Meet and Greet IFF Melbourne 2013 : “Hello Good Bye”

“Hidup, ya harus punya target.”

“Saya gak suka kata itu.”

“Kata apa?”

“Harus.”

Demikianlah akhirnya keyakinan Indah akan target hidupnya digoyahkan oleh Abi. Indah (Atiqah Hasiholan) adalah seorang staf Kuasa Usaha Konsuler RI (KUKRI) Busan, yang merupakan cabang dari Kedutaan Besar RI (KBRI) di Seoul, Korea Selatan. Indah dipertemukan dengan Abi (Rio Dewanto), seorang pelaut yang terpaksa harus kembali ke daratan karena terkena serangan jantung di usianya yang muda. Indah yang ‘kepergok’ sedang menganggur oleh atasannya, akhirnya ditugaskan untuk mengantar Abi ke rumah sakit. Meskipun awalnya merasa enggan, pada akhirnya Indah lebih memilih untuk menjaga Abi setiap hari di rumah sakit daripada menemani kegiatan shopping istri dan anak pejabat yang melakukan business trip ke Busan, dimana ia sering diperlakukan seperti pesuruh.

 

Terbiasa bekerja di kapal laut sejak muda, Abi tidak terima berada di daratan dan memberontak terhadap perawatan rumah sakit yang ia terima. Sama-sama berhati keras, Abi dan Indah bertengkar satu sama lain sejak awal hingga pertengahan film. Namun di samping pertengkaran yang terjadi, Indah mulai memberikan perhatian lebih terhadap pandangan hidup yang dipegang Abi. Indah adalah seseorang yang bertekad kuat dan selalu memiliki target yang tinggi di dalam hidupnya. Kendati demikian, cara hidup inilah yang membuat Indah selalu merasa tidak puas. Ia merasa berada di tempat yang salah, maka dari itu ia selalu merasa homesick. Perasaan ini ia tuangkan di dalam notebook yang berisi nama-nama tempat yang ia ingin kunjungi, serta berbagai motivation quotes yang ia temukan dari internet.

 

Disinilah kehadiran Abi mampu mengubah pribadi Indah; Indah lama kelamaan mulai membuka dirinya kepada orang lain, termasuk kepada Abi. Demikian juga halnya dengan Abi. Lama kelamaan kehadiran Indah di sampingnya memberikan makna yang lebih. Akhirnya timbullah perasaan saling membutuhkan di antara Abi dan Indah.

 

Meskipun film ini adalah debut dari sutradara Titien Wattimena, Hello Goodbye mampu menyajikan suatu tontonan yang berkualitas dari segi skrip serta sinematografi. Titien yang juga menulis skrip dari Hello Goodbye, memiliki banyak pengalaman sebelumnya baik sebagai asisten sutradara (Mengejar Matahari, Gie, Laskar Pelangi) dan juga penulis skenario (Mengejar Matahari, Minggu Pagi di Victoria Park, Tanda Tanya).

 

Dari segi skrip, meskipun dialog tiap tokoh tidak banyak, namun dapat mengekspresikan perasaan serta karakter tokoh dengan baik. Walaupun tergolong mudah untuk ditebak, jalan cerita Hello Goodbye dibungkus apik oleh Titien dengan alur dan nuansa yang sudah dipikirkan dengan baik.

 

Contohnya pada saat sesi Q & A setelah screening, salah seorang penonton bertanya mengapa jalan cerita di awal film terasa lambat, Titien menjelaskan bahwa dia ingin agar penonton memakai kacamata Indah – dimana hari-harinya terasa berjalan sangat lambat dan hanya kesepian yang ia rasakan. Setelah pertengahan film, baru terasa bahwa kehidupan Indah serasa dipercepat dan penuh dengan warna.

 

Busan sendiri sebagai latar dari Hello Goodbye memberikan warna lebih bagi film ini. Salah satu keunggulan lain dari film ini adalah keindahan kota Busan sebagai setting-nya. Di film ini kita dapat lihat pemandangan alam yang asri, juga monumen-monumen terkenal seperti kuil Haedong Yonggungsa yang terletak di tepi tebing dan Yongdusan Park yang terlihat sangat cantik di malam hari.

 

Berlatar di Korea, Titien sebenarnya tidak bermaksud untuk memanfaatkan popularitas KPop di Indonesia saat ini. “Ketika aku nulis tahun 2008 itu, kotanya masih antah berantah. Terus, memutuskan Korea itu karena benar-benar dilihat dari storywise-nya” jawab Titien ketika ditanya OZIP mengapa memilih Korea sebagai latar Hello Goodbye. Keputusan ini bertujuan untuk pembentukan karakter kedua tokoh Indah dan Abi. Untuk Abi terutama, pelabuhan Busan merupakan salah satu pelabuhan terbesar dan tersibuk di Asia.

 

Penampilan Atiqah dan Rio tak perlu ditanyakan lagi – karakter mereka berdua terlihat sangat meyakinkan, walaupun performa keduanya tidak exceptional. Chemistry Indah dan Abi pun dapat tersampaikan dengan meyakinkan, tentunya ini karena mereka adalah pasangan dalam kehidupan nyata. Meskipun demikian, Titien tidak sadar akan hal ini pada saat proses casting.

 

Berbicara mengenai debutnya, Titien membagikan bagaimana pengalamannya pada saat membulatkan keputusan untuk menjadi sutradara. “Aku percaya sama momentum. Harus ada sesuatu bisikan-bisikan dari alam mengatakan ‘udah, lo aja [jadi sutradara].’ Untuk mengatakan iya butuh waktu berbulan-bulan … Lama untuk menemukan rasa percaya dirinya,” kata Titien pada OZIP.

 

Kendati demikian, Hello Goodbye mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat Korea pada saat pemutarannya di Busan International Film Festival (BIFF). Dengan 3 kali pemutaran dan kursi yang selalu hampir terisi penuh, Hello Goodbye termasuk salah satu film BIFF yang banyak ditonton. Selain karena berlatar lokal, film ini juga menghadirkan Eru, yakni seorang penyanyi Korea, sebagai cameo.

 

Sebagai seorang sutradara dari film Indonesia yang cukup sukses secara internasional, menurut Titien film Indonesia sudah cukup bersuara di festival film internasional. Tetapi lanjut Titien, “apa yang penonton internasional rasakan terhadap film Indonesia itu tidak dirasakan oleh penonton Indonesia sendiri … kalau di internasional [penerimaan film Indonesia] cukup bagus, cuman masih menyedihkan di Indonesia sendiri.”

 

Oleh sebab itulah, Titien berpikir bahwa alangkah baiknya apabila sutradara film Indonesia yang sukses secara internasional dapat bertukar pikiran dengan sutradara film Indonesia yang sukses secara lokal.

 

Pada akhirnya OZIP merasa bahwa Hello Goodbye layak tonton. Berbeda dari kebanyakan film Indonesia dengan genre romantic drama yang ditujukan untuk anak muda, Hello Goodbye terasa lebih matang dan dewasa tanpa bumbu sensualitas. Bagi kita yang sudah lama tinggal di luar negeri dan jauh dari keluarga, pastinya dapat lebih merasakan feel film Hello Goodbye. Secara keseluruhan, karya pertama Titien Wattimena sebagai sutradara ini layak disandingkan dengan karya para sineas senior Indonesia lainnya.