Mendidik anak untuk berpuasa, apalagi bukan di Tanah Air yang notabene mayoritas penduduknya adalah muslim, tentunya mempunyai kisah-kisah dan tantangan tersendiri. Mau tau bagaimana kisah, tips, dan suka duka dari para Ibu dalam mengajarkan anak berpuasa di sini? Yuk, simak apa kata mereka.
Diana Pramanik (Footscray)
Diana yang baru tinggal di Melbourne selama 2 tahun 3 bulan, mempunyai 2 putra yaitu Kemal (12 tahun) dan Athar (7 tahun). Diana mempunyai tips mengajarkan anak berpuasa yang unik, yang disebut oleh Diana sebagai “Jurus Raja Tega”. Diana lebih memilih untuk berperan sebagai Ibu yang “Raja Tega”, agar kuat hati dalam menghadapi rengekan kedua putranya. “Seringkali anak-anak jadi cranky, minta buka puasa duluan. Itu bukan hal mudah lho bagi seorang Ibu. Bisa dibayangkan kan bagaimana sebenarnya pergulatan perasaan dalam hati saya. Bagi saya sih mending tegas sekarang, daripada telat mengajarkan berpuasa saat mereka sudah dewasa. Pasti jauh lebih sulit” , ungkap Diana.
Kedua putra Diana mulai berpuasa penuh, dari Subuh hingga Maghrib, mulai mereka berusia 5 tahun meskipun masih suka “bolong-bolong”. Diana mengajarkan berpuasa dengan menggunakan cerita-cerita konyol dan lucu tentang pengalaman Diana berpuasa saat masih kecil. Obrolan ringan tentang keharusan berpuasa, bagaimana nikmatnya berbuka setelah seharian berpuasa, tentang shalat Tawarih, dan lain-lain, diobrolkan oleh Diana dengan santai.
“Jujur saja, kadang saya masih sering mengiming-imingi dengan hadiah sebagai motivasi anak-anak dalam berpuasa. Menurut saya sah-sah saja, karena sifatnya lebih untuk penyemangat agar mereka dapat berpuasa dengan baik”, ucap Diana berbagi tips. Diana menganggap tantangan untuk berpuasa di Australia, utamanya adalah saat mereka sedang di sekolah. Aktivitas bermain yang menguras fisik, atau melihat teman-temannya sedang makan siang, atau bahkan birthday party, tentunya menjadi “godaan” tersendiri bagi anak-anak. Diana sadar, semangat kejujuran dan teguh hati sangat diperlukan oleh anak-anaknya di saat-saat tersebut. “Jangan lupa untuk memberitahukan kepada guru di sekolah, bahwa anak-anak kita sedang berpuasa. Dengan demikian gurupun bisa memahami dan mensupport anak-anak kita dalam berpuasa”, tambah Diana.
Nadya Octaviani (Sydenham)
Ibu muda dengan 4 anak (Nadine 11 tahun, Freja 8 tahun, Lyra 6 tahun, dan Aidan 4 tahun) yang telah menetap di Australia sejak 9 tahun yang lalu ini, lebih memilih untuk mengajarkan puasa langsung lewat contoh sehari-hari. “Dengan melihat kami orang tuanya berpuasa, saya yakin akan menjadi ajakan yang lebih real agar mereka mau berpuasa juga”, tutur Nadya. Selain itu Nadya juga mengajak anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan Madrasah di Surau Kita, Coburg. Melalui Islamic Study, anak-anakpun mendapat bekal tambahan yang lebih lengkap tentang puasa dari guru-guru mereka.
“Tantangan berpuasa lebih ke anak-anak yang lebih muda usianya, seperti Freja dan Lyra. Terutama di sekolah seusai sport activity, pastilah mereka haus dan lelah. Kalau saat snack-time dan lunch juga kadang masih suka pengen ikut makan, hehe. Tapi untuk Nadine yang sudah lebih besar, dia lebih kuat dan tidak tergoda”, tambah Nadya.
Nadya juga menganggap komunikasi ke pihak sekolah bahwa anak-anak sedang berpuasa sangatlah penting. Sehingga tidak ada salah paham ketika guru-guru melihat anak-anak tidak membawa makanan atau minuman ke sekolah. Sekalipun begitu, Nadya tetap membawakan lunch box dan minuman ke sekolah, “Untuk jaga-jaga saja kalau-kalau mereka tidak kuat berpuasa. Kalau sudah besar seusia Nadine, dia sudah bisa menjelaskan sendiri ke guru dan teman bahwa dia sedang berpuasa”.
Ayiek Armanto (Point Cook)
Mempunyai dua putra dan putri yang telah remaja (Rafi 17 tahun dan Melvina 12 tahun), bukannya tidak menyisakan kisah khusus bagi Ayiek tentang mengajarkan anak-anak berpuasa. Rafi dan Melvina telah belajar berpuasa dari kecil, walau dimulai dengan puasa setengah hari tetapi pada saat Rafi berusia 7 tahun dan Melvina 8 tahun mereka telah mulai mampu untuk berpuasa penuh.
