Mengintip Budaya Ngopi di Turki

Ternyata tak hanya orang Melbourne yang keranjingan kopi. Di Turki, budaya ngopi terasa kuat sekali dan menjalar ke seluruh penjuru negeri.

 

Kopi Turki atau yang biasa disebut dengan Türk Kahve, sangat dicintai oleh masyarakat Turki. Kopi Turki dibuat dengan metode khusus yang umum digunakan di wilayah Levant, Mediterania Timur. Untuk membuat Türk Kahve, biji kopi terbaik dihaluskan sedemikian rupa tanpa saringan sehingga bertekstur menyerupai coklat bubuk. Bubuk kopi ini kemudian akan direbus bersama gula dan kapulaga dalam sebuah pot khusus yang disebut dengan cezve atau ibrik, sebuah pot kecil berbahan tembaga dengan sebuah gagang panjang. Minuman ini dihidangkan dalam sebuah gelas kecil, ditemani dengan sebuah dodol khas Turki atau yang biasa disebut dengan lokum (masyarakat Melbourne mengenalnya dengan sebutan Turkish delight).

 

Konon katanya, gaya pembuatan kopi Turki ini berasal dari Yaman, kemudian tersebar hingga ke Mekah, Kairo, Suriah. Baru pada pertengahan abad ke-16, metode pembuatan ini sampai ke Turki. Gubernur Kerajaan Ottoman di Yaman sangat menyukai kopi ini dan memperkenalkannya kepada Sultan Suleiman, hingga membuat kopi ini populer di Istanbul.

 

Ömer, salah seorang staf Bandirma University yang memperkenalkan kopi Turki kepada penulis, menjelaskan bahwa sebenarnya Turki tidak menanam kopi sendiri, melainkan mengimpornya dari negara lain. Namun, keunikan dari kopi ini tercipta dari proses pengolahan biji kopi hingga menjadi bubuk kopi. Biji kopi Turki diolah hingga sangat halus bahkan melebihi kehalusan bubuk espresso. Cara pengolahan ini menghasilkan kopi dengan cita rasa berbeda: lebih kuat dari espresso, tapi tidak lebih pahit. Cita rasa yang dinilai sangat unik dan disukai oleh pecinta kopi pahit. Salah seorang barista di Çelik Spor Restaurant, sebuah restoran yang berlokasi di bangunan bersejarah peninggalan Kerajaan Ottoman, mengatakan bahwa cara kopi dipanggang dan dimasak inilah yang sesungguhnya menentukan kepekatan rasa kopi.

Pada umumnya, orang-orang menikmati kopi sambal ngafe. Mereka gemar nongkrong di sebuah kedai kopi entah di pagi ataupun sore hari. Mereka biasanya berkumpul bersama kerabat atau teman di kedai ini, sambil saling berbagi cerita. Tradisi minum kopi juga menjadi simbol persahabatan dan hiburan di Turki. Undangan untuk ngopi bersama pun menjadi saat-saat yang penting dan intim untuk berdiskusi memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari.

Dalam sejarah peradaban masyarakat Turki, ritual pembuatan kopi bahkan memiliki peran penting dalam tradisi pernikahan. Misalnya, seorang calon suami akan menilai kemampuan calon istrinya dalam menyeduh kopi. Bahkan hingga saat ini menjadi sebuah kebiasaan bagi seorang calon menantu perempuan untuk membuat dan menyuguhkan kopi kepada calon keluarga baru ketika mereka datang melamar sang gadis. Sebuah kebiasaan menarik dari tradisi ini adalah ketika calon mempelai perempuan menaruh garam dan bukan gula di dalam kopi, untuk menguji karakter dari sang calon mempelai lelaki.

 

Jika penasaran, Anda bisa mencoba membuat kopi Turki ini di rumah. Berikut caranya:

  1. Bubuhkan dua sendok teh bubuk kopi ke dalam cezve.
  2. Tambahkan satu gula berukuran dadu ke dalam cezve untuk tingkat kemanisan medium, dan dua gula dadu untuk rasa yang sangat manis. Namun, jika Anda menyukai kopi pahit, disarankan untuk tidak perlu menambahkan gula saat merebus kopi. Gula harus direbus hingga mendidih bersama dengan kopi.
  3. Tuang sekitar 100 ml air dan rebus hingga mendidih dengan api kecil. Matikan api begitu ada busa atau gelembung di permukaan adonan kopi. Secara tradisional, orang-orang meyakini bahwa apabila tidak ada busa dalam proses merebus adonan kopi, maka ia bukanlah kopi Turki.
  4. Hidangkan kopi dalam sebuah gelas kecil, nikmati bersama lokum dan air.

 

Agar dapat menikmati Türk Kahve seperti laiknya orang Turki tulen, sebaiknya kopi diaduk kopi sebelum diminum sehingga kopi terus tercampur dengan sempurna dengan air. Dengan demikian, tidak akan ada bubuk kopi yang mengendap dan kopi pun bisa dinikmati dengan sempurna.

 

Teks dan foto: Siti Mahdaria