Musim panas ini, aku berkesempatan meliput proses panen teh musim panas di perkebunan teh d:matcha Kyoto. Kali ini, Mereka melakukan panen di perkebunan teh kultivar Yabukita. Mereka mulai memanen di siang hari karena mencocokkan dengan waktu reservasi di pabrik teh Tencha. Setelah kurang lebih tiga jam proses panen, tim d:matcha yang berjumlah lima orang berhasil memanen sekitar 450 kg daun teh dari kebun ini. Matcha yang dihasilkan dari kebun ini akan dijadikan matcha blend yang digabungkan dengan hasil panen teh kultivar Okumidori. Produk akhirnya akan menjadi Premium Matcha Blend yang cocok untuk latte dan confectionery.
Kualitas teh Jepang dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu panennya. Tergantung letak wilayahnya, biasanya ada tiga atau empat musim panen teh Jepang sepanjang tahun. Menurut founder d:matcha Kyoto Daiki Tanaka, Ichibancha (一番茶) berlangsung dari awal April hingga awal Juni, tergantung pada lokasi dan iklim perkebunan teh. Beberapa daerah, seperti Saitama dan Ibaraki, hanya memiliki satu atau dua musim panen.
Kemudian ada Nibancha (二番茶), biasanya panen dimulai pada bulan Juni atau Juli, tergantung pada beberapa faktor. Sementara Sanbancha (三番茶), hanya untuk daerah selatan. Panen dilakukan pada akhir musim panas, dari pertengahan Agustus hingga pertengahan September. Di daerah lain, petani teh memilih untuk tidak memanen selama periode ini. Misalnya bagi d:matcha Kyoto, teh yang mereka pasarkan hanya yang berasal dari panen musim semi (Ichibancha) dan teh musim panas (Nibancha).
Shuutoubancha (秋冬番茶) atau Harubancha (春番茶) adalah sesi panen keempat atau terakhir di setiap tahunnya. Shuutoubancha berlangsung dari pertengahan Oktober hingga pertengahan November. Para petani memilih periode ini untuk pemangkasan teh mereka sebagai persiapan panen musim semi.
Setiap periode panen, menghasilkan jenis teh berbeda. “Misalnya, Ichibancha menghasilkan gyokuro, shincha (teh hasil panen musim semi) yang berharga, juga sencha dan matcha dengan kualitas tertinggi,” jelas Daiki. Hal ini menjadikan musim semi sebagai musim terpenting bagi produksi teh Jepang, karena ketika musim dingin, pohon teh menjadi tidak aktif dan mengumpulkan nutrisi untuk digunakan saat pertumbuhan mereka di musim semi. Hasilnya, teh musim semi menjadi teh terbaik karena memiliki konsentrasi nutrisi tertinggi dibandingkan teh hasil periode panen lainnya. Bahkan bagi sebagian petani gyokuro premium, mereka hanya menikmati Ichibancha. Setelah Ichibancha, tanaman teh beristirahat dan mulai mempersiapkan panen tahun depan.
Selama Nibancha dan Sanbancha, sencha dan matcha dengan kualitas lebih rendah seperti culinary grade dipanen. Matcha grade ini cocok digunakan untuk bahan pembuatan latte dan dessert. Teh yang dipanen selama Shuutoubancha atau Harubancha termasuk Hirabancha dan Kyobancha memiliki daun yang lebih tebal dan berserat, sehingga lebih cocok untuk dijadikan houjicha (roasted tea).
Dalam d:matcha, proses panen antara Ichibancha dan Nibancha perkebunan tidak berbeda. Mereka memulai proses panen dengan membuka cover atau shade yang menutupi pohon teh dari sinar matahari. Kemudian, setelah memastikan daun teh tidak basah dan memiliki kelembaban yang layak panen, mereka akan langsung memanen dengan mesin panen tangan manual. Karena kontur lahan seperti tebing yang tidak memungkinkan penggunaan mobil panen, setiap baris teh harus dipanen satu per satu dengan mesin panen tangan manual. Setelah panen, semua daun harus segera dibawa ke pabrik dan diproses, guna menghindari terjadinya oksidasi pada teh.
Bertani di bawah suhu 36 derajat Celsius tidaklah mudah. Mereka harus memastikan cairan tubuh tercukupi dan memiliki perlindungan cukup untuk mengindari heat stroke. Tentunya kerjasama tim dan fokus menjadi kunci. “Rasa panas dan dahaga saat panen tidak terasa berat ketika membayangkan teh-teh ini akan dinikmati oleh pelanggan setia kami,” ungkap Daiki. Dia juga berterima kasih dengan timnya yang solid karena semangat berjuang bersama untuk memenuhi kebutuhan pelanggan d:matcha Kyoto.
Teks dan foto: Siti Mahdaria