Bagi Ayiek, tantangan untuk berpuasa di sini lebih ke pertanyaan-pertanyaan yang sering dilontarkan oleh teman-teman mereka seperti, “Are you okay?” atau “Do you want to have some drink?” dan masih ditambah dengan tawaran-tawaran lain berupa cokelat, roti, biskuit, dan lain-lain. “Kalau ke guru-guru lebih mudah ya dalam menjelaskan tentang puasa, tapi ke teman-teman mereka itu yang lebih sulit, hehe”, ungkap Ayiek. Walaupun begitu, aktifitas anak-anak tetap tidak berubah. Rafi tetap mengikuti training bola seminggu dua kali setelah berbuka puasa, dan masih ditambah Minggu siang untuk bertanding. Begitupun dengan Melvi, yang sekalipun berpuasa masih aktif dengan berbagai kegiatannya. “Yang berkurang paling hanya hobby berenangnya. Sengaja agak kami kurangi karena latihan squad swimming-nya baru dimulai saat Maghrib, pas dengan saat berbuka puasa”, imbuh Ayiek.
Selain berpuasa, Ayiek juga mengajarkan anak-anak untuk rajin bertarawih, “Mereka malah senang kalau diajak bertarawih, karena bisa ketemu dengan teman-temannya. Anak-anak pun selalu menganggap bulan Ramadhan adalah bulan istimewa, karena mereka bisa minta makanan apa saja”.
Dhinar Herdiantini (Officer)
Bagi Dhinar, yang merupakan Ibu dari 2 orang putra dan putri (Devan 12 tahun dan Mayla 7 tahun), mengajarkan puasa secara bertahan dan tanpa “push” adalah kiatnya dalam mengajarkan anak-anak berpuasa. “Intinya kami tetap mengajarkan, tetapi tidak menekan. Kalau kuat ya kami pasti ikut senang, kalau belum bisa full ya tidak apa-apa, namanya juga masih belajar”, ujar Dhinar.
Sedari usia dini, Dhinar telah mengajarkan tentang apa arti dan pentingnya berpuasa. Pada saat anak-anak masih di grade 1, Dhinar mulai mengajak untuk belajar berpuasa walau hanya saat weekend saja. Semakin bertambah usia puasa juga dilakukan saat di sekolah, dan saat anak sudah di grade 4 akhirnya mereka sudah mampu untuk melakukan puasa full.
Sama dengan pendapat yang lain, tantangan berpuasa lebih terasa saat berada di sekolah. Selain belajar, olah raga, beberapa kursus tetap harus dijalankan seperti biasa pada saat jam berpuasa bahkan di saat menjelang berbuka. Untuk itu komunikasi dengan pihak sekolah dianggap penting, terutama saat anak-anak sudah mampu puasa penuh. “Di awal Devan puasa full, saya masih membantu mengkomunikasikan dengan guru kelas, tetapi karena sekarang Devan sudah besar, saya yakin dia bisa menjelaskan sendiri ke guru ataupun ke teman-temannya”, tambah Dhinar.
Kisah unik terjadi saat putra sulungnya, Devan, sedang mengikuti pertandingan bola di liga Football Federation Victoria Under 13 . Pertandingan dengan full size field yang memakan waktu 2 x 45 menit ini sudah pasti menguras keringat dan tenaga. Saat tim beristirahat sambil minum dan menikmati snack, Devan tetap mendengarkan arahan pelatih tanpa makan dan minum, dan tetap semangat melanjutkan puasa. Walaupun lelah dan haus, Dhinar berbangga hati di pertandingan kali itu tim Devan berhasil menang. “ Itu semua merupakan bukti walaupun minoritas, berpuasa di saat yang lain tetap makan dan minum, tapi apabila kita niat dan percaya diri, maka hal apapun tidak akan menjadi penghalang”, ucap Dhinar menutup perbincangan dengan OZIP.
Novi Amiati Tubman (Moonee Ponds)
Pengalaman Novi dalam mengajarkan putri-putri nya (Tiara 8 tahun dan Raissa 6 tahun) dalam berpuasa, hampir serupa dengan yang lain. “ Yang penting beri pengertian yang mudah dipahami oleh anak, kenapa kita wajib berpuasa. Mulai juga secara bertahap, dari puasa setengah hari, dan tidak ada salahnya memberi insentif berupa hadiah saat mereka berhasil puasa penuh,” demikian Novi membagi kiatnya.
Sampai saat ini kedua putri Novi tidak mengalami masalah saat mereka harus berpuasa, bahkan diantara teman-teman dan kegiatan yang seringkali menguras tenaga di sekolah. “Lucunya, ada teman yang bercerita bahwa justru anaknya yang protes mengapa mereka tidak berpuasa, padahal merekapun muslim. Mungkin karena tidak semua anak dari keluarga Islam berpuasa di sini, ya. Kalau menurut saya, menjelaskan kondisi seperti itu ke anak-anak lebih susah, dibanding sekedar menjelaskan mengapa mereka harus berpuasa di saat teman-teman yang lain bebas makan dan minum”, imbuh Novi.
Novi pun tak lupa menjelaskan ke pihak sekolah bahwa anak-anak sedang latihan berpuasa. Sekalipun begitu, Novi masih tetap membawakan makan dan minum seperti biasa. “Untuk berjaga-jaga kalau mereka tidak kuat. Namanya juga masih di tahap belajar. Makin besar usia anak-anak mudah-mudahan akan lebih kuat dan lebih paham akan makna puasa”, demikian Novi menutup obrolan.
Wawancara dan ditulis oleh: Katrini Nathisarasia