Poet’s Day, Satu Penyair Ribuan Makna Mengalir

Poet’s Day yang diperingati pada 21 Agustus tiap tahunnya menjadi momen untuk mendedikasikan sejarah panjang puisi di dunia, terutama bagi para penyair dengan semangat dan keajaiban kata-kata yang mengalir dari ujung pena mereka. Setiap bentuk puisi adalah unik bagi penulisnya karena puisi tercipta dari perasaan dan pengalaman personal yang bisa saja sesuai dengan situasi dan pikiran para pembaca karya mereka. 

Salah satu bentuk perayaan terbaik Hari Penyair adalah mengarang karya sastra puisi. Jika kamu pernah menulis puisi, pada Hari Penyair inilah waktunya membiarkan tinta penamu tumpah, berkreasi, bebaskan kata-kata untuk menemukan maknanya sendiri. Simak obrolan OZIP dengan Nea Maryami, penikmat puisi yang juga bertalenta puitis!

Q: Boleh cerita tentang bagaimana kamu mulai menyukai dan menulis puisi?

A: Aku dulu takut banget sama puisi. Kalau baca takut nggak dapat maksudnya, kalau nulis; gimana caranya bisa bercerita dengan kiasan dan pilihan kata yang nggak sebanyak prosa biasa? Tapi akhirnya aku coba baca buku-buku kumpulan puisi dari lemari buku Ayah. Kadang masih bengong tapi mulai merasakan kenikmatannya. Aku juga mencoba menulis puisi karena mulai jatuh cinta sama puisi-puisi yang kubaca. Awalnya masih panjang-panjang seperti menulis cerpen, tapi mulai mencari rima tiap katanya.

Q: Puisi seperti apa yang menurutmu paling menarik?

A: Menurutku puisi yang paling menarik itu yang ringkas tapi tidak kehilangan kesempatan buat bercerita dan meninggalkan rasa. Aku juga sering terpukau sama penyair yang bisa menyentil isu sosial lewat puisi, tapi tetap personal dan tidak preachy—walau aku juga amat menyukai puisi semacam slice of life, potongan kehidupan sehari-hari. Kalau soal teknik penulisan dan gaya bahasa, aku nggak punya preferensi; itu bagian dari charm-nya penyair yang buatku tidak akan menghilangkan impact dari puisi yang dia tulis.

Q: Siapa penyair yang paling menginspirasimu dan karyanya yang jadi favoritmu? 

A: Jujur, aku belum menyelami dunia puisi lebih dalam untuk bisa punya penyair favorit. Aku menikmati penyair kontemporer seperti Rupi Kaur, yang mungkin banyak di-dubbed overrated; tapi aku suka karyanya yang mengekspresikan pengalaman pribadi tapi menyentil isu yang lebih besar, terutama soal gender dan pengalaman perempuan pada umumnya. Plus, dia juga berhasil “mainstreaming” puisi lewat platform media sosial yang lagi populer.  

Aku juga sangat suka puisi-puisi Dea Anugrah “Misa Arwah”. Tapi yang bikin aku pertama jatuh cinta sama puisi itu WS Rendra. Aku menemukan buku kumpulan puisi Rendra dari lemari ayah dan puisi berjudul “Waktu” bikin kepikiran berhari-hari.

Q: Sharing dong bagaimana proses kreatif kamu dalam menulis puisi?

A: Biasanya aku buat puisi dari kejadian yang lewat depan mataku, bisa pengalaman diri sendiri atau orang lain. Kadang aku mengalami atau menyaksikan sebuah kejadian yang aku perlu proses dulu, jadi nggak sempat bereaksi. Tapi karena aku overthinking seperti milenial pada umumnya, jadi pasti akan terus kepikiran. Setelah kejadian tadi diproses, biasanya aku baru ingat tindakan atau kalimat apa yang seharusnya aku katakan atau lakukan sebagai reaksi atas kejadian tersebut. Tapi, karena sudah lewat dan telat juga untuk bereaksi, jadi aku tulis lewat puisi. Kadang juga, aku buat puisi dari sebuah ide cerita. Aku lebih banyak menulis cerpen sebenarnya, jadi aku eksperimen menuliskan fiksi lewat puisi, biasanya satu adegan saja. (Baca cerpen Nea di neamaryn.wixsite.com)

Q: Hal apa saja yang kamu lakukan untuk mendokumentasikan puisi karyamu dan juga mengapresiasi puisi karya penyair lain?

A: Kalau tiba-tiba kepikiran dan sedang dalam keadaan tidak memungkinkan menulis, aku biasanya catat di notepad ponselku. Kalau lagi belajar atau kerja, aku tulis aja di catatanku. Saat sudah memungkinkan untuk menulis, biasanya aku ketik dan polish sana-sini, lalu aku edit untuk di-post di Instagram atau blog-ku. Belakangan, aku kenal beberapa teman yang jago dalam berkarya juga. Ada temanku yang menawarkan menggunakan salah satu puisiku untuk digubah jadi lagu. Lalu aku juga pernah commission ke temanku yang ilustrator untuk mengilustrasikan puisiku. Jadi sekarang puisi-puisiku bisa dinikmati dalam bentuk tulisan, lagu, dan ilustrasi juga. Berikut puisi karyaku yang juga diunggah ke media sosial Instagram @neamaryn.

Penulis: Evelynd

Foto: Nea Maryami