Minggu 17 Agustus 2014 yang lalu, tidak seperti perkiraan cuaca yang diprediksi akan hujan. Sore itu, sinar mentari setia menerangi Federation Square yang dipadati sekitar seribu warga yang merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Tak hanya pendatang Indonesia, ratusan pengunjung dari berbagai Negara ikut penasaran ingin menyaksikan pertunjukan sore itu. Selain pengibaran bendera merah putih yang dilaksanakan oleh Paskibra KJRI-PPIA Victoria, mereka terlihat antusias menunggu pertunjukkan tari Saman dari grup Saman Melbourne.
Tepat jam 3.30 , pertunjukkan tari Saman pun dimulai. Terdengar alunan gendang dan nyanyian
mengiringi 29 penari yang memasuki arena dan disambut tepuk tangan meriah dari penonton. Tim pertama ini mengenakan atasan dan celana hitam yang dilapisi dengan kain tradisional berwarna emas, biru dan merah muda. Setelah melakukan tiga set gerakan, 40 penari yang tergabung dalam Tim B menyusul memasuki arena dan mendapat sambutan yang tidak kalah meriah dari penonton. Total 69 penari ini lalu menyuguhkan beragam keindahan gerakan tari Saman yang dilakukan secara harmonis. Meski berlangsung cukup singkat, kekompakan mereka berhasil memukau pentonton.
“Ini tari Saman pertama yang aku lihat secara live. Rasanya merinding melihatnya apalagi ditarikan oleh para penari yang multi-kultural dan multi-agama,” ujar Emma Suryani salah satu penonton. “Tariannya bagus dan kompak. Aku sebagai bagian dari bangsa Indonesia bangga bisa pamer budaya kita di tempat gaulnya Melbourne ini,” tambahnya.
Lalu bagaimana cerita dibalik persiapan acara Saman 69 ini?
“Saman 69 adalah acara yang dilakukan secara sukarela oleh organisasi Saman Melbourne bekerjasama dengan KJRI,” ujar M. Rangga Wiranatakusumah koordinator acara. “Kami ingin memperkenalkan keindahan budaya dan nilai positif Indonesia. Kami berharap anggota grup ini bisa menjadi ambassador, duta budaya bagi Indonesia,” sambungnya. Diakui Rangga, proses penggarapan acara ini cukup rumit, sementara waktu persiapan sangat singkat. Namun semuanya berhasil dilalui dengan baik berkat kerjasama yang padu dari semua panitia yang telah berkomitmen.
Tema 69 penari dipilih untuk merayakan dirgahayu Indonesia yang ke-69. Selain itu pesan yang lebih penting adalah memperlihatkan nilai positif Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika atau Unity in Diversity. Ke-69 penari yang memiliki beragam latar belakang itu menunjukkan nilai Diversity sementara harmonisasi dan kekompakan dalam gerakan tari Saman menunjukkan nilai Unity.
Memang, ada tantangan tersendiri dalam melatih 69 peserta yang sebagian besar belum pernah menari Saman dalam waktu yang singkat. Nia, Titou, Pipin, Jessie dan Bagas, berjibaku dalam proses pelatihan yang dimulai dari bulan Juli. “Tantangan utama adalah mengumpulkan dan mengkoordinasi 69 penari,” ujar Jessie. “Saat mengajarkan tari Saman, kami mencoba untuk mengajarkan semaksimal mungkin, tetapi tidak ingin menghilangkan unsur fun dan kebersamaan saat latihan agar mereka tetap semangat,” tambahnya.
Jane, salah satu penari mengatakan sangat gugup di awal latihan, tetapi kesabaran para pelatih membuatnya merasa nyaman. “Saya suka filosofi Saman Melbourne bahwa yang terpenting adalah have fun dan menunjukkan cinta kita kepada Indonesia daripada harus menari dengan sempurna,” ujar Jane.
“Setelah sukses dengan 69 penari Saman di Fed Square, sajian apalagi untuk tahun depan ya?” demikian status facebook acting Konsul Jenderal Ita Puspitasari sesusai acara.
Pukulan gendang dan lantunan suara Pipin Jamson yang merdu memenuhi udara Fed Square, iringan rampak kendang Sunda yang meriah, liukan 69 penari yang hampir tanpa cacat, telah memberi kesan yang cukup dalam bagi semua yang terlibat. Semoga tahun depan, di Fed Square Melbourne, sajian mengejutkan akan kembali hadir menggetarkan nama Indonesia, lebih kencang lagi.
Miranti Daniar