Jepang adalah negeri yang penuh dengan festival yang dirayakan sepanjang tahun. Setiap musim memiliki ciri khas dan perayaannya lengkap dengan istilah tersendiri: matsuri. Matsuri (祭り) dalam bahasa Jepang berarti festivalatauperayaan. Kata ini digunakan untuk merujuk pada berbagai acara budaya, keagamaan, dan tradisional yang diadakan di seluruh Jepang sepanjang tahun. Matsuri memiliki akar dalam tradisi Shinto dan Budha, di mana perayaan ini biasanya terkait dengan ritual pemujaan dewa (kami) dalam kepercayaan Shinto. Tujuannya bisa berupa ungkapan rasa syukur atas panen, permohonan keselamatan, atau sekadar mempererat hubungan sosial dalam komunitas.
Sejak pindah ke Jepang pada musim semi tahun ini, aku sudah membayangkan pengalaman menghadiri berbagai festival budaya yang terkenal di negeri Sakura ini. Namun, kenyataan sedikit berbeda karena aku tinggal di Wazuka, sebuah desa kecil di Prefektur Kyoto yang dikelilingi hamparan perkebunan teh hijau sejauh mata memandang. Jarak ke pusat kota Kyoto sekitar dua hingga tiga jam dengan kendaraan umum, dan jadwal kantor yang tidak sesuai dengan jadwal festival di pusat kota membuatku lebih sering melewatkan festival di kota. Alhasil, aku pun menunggu festival musiman di desa tempatku tinggal.
![](https://ozip.com.au/wp-content/uploads/2024/12/IMG_5518-576x1024.jpg)
![](https://ozip.com.au/wp-content/uploads/2024/12/IMG_5521-576x1024.jpg)
Penantianku akhirnya terjawab begitu menjelang akhir musim gugur: Matsuri Musim Gugur di Wazuka, atau Momiji Matsuri Wazuka, sebuah festival musim gugur yang diadakan di taman desa. Festival ini menjadi kesempatan untuk merasakan budaya Jepang dalam suasana yang otentik di tengah masyarakat lokal yang ramah.
Namun, ada sesuatu yang sangat istimewa tentang festival desa seperti Momiji Matsuri Wazuka. Festival ini bukan hanya sebuah perayaan budaya, tetapi juga kesempatan untuk merasakan kehidupan komunitas pedesaan Jepang yang masih sangat lekat dengan tradisi.
Musim gugur di Jepang adalah saat di mana alam memberikan pertunjukan visual yang menakjubkan. Proses perubahan warna daun yang dikenal dengan istilah koyo membuat hutan-hutan dan pegunungan di sekitar Wazuka berubah menjadi lautan warna merah, oranye, dan kuning keemasan. Proses ini terjadi karena perubahan suhu yang membuat pohon berhenti memproduksi klorofil, pigmen hijau yang mendominasi daun selama musim panas. Ketika klorofil memudar, pigmen lain seperti karoten (kuning-oranye) dan antosianin (merah) muncul, menciptakan pemandangan yang luar biasa.
![](https://ozip.com.au/wp-content/uploads/2024/12/IMG_5531-1024x768.jpg)
![](https://ozip.com.au/wp-content/uploads/2024/12/IMG_5530-1024x768.jpg)
Suasana Meriah Momiji Matsuri
Momiji Matsuri di Wazuka biasanya diadakan pada akhir pekan di sebuah taman desa yang dikelilingi pohon-pohon besar. Ketika aku tiba di lokasi festival, suasana hangat dan meriah langsung terasa. Alunan musik tradisional bercampur dengan suara anak-anak yang berlarian, menciptakan suasana yang akrab dan menyenangkan. Untuk mendukung acara ini, bahkan pemerintah lokal menyediakan bus gratis yang berkeliling desa mengantarkan dan menjemput masyarakat ke lokasi festival.
Stan-stan makanan berjejer dengan berbagai hidangan khas Jepang seperti kroket kentang, udon, yakiniku, dan yakitori (sate ayam). Aroma panggangan yang harum membuat perut yang tadinya kenyang mendadak keroncongan lagi.
Salah satu daya tarik utama festival ini adalah stan-stan teh lokal. Wazuka terkenal sebagai salah satu penghasil teh hijau terbaik di Jepang, dan festival ini menjadi ajang promosi hasil panen para petani setempat. Aku mencoba beberapa jenis teh, dari sencha yang segar hingga matcha yang kaya rasa. Beberapa petani bahkan memperlihatkan proses tradisional pengolahan daun teh, dari pemetikan hingga pengeringan.
Selain makanan dan teh, Momiji Matsuri ini juga menawarkan berbagai kerajinan tangan lokal yang unik. Beberapa stan menjual barang-barang seperti keramik buatan tangan artis lokal. Aku juga melihat beberapa produk olahan teh seperti permen matcha dan dendeng rusa. Semua produk ini dibuat dengan dedikasi dan keahlian oleh penduduk setempat, menambah keunikan festival ini.
Di tengah taman, sebuah panggung kecil didirikan untuk pertunjukan musik. Live band lokal membawakan lagu-lagu Jepang yang membuat suasana semakin hidup. Para penonton duduk santai mengitari panggung sambil menikmati teh hangat dan camilan. Anak-anak juga diajak berpartisipasi dalam berbagai permainan seperti lomba menari. Melihat senyum ceria mereka membuat suasana menjadi semakin hangat dan penuh kehidupan.
Puncak Acara: Pesta Kembang Api
Saat senja mulai tiba, suasana semakin syahdu. Lampu-lampu kecil di sekeliling taman mulai menyala, menciptakan nuansa magis yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Semua orang berkumpul di lapangan utama untuk menyaksikan puncak acara: pesta kembang api yang spektakuler.
Ketika langit malam berubah gelap, ledakan pertama menghiasi langit dengan warna-warna cerah yang memukau. Setiap semburan kembang api disambut dengan tepuk tangan dan sorakan riuh. Ada sesuatu yang sangat mempesona tentang melihat langit malam dihiasi bunga-bunga api dengan latar belakang hutan musim gugur yang tenang.
Beberapa orang duduk berdekatan dengan keluarga mereka, sementara pasangan muda saling berpegangan tangan dengan senyum bahagia di tengah suhu yang mulai dingin. Aku merasa menjadi bagian dari momen itu, dikelilingi kehangatan dan kebersamaan yang tulus.
Momiji Matsuri di Wazuka lebih dari sekadar festival musim gugur. Ini adalah momen untuk merayakan alam, budaya, dan kehidupan komunitas desa yang saling mendukung satu sama lain. Aku merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari pengalaman yang begitu autentik dan penuh kehangatan ini.
Saat aku berjalan pulang melewati jalan setapak yang dikelilingi dedaunan merah dan oranye, aku merasa seperti membawa pulang kenangan berharga yang akan selalu kuingat. Musim gugur di Wazuka tidak hanya memberikan keindahan alam yang memukau, tetapi juga pelajaran tentang menghargai hal-hal sederhana yang membuat hidup terasa lebih berarti.
Teks dan foto: Siti Mahdaria