Menanam Padi di Tengah Perkebunan Teh Hijau Jepang

Tumbuh di pedesaan Indonesia membuat saya cukup familier dengan sawah dan padi. Sejak kecil, melihat hamparan sengkedan menjadi hal yang sangat menyenangkan. Namun kali ini sedikit berbeda karena saya mengamati proses penanaman padi di sawah Jepang.

Selain terkenal dengan teh hijaunya, nasi Jepang juga sangat populer di Indonesia karena teksturnya yang lembut dan pulen. Hal ini juga yang akhirnya membuat saya sangat tertarik untuk mengetahui proses penanaman padi di Jepang.

D:matcha Kyoto yang merupakan sebuah bisnis sosial di Yubune, Perfektur Kyoto merupakan salah satu perusahaan yang mengusung konsep farm-to-table, dimana mereka tidak hanya memproduksi teh hijau, tetapi juga memproduksi beras mereka sendiri.

Ladang seluas 200 m2 yang dikelola oleh D:matcha berada di belakang café mereka. Pengunjung café bisa menyaksikan langsung proses bercocok tanam dari jendela café. Ladang yang dikelilingi pepohonan teh hijau ini dialiri oleh air yang jernih dari Sungai Yubune. Air yang berlimpah dan iklim dengan variasi suhu siang-malam yang signifikan menjadikan kondisi ideal untuk penanaman padi yang lezat.

Bibit padi yang sebelumnya telah disemai, dipindahkan ke lahan sawah menggunakan mobil khusus menanam padi. Petani akan menaruh bibit-bibit pagi ke sisi belakang mobil, kemudian menghidupkan mesin mobil dan secara otomatis mesin akan menanam pagi satu persatu sesuai arah gerakan mobil. Petani cukup mengarahkan laju mobil penanam sesuai area tanam. Sangat efisien jika dibandingkan menanam secara manual menggunakan tangan. Namun, tetap ada sebagian kecil lahan yang tidak dilalui mobil penanam yang harus ditanami secara manual menggunakan tangan.

Terlihat Daiki Tanaka, CEO D:matcha Kyoto mengoperasikan mobil penanam, Hiromi-san selaku karyawan merapikan lahan, serta anak magang dari Amerika dan Guatemala mencoba menanam padi secara manual. Di D:matcha, semua anggota tim kerja bahu-membahu.

Lahan yang sebelumnya dikelola oleh para petani yang telah menua ini dilimpahkan kepada D:matcha empat tahun lalu. Dari sini, terlihat Jepang ternyata juga menerapkan sistem sewa lahan, seperti di Indonesia.

“Para petani yang telah pensiun menitipkan lahannya kepada kami karena mereka hampir berusia 90 tahun dan merasa sudah cukup bertani. Namun, karena ada sejarah dari generasi ke generasi yang perlu dijaga, para petani senior tetap mempertahankan lahannya dan hanya menyewakannya saja,” jelas Daiki.

Visi D:matcha untuk merevitalisasi desa Yubune banyak menggerakkan hati para tetua di daerah ini. Para petani senior di sini banyak memberikan bimbingan teknis kepada tim d:matcha dalam merawat padi. “Mumpung kami masih sehat, mari kami wariskan ilmu budidaya padi yang sudah kami terapkan sejk dulu,” Daiki mengenang ucapan salah satu petani.

Setiap tahunnya, bibit padi biasanya akan ditanam pada bulan April dan dipanen pada bulan September. D:Matcha berusaha menanam padi secara organik tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Karena ditanam menggunakan metode alami, bisa jadi ada beberapa buliran hitam yang tercampur karena dirusak serangga.

Daiki juga bercerita bagaimana mereka pernah membuat kesalahan dalam bertani padi pada tahun kedua mereka. Tahun berikutnya, mereka bekerja lebih tekun dan menerapkan hasil evaluasi dari tahun sebelumnya Akhirnya mereka berhasil mencapai hasil panen terbaik dengan kualitas yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan rasa nasi yang lebih enak.

Ciri khas dari nasi yang diproduksi oleh D:matcha adalah “Gobu Seimai” (artinya nasi setengah poles) yang berbeda dengan nasi Jepang pada umumnya. Umumnya, beras di Jepang dikuliti hingga beras menjadi sangat putih. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan cita rasa maksimal saat nasi dihidangkan. Namun, Daiki dan timnya tidak hanya fokus dengan cita rasa, tetapi juga kandungan nutrisi dari nasi yang mereka hidangkan. Oleh karena itu, mereka memproduksi Gobu Seimai dimana beras hanya dikuliti sekitar 50% hingga menghasilkan warna antara beras merah dan beras putih.

Gobu Seimai cenderung lebih sehat karena memberikan kadar serat yang tepat, sekitar 2 – 3 kali lipat lebih banyak dari nasi putih. Lebih dari itu, beras ini juga mengandung berbagai vitamin seperti vitamin E dan vitamin B, serta mineral seperti zat besi, magnesium, dan litium. Selain itu, beras ini juga lebih mudah dimasak dibandingkan nasi merah. Cara memasaknya sama seperti nasi putih.

Beras yang diproduksi oleh D:matcha tidak hanya digunakan untuk konsumsi pribadi, tetapi juga dihidangkan sebagai menu tamu hotel dan makan siang di café. Beras ini  juga digunakan sebagai bahan dasar berbagai produk pangan manis lainnya, seperti cookies, granola bar, kue muffin, dan lain-lain.

“Rasa nasi yang lebih nikmat dibandingkan nasi merah dan rasa yang lebih mengenyangkan dibandingkan nasi putih membuat staf kami di D:matcha memakan nasi Gobu Seimai setiap hari. Jika kamu ingin merasakannya juga, kamu bisa mengunjungi kami di D:matcha Kyoto,” tutup Daiki.

Teks dan foto: Siti Mahdaria