Beri Kesempatan Pada Diri Sendiri

Suatu hari, di tepian sebuah sungai, tampak dua orang kakak beradik sedang bercanda riang. Tiba-tiba, karena kurang hati-hati, sang adik terjatuh ke dalam sungai yang cukup dalam. Celakanya, di antara mereka berdua tidak ada yang bisa berenang. Karena itu, sambil berteriak-teriak ketakutan, sang kakak meminta tolong kepada orang-orang yang berada di sekeliling tempat tersebut. Tetapi, karena tempat tersebut sepi, pertolongan pun terlambat datangnya. Alhasil, sang adik tenggelam dan meninggal dunia.

Kedua orang tua mereka, sanak saudara serta orang-orang yang bermukim di sekitar tepian sungai tersebut, tidak menyalahkan sang kakak atas musibah yang dialami sang adik. Mereka menerima musibah itu dengan lapang dada dan menganggap bahwa semuanya sudah merupakan suratan takdir dari Yang Maha Kuasa.

Namun, sang kakak belum bisa menerima kenyataan bahwa sang adik telah tiada. Sejak kecelakaan itu terjadi, dia berubah menjadi seorang anak yang pemurung dan penyendiri. Dia tidak berani dan malu menghadapi orang-orang karena hati dan perasaannya senantiasa didera perasaan bersalah. Setiap hari dia sibuk menyalahkan dirinya sendiri. Si kakak merasa dirinya merupakan alasan mengapa sang adik yang sangat disayanginya itu meninggal. Sebagai kakak, ia merasa bahwa dirinya tidak bisa menjaga adiknya sendiri. Peristiwa itu sangat membebani pikirannya.

Suatu hari, ibunya jatuh sakit dan terbaring lemah di tempat tidur. Selama itu pula, sang kakak setia menemani, melayani, dan memberi perhatian kepada ibunya. Kembali, ia dipenuhi rasa takut akan kehilangan orang yang disayanginya.

Suatu ketika, sambil menghela napas panjang sembari menggenggam tangan anaknya, dengan suara lemah sang ibu berkata, “Anakku, ibu telah kehilangan anak-anak ibu.”

“Tidak, Bu. Masih ada aku,” ujar si kakak sambil terisak.

“Ibu tahu kamu ada secara fisik, tetapi jiwamu tiada. Sejak adikmu pergi, jiwamu seakan ikut dibawa pergi. Apa lagi yang tersisa untuk kami, ayah dan ibumu?” ujar sang ibu sembari mengusap lembut tangan anaknya. ”Sejak peristiwa itu, kamu seperti tidak pernah ada lagi di rumah ini.”

“Rumah ini terasa mati tanpa semangat lagi. Nak, ibu tahu kamu sangat menyayangi adikmu, tetapi dia telah pergi untuk selamanya. Caramu menghukum diri tidak akan mengembalikan adikmu dan membuat ayah dan ibu tambah bersedih. Ibu rasa, cukup sudah dukamu. Masih ada kami, ayah dan ibumu yang menyayangi dan membutuhkanmu,” ucap si ibu memohon sambil mengusap lelah mata tuanya.

Sambil terisak si anak berkata “Maaf, bu. Tanpa disadari, selama ini saya telah membuat ibu dan ayah bersedih. Kepergian adik dengan cara seperti itu sungguh telah melumpuhkan setengah jiwaku. Ibu jangan bersedih lagi. Aku berjanji akan mengubah pola pikir dan sikap selama ini. Juga berusaha kembali seperti dulu, membahagiakan ayah dan ibu. Cepat sembuh, bu. Aku masih anak ibu yang dulu.”

Mendengar janji tulus yang diucapkan si kakak, sang ibu pun tersenyum dan mereka pun berpelukan dalam keharuan.

Dear Readers,

Dalam putaran kehidupan ini, seringkali ulah kita yang tidak disengaja berdampak kepada musibah atau kerugian orang lain. Oleh karena itu, timbullah perasaan bersalah yang membawa penderitaan hidup yang berkepanjangan kepada diri kita sendiri.

Sebenarnya, bukan masalah kita merasa bersalah. Justru, semua itu merupakan wujud tanggung jawab kita sebagai pribadi yang bermoral. Namun, jika memang itu merupakan sebuah peristiwa yang tak terelakkan dan kita sudah meminta maaf karenanya, jangan biarkan beban itu terus ada di dalam pikiran kita. Sebab, jika kita terus membiarkan perasaan bersalah ada di dalam pikiran, apakah keadaan bisa berubah? Apakah rasa berdosa itu akan membuat kita mampu memperbaiki peristiwa yang telah lalu? Apa pun yang telah terjadi, kita harus bisa menerima dengan jiwa besar. Dan jika kita memang ingin mengubah keadaan itu, ubahlah dengan cara yang positif. Mulailah dengan meminta maaf jika ada yang menjadi korban, memperbaiki diri dengan tidak mengulangi peristiwa yang sama dan mengoreksi diri dengan perilaku dan tindak-tanduk yang lebih positif.

Marilah kita berusaha memberi kesempatan pada diri sendiri untuk menata kembali hidup diri kita sendiri dan orang-orang di sekeliling kita. Dengan berani menghadapi hidup melalui perbaikan, koreksi, dan evaluasi diri terhadap berbagai peristiwa yang kita hadapi, keberadaan kita akan punya nilai yang penuh arti.

Salam sukses luar biasa!