film. “Saya percaya sebagian besar imigran di sini merasa kesepian.”

Ketika mengerjakan film ini, Intan merasa seperti memulai karirnya dari awal. Sleeping Beauties merupakan film pertama Intan setelah memutuskan memulai karirnya di Australia. Sebelumnya, Intan telah berakting dan memproduksi film di Indonesia, seperti 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita (2010) yang membuatnya mendapatkan nominasi Pemeran Pendukung Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2010 dan Indonesian Movie Award (IMA) 2010. Pengalaman ini mendorong Intan untuk beradaptasi dengan banyak hal baru.

“Saya merasa kembali ke awal karena industri film di sini sangat berbeda dengan di Indonesia. Jadi saya harus belajar lagi. Komunitas di sini, termasuk orang-orang dan cara kerjanya berbeda. Rasanya seperti belajar berenang lagi,” ungkap Intan.

Pandemi Covid-19 dan Shooting saat Hamil

Tak hanya memerankan karakter yang tengah hamil, ternyata Intan memang tengah mengandung bayi selama proses shooting berlangsung. Ia bersama sejumlah aktor dan kru sempat bercanda bagaimana proses shooting mereka memiliki batas waktu hingga tanggal Intan melahirkan. Namun sayangnya, proses produksi tetap tertunda hingga dua tahun karena pandemi COVID-19 yang berujung pada lockdown di Australia.

Namun demikian, “Sleeping Beauties” kini siap untuk ditayangkan dan didistribusikan ke berbagai negara. Film ini sudah tersedia di berbagai platform streaming. “Film akan tayang di Amerika Selatan dan Utara, lalu Inggris. Selain itu, ada juga festival di Swedia pada bulan Oktober, dan di New York pada bulan Desember,” tambah Intan.

Hingga saat ini, film yang ditulis dan disutradarai oleh Stuart Simpson ini belum direncanakan untuk tayang di Australia atau Indonesia karena pertimbangan audiens dan pasar. Namun pemutaran akan tetap berlangsung di beberapa wilayah, terutama di Australia.

KJRI Melbourne Apresiasi Film “Sleeping Beauties”

Konsul Jenderal Indonesia untuk Victoria dan Tasmania, Kuncoro Giri Waseso, hadir dalam pemutaran perdana “Sleeping Beauties”. Walaupun memiliki genre horor, dia mengagumi sinematografi film tersebut. Keberadaan aktor dan kru Indonesia menjadi suatu kebanggaan bagi KJRI Melbourne.

“Menjadi kebanggaan ada diaspora Indonesia berperan dalam produksi film di Australia, itu sangat membanggakan buat kita,” ujar Kuncoro.

Dia juga menyoroti belum direncanakannya pemutaran film Sleeping Beauties di Indonesia. Padahal, menurut Kuncoro, banyak orang Indonesia yang menyukai genre film horor. Oleh karena itu, ia berpendapat perlu diteliti lebih lanjut apa penyebabnya dan bagaimana cara agar film tersebut bisa ditayangkan di Indonesia.

“Pecinta film horor di Indonesia sangat banyak, mungkin kita bisa menggali potensinya agar film ini dapat masuk dalam festival film independen, misalnya,” saran Kuncoro.

Kuncoro menilai, hubungan Indonesia dan Australia dalam mempromosikan film kedua negara saat ini sudah baik dan terfasilitasi. Dengan fondasi ini, Kuncoro yakin bahwa kedua negara dapat terus mendorong kerja sama dalam industri film.

Teks: Rivi Satrianegara

Foto: Baiq Nabila Tazkya