Kekuatan ekonomi para pendatang di Australia sangat berpengaruh pada penentuan kebijakan publik. Semakin banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Australia, kian kuat lobi negaranya. Saat ini ada tiga organisasi yang sangat berpengaruh, yaitu The American Chamber of Commerce in Australia (Amcham), Japan Australia Business Council (JABC), dan Australia Israel Chamber of Commerce (AICC). Di bawahnya baru lembaga pendatang asal Eropa seperti Inggris dan Jerman. Asosiasi binis Indonesia sayangnya masih jauh untuk bersaing sehingga daya tawarnya masih sangat lemah.
Dalam pandangan Frank Halim, sampai saat ini belum ada pengusaha Indonesia yang masuk dalam BRW (Business Review Weekly) Rich 200, yaitu pebisinis yang asetnya di atas 200 juta AUD. Tetapi beberapa orang sudah mulai menempati posisi GM bahkan CEO perusahaan multinasional.
Dalam dunia perdagangan, hampir semua perusahan-perusahaan besar di Melbourne dan Sydney dikuasai oleh keluarga Yahudi dan keluarga Australia lama. Mereka pendatang dari Eropa Timur yang lari ke Australia saat negaranya diserang Jerman.
“Saya banyak belajar kepada pengusaha Yahudi ini,” ujar Frank berterus terang.
Di tengah booming ekonomi Tiongkok, sebenarnya network pemasaran mereka belum kuat. Dalam lima tahun terakhir, mereka memang berinvestasi besar-besaran di sektor properti dengan kisaran harga 2 – 40 juta AUD. Tetapi mereka tetap berbisnis di Tiongkok, hanya keluarganya yang tinggal di Australia.
“Pengusaha Indonesia juga masih seperti itu, banyak yang menyimpan aset di Australia tetapi belum bisa ikut mewarnai pasar. Maka dari 200 daftar BRW Rich 200, hampir seluruhnya bule,” tutur mantan CEO perusahaan multinasional Inggris Invensys yang kemudian dibeli oleh EATON itu.
Frank Halim adalah di antara sedikit pendatang Indonesia yang sukses meniti karier di Australia. Selama 30 tahun ia berpindah lima pekerjaan. Menurutnya, untuk bidang listrik dan telekomunikasi, pendatang Asia tidak mengalami hambatan karier.
Frank tiba di Australia pada 1977 untuk studi di Brisbane, di Queensland Uni. Saat itu Brisbane masih “primitif”. Ia tinggal di asrama Katholik dan satu-satunya orang Asia. Di sanalah ia belajar disiplin dan mandiri. Belajar bersaing secara sehat. Karena memilih olah raga renang, setiap pagi jam 5-7 pagi ia harus bangun untuk berlatih. Ia beradaptasi mulai dari makanan hingga gurauan.