Pengusaha itu Harus Bermental Fighter

Siam Nugraha
CEO Telkom Australia

Tidak semua orang bisa bermental baja untuk dapat menghadapi perbedaan budaya yang berimbas ke dalam etos kerja. Banyak yang gagap ketika dipaksa keadaan harus menerima kultur yang asing sehingga membuat tidak percaya diri, terlalu berhati-hati, malu, dan takut gagal. Tetapi bagi seorang fighter, perbedaan kultur justru menjadi tantangan baru. Selalu ada yang bisa dipelajari dari setiap perbedaan budaya. Itulah yang dirasakan oleh ahli Business Process Outsourcing (BPO) Siam Nugraha. Ayah tiga anak ini sudah merasakan budaya kerja Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. Jabatannya saat ini adalah CEO Telkom Australia. Di bawah kepemimpinan Siam, Telkom Australia berkembang sangat pesat. Bermula dari hanya enam staf, kini sudah membawahi ratusan pekerja setelah mengakuisisi Contact Centers Australia yang berbasis di Sydney.

Menurut salah satu penasehat IBC ini, pendatang Indonesia diakui memiliki keunggulan dalam persaingan dunia kerja di Australia; berkualitas, patuh, dan loyal. Mereka bahkan tak segan mengerjakan lebih dari yang diharuskan. Pengusaha Australia tentu menyukai tipe pekerja yang seperti itu, penurut dan tidak macam-macam.

Bagaimana posisi pendatangIndonesia mereka di dunia usaha Australia? Setelah “sukses” menjadi pekerja, sudah seharusnya pendatang Indonesia berani menciptakan pekerjaan, setidaknya untuk diri sendiri. “Sebagai pendatang, harusnya punya mental fighter. Jauh dari kampung halaman kita harus bersikap no thing to lose.”

Siam sangat mendorong bertambahnya pengusaha Indonesia yang berinvestasi di Australia. Berinvestasi dalam arti melakukan bisnis dengan benar. Dalam amatannya, banyak pendatang dari negara lain yang hanya mengambil alih suatu usaha untuk mendapatkan pekerjaannya tetapi tidak melaklukan bisnis secara kompetitif. Menurutnya, tidak perlu takut untuk memulai bisnis, apalagi banyak kemudahan dan grant yang diberikan oleh pemerintah Australia. Namun, ia menyarankan agar para pemula benar-benar memahami aturan main dan segala kemudahan berinvestasi itu. “Seseorang tidak akan diampuni karena ia beralasan tidak tahu aturannya. Sudah menjadi kewajiban semua orang untuk mengetahui aturan tersebut.”

Dalam pandangannya, memulai suatu usaha memang memerlukan modal, tetapi memiliki uang yang cukup bukanlah hal yang utama. Mendapatkan kepercayaan orang jauh lebih penting. Dengan mendapatkan kepercayaan, modal dana itu bisa didapatkan. Kita bisa berbisnis dengan dana dari orang lain. “Tantangannya ialah kemampuan kita meyakinkan bahwa uang mereka itu aman.” Untuk mendapatkan kepercayaan semacam itu, kredibilitas dan networking sangat menentukan. Siam juga mengingatkan bahwa kemampuan beradaptasi dengan budaya setempat sangat penting, terutama soal bahasa. “Uang bisa dipinjam tetapi tidak dengan bahasa.”

Pada dasarnya di Australia ini pendatang Indonesia bisa membuka usaha apa saja, asalkan memiliki sesuatu yang berbeda atau unik. Siam memberi tips agar para pemula memilih jenis usaha yang tidak terlalu banyak pemain atau pesaingnya (blue ocean). Namun jika terpaksa masuk ke jenis usaha yang digarap banyak orang (red ocean), seperti bisnis restoran, harus menyiapkan mental petarung. “Untuk memenangkan kompetisi, kita harus lebih baik. Untuk lebih baik, kita harus berbeda.”

Untuk mendapatkan perbedaan atau keunikan dalam bisnis yang digeluti, kemampuan membaca pasar menjadi sangat penting. Para pemula tidak bisa hanya menawarkan produk yang hanya dinilai bagus oleh diri sendiri. Pasar yang menentukan apakah produk kita diterima atau ditolak. Oleh karena itu, intuisi harus selalu diasah agar dapat melihat perkembangan pasar jauh melebihi para kompetitor. Persaingan yang ketat itu akan menantang pengusaha untuk selalu kreatif dan menawarkan hal-hal baru.

Membangun dan memperluas jejaring memang sangat penting. Itulah jalan yang akan membuka peluang untuk pengembangan bisnis. Untuk hal yang satu ini, Siam berpesan, “Tidak semua networking itu penting. Jaga hubungan baik terutama dengan orang yang dapat mengapresiasi keahlian dan kelebihan kita.”

 


——————————————————————————————————————————————————————————–

An Entrepreneur Needs a Fighter’s Mentality

Not everyone has a steely resolve when faced with cultural differences in a new work environment. Many falter when forced to adapt to a foreign culture, which makes them feel insecure, overly cautious, embarrassed, and they fear failure. But, for a fighter, cultural differences become a new challenge. There is always something to be learned from cultural differences. At least, according to Business Process Outsourcing (BPO) expert Siam Nugraha. The father of three has already experienced the working culture of America, Europe, Asia and Australia. His current position is CEO of Telkom Australia. Under the leadership of Siam, Telkom Australia is growing very rapidly. Starting with only six staff, there are now hundreds of workers at Contact Centres Australia based in Sydney.

According to one IBC advisor, Indonesian migrants are recognised to have strengths in the competitive working world in Australia; quality, obedient, and loyal. They are even willing to do more than what is necessary. Australian employers like this type of worker, obedient and professional.

What is the position of Indonesian migrants in the Australian business world? After the “success” of becoming employees, Indonesian migrants should dare to create jobs, at least for themselves. “As a migrant, you have to be a mental fighter. Far from our own backyards we have to have the approach nothing to lose.”

Siam really encourages an increase of Indonesian businesses investing in Australia. Investing in the sense of doing business in the right way. From his observation, many migrants from other countries take over a business to gain employment, but do not do competitive business. According to him, do not be afraid to start a business, especially because of the benefits and grants given by the Australian government. However, he suggests beginners really understand the rules of the game and all the easy ways to invest. “A person will not be forgiven because they do not understand the rules. It is everyone’s duty to understand the rules.”

From his point of view, starting a business does require capital, but having enough money is not the main thing. Gaining the trust of people is far more important. Through gaining people’s confidence, capital funds can be obtained. We can do business with funds from others. “The challenge is our ability to ensure that their money is safe.” To get that kind of trust, credibility and networking is crucial. Siam also emphasises the ability to adapt to the local culture is really important, especially the language. “Money can be borrowed but language can’t.”

Essentially in Australia, Indonesian migrants can open any business, provided they have something different or unique. Siam’s tip is for beginners to choose types of businesses where there are not too many players or competitors (the blue ocean). But, if forced to get into a business with many people (red ocean), such as the restaurant business, be prepared mentally for a fight. “To win the competition we must be better. To be better, we must be different.”

To be different or unique in business, the ability to read the market becomes very important. Beginners cannot only offer products that they themselves consider to be good. The market is what determines whether the product is accepted or rejected. Therefore, your intuition must be sharp for the market development to exceed your competitors. Intense competition will challenge businesses to always be creative and offer new things.
Building and expanding networks is very important. That path will open up opportunities for business development. For this, Siam’s message, “Not all networking is important. Maintain good relations especially with the people who appreciate our expertise and strengths.”

Photo: Widi Baskoro