Akhir November hingga awal Desember 2019 kemarin, Pemerintah Australia (DFAT) melalui Australia Awards Indonesia (AAI) bekerja sama dengan Monash University dan kembali mengadakan sebuah training Short Terms Awards bertema “Disengagement and Rehabilitation of Violent Extremist” bagi para akademisi dan praktisi yang bekerja di lintas sektor seperti dari Kementrian Sosial Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Non-Government Organization (NGO) hingga pekerja industri kreatif. Para peserta yang sebelumnya mengikuti tahapan seleksi berkas hingga wawancara ini berkesempatan untuk mengunjungi tiga kota di Australia yakni Melbourne, Sydney dan Canberra dalam program yang berlangsung selama 2 minggu. Sebelum para peserta bertolak ke Australia, mereka mendapatkan pembekalan berupa pre-course di Bogor (5 – 7 November) untuk kemudian mengikuti main course yang dimulai pada tanggal 25 November di Melbourne dan berakhir di Sydney pada tanggal 8 Desember 2019 yang kemudian akan dilanjutkan dengan kegiatan post-course pada tanggal 24 – 26 Maret di Indonesia.
Pemateri dalam kegiatan ini merupakan akademisi, praktisi dan anggota community service yang ada di tiga kota tersebut. Kegiatan di Australia dibuka oleh Associate Professor Peter Lentiniyang merupakan direktur Global Terrorism Research Center (GTReC). Beliau juga turut bekerja sama dengan Noor Huda Ismail yang yang merupakan lulusan doktoral di Monash University bidang Politik dan Hubungan Internasional dan saat ini bekerja sebagai pengajar di Nanyang Technology University Singapore serta merupakan founder dari Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) . Kegiatan yang berlangsung di Melbourne juga memungkinkan setiap peserta untuk mendapatkan materi layaknya perkuliahan karena berlangsung di Monash University baik kampus Clayton maupun Caufield. Turut hadir sebagai pembicara anggota-anggota dari beberapa peneliti di kajian terorisme seperti Greg Barton yang merupakan Research Professor and Chair of Global Islamic Politics at the Alfred Deakin Institute for Citizenship and Globalisation dan pihak-pihak kepolisian dari Victoria Police and Corrections Victoria.
Salah satu tempat yang dikunjungi peserta selama di Melbourne adalah Preston Mosque dimana mereka berbincang dengan para pengurus masjid yang juga aktif memberikan penyuluhan kepada warga yang tinggal di area sekitar masjid untuk melakukan program preventif pencegahan bahaya terorisme dan penguatan pembentukan keluarga yang tangguh. Salah satu peserta, Yuslika Wardhani, yang merupakan Research Coordinator dari Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia ini pun berujar, “Saya senang mendapat kesempatan untuk mengikuti program ini karena dapat belajar dari peneliti di Monash University dan menambah khazanah penelitian serta teori mutakhir tentang terorisme secara umum dan disengagement secara khusus”. Akan tetapi dirinya juga menambahkan bahwa meskipun materi yang disampaikan menarik, ada beberapa pemateri yang tidak terlalu menggambarkan kondisi di Australia sehingga peserta yang non-akademisi dan non-praktisi agak kurang bisa memahami hal-hal yang dijelaskan. Dia juga merasa senang dapat bertemu dengan peserta dari berbagai sektor dengan suasana yang terjalin penuh keakraban.
Setelah itu peserta bertolak ke Canberra dan mendapat kesempatan untuk bertemu dengan perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara bagian Australia Capital Territory (ACT) serta perwakilan dari DFAT untuk Indonesia. Di penghujung program acara ini, para peserta juga mengunjungi Sydney sebagai kota penutup menuju salah satu think thank yang berkaitan dengan politik internasional dan ekonomi strategik. Lain lagi tanggapan yang diberikan oleh Naufal Rizki Ramadhan sebagai salah satu peserta yang mewakili Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Dirinya menilai program ini memberikan pemahaman baru untuk mengimplementasikan praktek rehabilitasi yang sesuai bagi para terdakwa teroris maupun orang – orang yang terkait dalam pola disengagement ini. “Saya rasa dengan adanya pendekatan psikologis juga jadi sesuatu yang bisa diselidiki lebih lanjut dan bekerja sama dengan instansi terkait setelah kembali ke Indonesia”, tambahnya. Meskipun dia merasa bahwa materi yang disampaikan terlalu padat, dirinya turut memberikan masukan agar program ini dapat juga melakukan visitasi ke instansi – instansi terkait di Australia.
Di hari – hari terakhir, para peserta juga mengunjungi Sydney Opera House yang merupakan salah satu landmark di benua kanguru ini. Program ini juga menuntut kolaborasi lintas sektor dari berbagai instansi. Peserta dapat turut bekerjasama dalam mengimplementasikan hasil buah pemikiran mereka masing-masing. Kegiatan Short Term Awards ini juga mendorong para peserta yang datang dari latar belakang organisasi berbeda agar dapat berkolaborasi dalam mengimplementasikan buah pemikiran mereka sehingga menghasilkan suatu gagasan dalam hal pemberantasan dan pencegahan berkembangnya kejahatan terorisme di tanah air. Hal tersebut akan mereka tuangkan dalam bentuk Award Project yang akan dipaparkan pada kegiatan post-course.
Teks dan foto: Destari Puspa Pertiwi
Destari Puspa Pertiwi merupakan freelance journalist dan juga penerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang berkuliah di Faculty of Education (Digital Learning) Monash University, Australia.