Workshop IFF Day 1 – Audio and Scriptwriting

Geliat industri perfilman Indonesia di beberapa tahun belakangan sedang naik daun. Terbukti kualitas film–film yang diproduksi pun temanya lebih beragam dan lebih menyesuaikan kategori peminatnya masing–masing. Meskipun demikian,  saat ini pandem sedang berlangsung sehingga penyebaran pemutaran video pun mau tidak mau beralih ke platform digital. Hal ini juga tentunya berdampak kepada para insan perfilman agar dapat menyesuaikan kondisi yang penuh ketidakpastian ini, termasuk bagi beberapa penyelenggara acara–acara pemutaran film.

Kiprah Indonesian Film Festival (IFF) di Australia yang hadir sebagai salah satu wadah untuk workshop, diskusi maupun launching beberapa film festival juga harus menyesuaikan dengan keaadaan ini. Untuk tahun ini, IFF digelar secara online melalui media livestreaming teleconference Zoom. Acara yang biasanya digelar di ACMI (Australian Center for Moving Image) yang berlokasi di Federation Square, Melbourne ini mengundang beberapa pelaku di industri perfilman untuk menyampaikan beberapa gagasan mereka tentang keadaan media film di Indonesia. 

Selain itu, kehadiran IFF juga menjadi wadah sarana apresiasi bagi para pihak–pihak yang bekerja keras di depan maupun belakang layar. Pembicara yang hadir sebenarnya tidak semua berasal dari Indonesia, melainkan beberapa figure dunia entertainment dari berbagai negara.

Untuk hari pertama yang jatuh pada hari Sabtu (27/3), workshop IFF ini mengundang dua pembicara yang membahas music pengiring maupun kejelian dalam memetakan sudut pandang cerita dalam penulisan naskah. 

Pada sesi pertama, hadir Daniel “Dan” Johnston yang berprofesi sebagai seorang foley artist. Foley artist dalam sebuah film adalah orang yang bertanggung jawab menciptakan sebuah efek suara di dalam film atau iklan agar terdengar lebih nyata. Ia sendiri berasal dari Australia, namun karyanya telah mendunia dan terkenal seperti film Mad Max: Fury Road (2015), John Wick (2015) dan Les Miserables (2019). Saat sesi berlangsung juga Dan mengajak para peserta workshop untuk dapat melihat studionya dan beberapa properti yang ia gunakan. 

Sedangkan pada sesi kedua dan masih di hari yang sama, hadir Gina S. Noer yang merupakan salah seorang penulis naskah film–film box office di Indonesia. Karyanya dapat dinikmati dalam film seperti Habibie & Ainun (2012), Keluarga Cemara (2018) dan Dua Garis Biru (2019), dimana ia juga berperan sebagai sutradara. Gina lebih banyak membahas dinamika perjalanan teknik penceritaan atau storytelling yang bisa memenangkan emosi, hati, dan pikiran para penonton yang meliputi berbagai perasaan seperti marah, takut, bahagia, jijik, dan sebagainya. Ia juga mengemukan tentang pentingnya membuat jalan cerita berdasarkan hal standar seperti penulisan 5W+1H yang mencakup why, what, who, when, where, dan how. 

Teks dan Foto:  Destari Puspa Pertiwi