Sebagai bagian dari rangkaian acara Indonesian Film Festival (IFF) yang ke-16, PPIA University of Melbourne selaku penyelenggara festival mengundang Salman Aristo dan Yandy Laurens sebagai pembicara workshop yang diadakan ada hari Sabtu (12/3/2022) dan Minggu (13/3/2022). Workshop diadakan secara virtual melalui Zoom.
Bagi OZIPmates yang familiar dengan iklim perfilman Indonesia pasti sudah tidak asing dengan duan ama ini; Salman Aristo merupakan penulis Ayat-ayat Cinta (2007), Laskar Pelangi (2008), dan Negeri 5 Menara (2012), dan Yandy Laurens adalah sutradara yang dikenal dengan film pendeknya seperti Sepuluh Meter (2020) dan Sore: Istri dari Masa Depan (2017). Dari segi materi, Salman Aristo yang kerap disapa Mas Aris memimpin lokakarya mengenai penulisan skrip film, sedangkan Yandy menyampaikan materi dalam bidang film pendek atau short film.
Screenplay: Dari Kertas Menuju Layar
Dalam workshop-nya yang bertajuk “From Script to Screen”, Mas Aris menguak proses pembuatan skrip dengan pendekatan yang lebih teknis. Dibanding memaparkan teknik-teknik penulisan skrip, Mas Aris membahas mengenai proses penerjemahan skrip menjadi film; dengan kata lain, how to produce a screenplay.
Diskusi dengan produser film menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses produksi skrip film, terlepas dari kehadiran sutradara film tersebut. “Partner penulis skrip adalah produser, bukan sutradara,” ujar Mas Aris.
Tentu saja salah satu aspek yang paling dicari dari sebuah skrip adalah cerita yang memikat penonton, cerita yang memiliki premis yang jelas serta tema dan karakter yang kuat. Penceritaan (storytelling) cerita yang ada dalam skrip juga penting; Mas Aris memaparkan bahwa produser selalu mencari “good story well-told”, atau cerita bagus yang diceritakan dengan baik. “Yang dicari adalah cerita yang memikat dan diceritakan dengan sama memikatnya,” kata Mas Aris.
Hal lain yang harus diperhatikan oleh seorang penulis skrip adalah besarnya pengaruh skrip terhadap jalannya produksi sebuah film; sebuah skrip atau skenario harus bisa dibaca oleh kru lain seperti asisten sutradara, bagian kostum, bagian desain produksi, bagian sinematografi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam pengembangan skenario, sang penulis dibantu oleh anggota kru lain dalam penyusunan skenario film.
Proses rumit di atas bisa menyebabkan penulis skenario terjebak dalam development hell, atau kondisi dimana pengembangan suatu karya kreatif terhambat tanpa adanya tenggat waktu yang pasti. Menyikapi situasi tersebut, Mas Aris menekankan pentingnya hubungan baik antara penulis skenario dan produser film, salah satunya adalah dengan “belajar cara berkomunikasi dalam kolaborasi”.
Mas Aris menutup sesinya dengan mengutip sineas legendaris Alfred Hitchcock: “Penulis skenario menulis bukan untuk mengisi kertas tapi untuk mengisi layar.” Di samping itu, Mas Aris juga menyampaikan prinsipnya dalam mengerjakan skenario yang ditanamkan oleh produser Riri Riza: “mengerjakan apa yang gue suka,” katanya.
Short Film: Cerita Pendek, Padat, dan Jelas
Untuk workshop hari selanjutnya memiliki judul “Behind the Story of a Short” yang digurui oleh Yandy Laurens. Proses dan konseptualisasi di belakang sebuah film pendek menjadi bahan perbincangan dalam workshop ini, dilanjutkan dengan bedah film pendek pemenang kompetisi film pendek IFF.
Yandy membuka sesinya dengan menjelaskan peran besar film pendek dalam mengangkat karir para calon sutradara muda. Dengan mengumpulkan film pendek karya sendiri ke dalam festival film, seorang sutradara muda dapat mendapatkan lebih banyak pengalaman melalui talent lab, mentoring bersama filmmaker kelas atas, sampai kelas membuat skrip, semua berkat koneksi yang didapatkan dari sebuah festival film. “Yang penting ke film festival itu adalah belajar,” jelas Yandy.
Dengan kata lain, karir seorang pembuat film sangat bisa beranjak dari membuat film pendek, begitu menurut Yandy. Film pendek sendiri memiliki tiga unsur: story atau cerita, statement atau pernyataan, dan style atau gaya.
Sedikit berbeda dengan story film panjang yang biasanya terdiri dari tiga babak, alur cerita film pendek dapat dipangkas menjadi dua babak saja, meninggalkan babak pertama yang biasanya terdiri dari eksposisi atau perkenalan cerita. Durasi film pendek yang lebih singkat juga memberikan ciri khas dari segi pesan, dimana ada pesan yang hanya bisa tersampaikan dalam film pendek; hal ini juga dikenal sebagai statement atau ‘pernyataan’ dari film pendek tersebut.
“Statement sebuah film pendek harus menggugah pandangan orang terhadap sesuatu, atau setidaknya memancing diskusi terhadap topik tersebut,” pesan Yandy.
Style atau gaya dari sebuah film pendek mencakup sinematografi, unsur mise en scene seperti komposisi, desain produksi, pencahayaan, kostum, tata rias, dan suara serta editing. Meskipun demikian, gaya adalah lapisan terluar dari sebuah film pendek. “Jantung sebuah short film adalah statement,” tegas Yandy.
Kembali berangkat dari wejangan Riri Riza, Yandy mengatakan bahwa “hidup harus lebih besar dari film”, niscaya scope atau pandangan sebuah film akan menjadi sempit. “Serunya film adalah mengekspresikan sesuatu yang autentik dari dalam diri kita,” ujarnya.
Teks dan foto: Jason Ngagianto