Popularitas industri kreatif telah mengalami banyak peningkatan dan menggalang antusiasme publik yang cukup tinggi. Hal ini boleh dilihat dari kata “Creative Industry 4.0” yang bergema di banyak media massa dan media sosial. Saat ini banyak pihak yang bersiap-siap menyongsong industri kreatif 4.0, termasuk diantaranya PPIA Monash dan LPDP Monash. Kedua pihak bekerja sama menuangkan ketertarikan mereka terkait topik ini dengan mengadakan sebuah simposium yang bertajuk “Indonesian Students Symposium Australia (ISSA) 2019” dan mengangkat tema “Millenials: Envisioning Creative Industry 4.0”.
Kegiatan ini berlangsung di Monash University Caulfield pada tanggal 4 Mei 2019 lalu. Sembari mengundang pembicara-pembicara dari Indonesia, pihak panitia ingin mengolah materi dengan menggabungkan perspektif dari akademisi, pemerintah, dan pegiat industri kreatif Indonesia, termasuk diantaranya Chef Arnold.
Setelah seminar umum di aula besar, semua peserta diarahkan menuju dua ruangan berbeda. Chef Arnold pun kemudian menuju ke ruang panel 2. Setelah pembukaan acara ruangan panel 2 oleh moderator, panel pun dilanjutkan dengan sebuah pidato dari salah seorang pemenang pitch competition yang diadakan oleh ISSA. Pidato yang disampaikan oleh Siti Mahdaria ini berjudul “Optimising Youth Empowerement for Creative Industry Improvement”. Setelah pidato selesai, Chef Arnold sebagai pembicara di panel ini diminta untuk memberikan pendapatnya oleh moderator terkait dengan pidato yang telah disampaikan.
“Saya setuju dengan pembicara sebelumnya, bahwa ada yang hilang dari kehidupan kita,” buka Chef Arnold sembari menjelaskan keprihatinan beliau terhadap generasi muda saat ini yang ingin semua hal serba cepat, instan, dan mudah. Padahal, hal-hal yang dihasilkan dari cara piker yang demikian tidak akan dapat bertahan lama. Beliau juga menyampaikan pentingnya kegiatan-kegiatan empowerement yang dapat turut memfasilitasi perkembangan mentalitas generasi muda.
Chef Arnold yang sangat tampak sangat sederhana bercerita bahwa beliau tidak sempat menduduki bangku kuliah karena langsung terjun ke dunia kuliner. Tetapi, beliau menyampaikan bahwa pembelajaran tidak hanya terbatas kepada bangku sekolah dan kelas. Ketika seseorang mulai bekerja, dirinya juga akan tetap selalu mempelajari hal-hal baru. Ketika Chef Arnold membuka restoran, beliau pun bekerja sambil belajar dari setiap tantangan yang dihadapi dan setiap proses yang dilalui oleh dirinya.
Beliau membagikan pengalamannya membuka restoran yang “Seperti sebuah permainan roller coaster”. Awal membuka restoran, ada banyak sekali orang yang tertarik mencoba. Beliau pun mengenang bagaimana tiga bulan pertama sejak restorannya dibuka, pengunjung beramai-ramai datang dan menikmati hidangan lezat yang disajikan oleh restorannya. Namun, selepas tiga bulan pertama tersebut, restoran beliau pun kemudian menjadi sepi. Seluruh tim pun melakukan evaluasi dan memperbaiki beragam aspek usaha restoran mereka hingga akhirnya restoran pun dapat kembali berjalan secara normal.
“Pernahkah kalian berkunjung ke booth KOI yang ada di Sydney? Mahal kan?” lanjut Chef Arnold. Beliau menjelaskan bahwa harga yang ditawarkan di restorannya tidak semata-mata hanya mencakup harga bahan-bahannya, tetapi juga mencakup usaha dibalik pembuatan makanan tersebut. Beliau bercerita bagaimana timnya membuat makanan yang disajikan secara langsung dengan segenap tenaga dan keuletan seluruh anggota. Oleh karena itu, yang paling utama ketika menciptakan sebuah produk adalah nilai tambahnya. “Jadi, saran saya kepada teman-teman mahasiswa, adalah untuk fokus meningkatkan kemampuan diri di bidang-bidang yang tidak bisa digantikan oleh mesin dan robot sehingga teman-teman tetap bisa berjaya di era industri kreatif 4.0,” tutup Chef Arnold.
Setelah moderator resmi menutup panel, Chef Arnold pun memberi aba-aba kepada peserta panel untuk berseru “Jangan lupa menonton Master Chef Indonesia” untuk direkam di media sosialnya. Ternyata, Chef Arnold rela tidak menghadiri perkumpulan Master Chef Indonesia demi menghadiri acara ISSA ini. Setelah itu, para peserta pun dengan antusias mengikuti arahan dan bersorak dengan riang gembira. Hasil video bisa dilihat di story Instagram milik Chef Arnold.
Bahkan setelah panel berakhir, Chef Arnold kerap dihampiri banyak sekali mahasiswa yang tertarik dengan bisnis kuliner. Dengan sabarnya Chef Arnold menjawab satu per satu pertanyaan dari para mahasiswa. Bahkan dirinya tidak sungkan menyarankan mahasiswa ini untuk menghubunginya jika memang ada hal penting lainnya yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Beliau pun kemudian mengakhiri pertemuan dengan berpesan “Empower yourself! Be the change you want to make in your society, and don’t let the society influence you.”
Teks dan foto: Siti Mahdaria