Alkisah di sebuah negeri, ada seorang pemuda desa yang ingin mengadu nasib ke kota. Di desanya, dia dikenal sebagai pemuda yang ambisius. Begitu banyak impian dan cita-cita yang diceritakan kepada orang-orang sekitarnya. Suatu hari, dirinya mendengar adanya lowongan untuk menjadi abdi kerajaan di kota. Dirinya pun berpikir bahwa itulah kesempatan baginya untuk mewujudkan impian menjadi orang sukses dan terpandang.
Dirinya pun bergegas pergi ke kota kerajaan. Disana dirinya melihat orang-orang berbaris menunggu giliran untuk seleksi ketat yang dilakukan oleh pihak kerajaan. Si pemuda pun berusaha keras demi mendapatkan hasil yang terbaik.
Akhirnya, hanya tersisa dua orang, termasuk salah satunya pemuda desa ini.
Sang Raja mengatakan kepada kedua kandidat bahwa sebenarnya mereka sudah hampir diterima sebagai abdi kerajaan. Namun dia memiliki tawaran menarik. “Apakah kalian berdua ingin mencoba satu lagi ujian berat? Pemenangnya akan menjadi pendamping pangeran kerajaan.”
Pemuda desa dengan cepat menjawab bahwa dialah yang pantas untuk menjadi pendamping sang pangeran. Ujian seberat apapun pasti akan dilaluinya, demi cita-citanya yang besar. Sementara itu, pemuda satunya mengatakan bahwa ia tetap memilih pekerjaan sebagai abdi kerajaan, sesuai dengan tujuannya saat kali pertama mengikuti ujian tersebut.
Mendengar itu, si pemuda desa kemudian mengatakan hal yang kurang menyenangkan. Dirinya kembali menegaskan bahwa hanya dirinyalah yang pantas jadi pendamping sang pangeran, sementara pemuda satunya lagi cukup jadi abdi kerajaan yang biasa-biasa saja. Dirinya bahkan dengan lantang menantang lawannya dan mengatakan bahwa dirinya bersedia melakukan apapun yang diminta si pemuda jika dia bisa mengalahkannya. Ambisi dan sikap sombong telah membuatnya lupa akan tujuan awalnya mengikuti ujian.
Mendengar pernyataannya, Sang Raja pun segera membuat keputusan. “Kalian berdua adalah orang terbaik di negeri ini yang sudah berhasil melewati seleksi ketat. Namun sekarang, aku sudah tahu, siapa yang akan kupilih.”
Sang Raja menatap si pemuda desa. “Kamu memiliki potensi untuk menjadi yang terbaik. Namun, ambisimu telah menutup hati dan pikiranmu. Jika kamu kupilih sebagai abdi kerajaan, bisa jadi ambisimu yang meledak-ledak akan membuat dirimu tidak fokus kepada tugas utamamu. Pilihan menjadi pendamping sang pangeran yang kutawarkan tadi sebenarnya merupakan sebuah ujian. Kamu langsung melupakan tujuan utama kamu dan langsung berambisi untuk hal yang lebih tinggi. Sementara pemuda yang satu lagi menunjukkan sikap yang bijaksana. Aku membutuhkan seseorang dengan sikap yang membumi untuk menjalankan negeri ini. Kamu harus belajar lebih banyak lagi agar mampu mengendalikan ambisimu.”
Raja pun berkata kepada pemuda yang satu, “Kamu kuangkat sebagai abdi kerajaan, tidak menutup kemungkinan untuk menjadi pendamping putraku.”
Dear Readers,
Kisah dalam artikel ini sebenarnya adalah sebuah gambaran yang menunjukkan pentingnya memfokuskan diri kita kepada tujuan awal kita. Setiap orang boleh memiliki ambisi, namun janganlah sampai melupakan target utama yang telah kita tetapkan sebelumnya. Jika itu belum tercapai, jangan gampang tergoda kepada hal-hal lain yang dapat menjadi “jebakan” yang akan membelokkan kita dari tujuan.
Ambisi yang berlebih akan membuat apa yang sudah diraih menjadi kehilangan makna – harta yang berlebihan akan menjadi beban pikiran, jabatan yang tinggi tentu membuat sibuk dan sulit membagi waktu bersama keluarga, pangkat yang menjulang bisa melenakan dan memunculkan kesombongan. Jika dibiarkan, sering kali ambisi yang berlebih kemudian menjerumuskan diri Anda ke dalam malapetaka.
Oleh karena itu, janganlah kita memperhatikan yang satu, tetapi melalaikan yang lain. Tetaplah fokus sehingga kita tidak akan kehilangan kesempatan yang berharga, terkadang hanya demi mengejar ambisi yang tidak pasti. Mari terus bersyukur, tetap membumi dan mau berbagi, lakukan pilihan bijak, untuk menjadikan apa yang akan, sedang, dan telah kita kerjakan menjadi hal yang lebih membawa kebaikan dan keberkahan.
Salam sukses, luar biasa!!!