Dari Konferensi Internasional AIDS 2014

Call For Action

Kota Melbourne menjadi tuan rumah Konferensi Internasional AIDS ke-20, pada 20-25 Juli 2014. Konferensi AIDS Internasional menjadi ajang pertemuan para pekerja di bidang HIV, pembuat kebijakan, orang yang hidup dengan HIV, dan orang-orang yang berkomitmen untuk mengakhiri pandemik ini. Konferensi ini menilai capaian kerja, mengevaluasi perkembangan ilmiah terbaru dan secara kolektif merencanakan jalan ke depan. Melalui konferensi ini diharapkan terjalin jejaring yang semakin kuat, karena AIDS sudah menjadi issu internasional yang memerlukan penanganan bersama-sama.

Dari Indonesia hadir delegasi yang cukup besar dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy. Nafsiah bukan sosok yang asing dalam maslaah AIDS. Sejak 2006 ia adalah Sekretaris Eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Saat mengikuti research fellow di Universitas Harvard (1990-91) ia dibimbing oleh Joep Lange, tokoh senior riset tentang AIDS yang tewas dalam penerbangan Malaysian Arilines MH17.

Nafsiah Mboy-1“Joep Lang yang mengingatkan saya agar mulai memerhatikan penyebaran AIDS di Indonesia dan Asia,” ujar Nafsiah dalam acara Q & A ABC TV (21/7/’14). “Memang saat itu AIDS belum banyak di Indonesia, tetapi Lange mengingatkan jumlah penduduk Asia sangat besar. Kalau tidak ditangani sejak sekarang jumlahnya tak akan bisa ditahan lagi.” Dan dugaan lange ternyata benar. Jumlah penderita/terdampak HIV di Indonesia dan negara-negara Asia kian bertambah.

 

Ayu Oktariani

Salah satu bintang dalam konferensi kali ini adalah Ayu Oktariani. Ayu adalah ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Ia terkena HIV dari Ayu Oktarianisuaminya yang pengguna jarum suntik. Sempat down saat mengetahui fakta tersebut, Ayu kemudian bangkit dan tergerak untuk menjadi aktivis yang memberikan advokasi bagi para penderita dan kelompok terdampak HIV/AIDS. Selain aktif di International AIDS Community, ia tercatat sebagai board Dewan Nasional IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia).

“Mengikuti konferensi internasional semacam ini, bagi kami sama sekali bukan untuk jalan-jalan,” ujarnya lugas. “Ini adalah panggilan untuk beraksi, call for action, memperkuat jejaring dan menambah pengetahuan terbaru tentang HIV/AIDS,” sambungnya.

Dengan segudang aktivitas itu, tak heran jika Ayu didaulat untuk menyampaikan pidato mewakili Komunitas AIDS Internasional. Ia menyisikan ratusan kandidat dari seluruh dunia. Bagi Ayu, isu AIDS bukan semata-mata soal kesehatan, melainkan termasuk juga isu sosial  pendidikan, ekonomi, agama, dan perempuan. Semuanya saling terkait sehingga penanganannya harus dilakukan secara bersama-sama. Dalam catatannya, saat ini ada 130 ribu orang dengan HIV di seluruh Indonesia yang sudah tahu dirinya terinfeksi HIV. Sementara menurut Kementerian Kesehatan, diperkirakan masih ada 450 ribuan orang lagi yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV tetapi belum mengetahui statusnya karena mereka masih takut untuk tes. Jumlah orang terinfeksi HIV di Indonesia saat ini diperkirakan 590 ribu orang.

Aditia (tengah) bersama aktivis Rumah CemaraAditia Taslim, Grat Manager Rumah Cemara, LSM yang secara khusus menangani kelompok terdampak HIV yang berbasis di Bandung,  mengakui bahwa pengobatan korban masih mengandalkan subsidi. Harga obat dirasakan masih sangat mahal dan pilihannya masih terbatas.

“Harga obat berkisar 500 ribu rupiah hingga 2 juta, sangat berat bagi penderita dari kalangan bawah,” ujarnya saat ditemui di arena pameran Global Village di Melbourne Convention Centre.

Rumah Cemara berkerja dengan sejumlah rumah sakit di Bandung dalam menangani pasien HIV. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), mereka sudah mendapatkan meja khusus untuk melayani pasien dari Senin hingga Jumat. “Rata-rata per hari ada 50 sampai 100 pasien,” tuturnya. Tak jarang Rumah Cemara harus menyediakan penginapan bagi pasien yang datang dari berbagai pelosok.

Namun, di tengah berbagai keterbatasan itu, Aditia dan kawan-kawan terus melangkah. Mereka mencari berbagai upaya agar semakin banyak orang peduli pada HIV/AIDS. Salah satu program yang cukup berhasil adalah melalui olah raga, yaitu sepakbola dan tinju. Untuk sepakbola, Rumah Cemara adalah national organizer untuk perhelatan Homeless World Cup sejak 2011. Prestasi tim Indonesia cukup lumayan; peringkat 7 di Paris (Prancis, 2011), nomor 4 di Mexico City (Mexico, 2012), urutan 8 di Poznan (Polandia, 2013). Untuk 2014 ini kereka bersiap untuk bertanding di Santiago (Chile).

Salut untuk para pejuang HIV/AIDS.

 Diskusi terkait HIV-AIDS diminati pengunjung di arena Global Village. Kampanye yang aktif dan interaktif menambah daya tarik.