Memulai kembali pariwisata dengan dimulai dari desa, begitulah secara garis besar latar belakang dari dibentuknya inisiatif “Best Tourism Village” oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Inisiatif berskala internasional ini menjadi gelaran pertama sejak diluncurkan pertengahan tahun dalam pembukaan kantor UNWTO untuk regional Timur Tengah di Riyadh, Saudi Arabia pada 26 Mei 2021. Rencananya, pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada pertengahan bulan Oktober ini dalam Majelis Umum UNWTO ke-24 pada tanggal 15-17 Oktober di Marrakesh, Maroko.
Kali ini, OZIP berkesempatan untuk mengunjungi satu dari tiga desa wisata yang menjadi “wajah” Indonesia dalam ajang “Desa Wisata Terbaik” ini.
Melewati gapura “Selamat Datang di Desa Wisata Tetebatu”, OZIP disambut dengan lanskap persawahan di kiri kanan jalan. Deretan daun andong berwarna kemerahan yang ditanam berjejer dengan jarak tertentu terlihat kontras dengan latar hijaunya ladang padi. Hawa sejuk kaki Gunung Rinjani, juga terasa mencubit kulit.
Semakin dalam memasuki desa, sawah yang berundak-undak mengingatkan kita pada Ubud di Bali. Uniknya, sawah-sawah warga difungsikan juga sebagai kolam ikan. Adalah hal lumrah melihat ikan warna-warni berenang di sela-sela tumbuhan padi. Tidak ada alasan spesifik, begitu yang diungkapkan warga setempat saat OZIP menanyai terkait ikan di sawah ini.
Mendapat aliran mata air langsung dari gunung tertinggi di Lombok, Tetebatu menjadi rumah bagi sejumlah air terjun yang menawan. Salah satunya adalah Air Terjun Sarang Walet. Konon dinamakan demikian karena untuk mencapai air terjun ini, pengunjung harus melewati gua batu, tempat walet bersarang.
Air terjun yang tidak terlalu tinggi ini, tersembunyi di balik rerimbunan akar tumbuhan rambat yang menjuntai di sisi jurang batu yang eksotis. Untuk mencapainya, pengunjung harus menyusuri sungai berarus kecil yang dangkal, hanya sekitar betis orang dewasa demi mencapai hulu, tempat di mana air terjun sarang walet ini berada. Sedikit banyak mengingatkan kita pada adegan film-film petualangan.
Puas menikmati keindahan air terjun, OZIP bertolak menuju museum budaya di tengah-tengah dusun, tempat Al Quran tulis tangan berusia ratuhan tahun tersimpan. Museum ini berbentuk selayaknya rumah yang disebut sebagai Bale Kemaliq. Menuju ke Utara, di daerah Ulem-Ulem, terdapat hutan habitat dari monyet hitam, Black Monkey Forest. Tidak hanya itu, hutan ini juga menjadi “rahim” dari pelbagai ragam spesies burung dan tumbuhan.
Tidak begitu jauh dari pintu masuk Black Monkey Forest, terdapatLembah Ulem-Ulem. Kendati tidak lagi dialiri air pasca gempa yang mengguncang Lombok 2018 silam, lembah ini tetaplah salah satu spot favorit terutama bagi pemburu foto.
Di Tetebatu, hiruk pikuk perkotaan seolah menjadi senyap. Sehari di Tetebatu, serasa tidak cukup untuk menikmati keindahan alam serta kearifan lokalnya. Sampai jumpa di lain waktu, kandidat “Best Tourism Village” dari Pulau Seribu Satu Masjid, Lombok.
Teks dan foto: Mutia Putri