Joost Coté: 20 Tahun “Bersama” Kartini

Peluncuran buku Kartini #OZIP
Peluncuran buku Kartini The Complete Writing 1898-1904.

Inilah sosok yang bergaul paling dekat dengan legenda pejuang emansipasi perempuan Indonesia, Kartini. Sejarawan Joost Coté. Ia, tentu saja begitu akrab dengan sosok Kartini dengan ketekunannya menelusuri dokumen tertulis Ibu Kita itu. Tak kurang dari 20 tahun Coté menggeluti berbagai tulisan Kartini, menjadikannya sejarawan paling otoritatif berbicara tentang Kartini. Ia berhasil menghimpun seluruh karya tulis Kartini, tidak hanya berupa surat-menyurat tetapi juga karya tulis lainnya.

Joost Coté#OZIP
Joost Coté, ahli sejarah Kartini.

Buku terbarunya adalah Kartini The Complete Writings 1898-1904. Buku setebal 869 halaman itu baru saja terbit dan diluncurkan secara resmi pada 30/4/2015. Sebelumnya ia sudah menulis Letters from Kartini: An Indonesian Feminist, 1900-1904 (1992), On Feminism and Nationalism: Kartini’s Letters to Stella Zeehandelaar, 1899-1903 (2005), dan Realizing the Dream of R.A. Kartini: Her Sisters’ Letters from Colonial Java (2008).

Dr Joost Coté adalah Senior Research Fellow di Departemen Sejarah Universitas Monash yang menekuni kajian sejarah kolonial.

“Ketertarikan saya pada Kartini pertama-tama adalah sebagai sejarawan. Tulisan Kartini adalah dokumen sejarah yang penting mengenai Jawa pada awal abad 20. Kedua, tulisan Kartini adalah dokumen yang unik. Saya tidak melihat dokumen pribadi, bahkan dari penulis laki-laki, sebanyak karya Kartini,” ujarnya saat ditemui OZIP di kantornya di Menzies Building, Monash University.

Kartini The Complete Writing 1898-1904#OZIP
Kartini The Complete Writing 1898-1904.

Menurut Coté, Kartini adalah perempuan Indonesia pertama, pada awal abad 20 yang berbicara tentang emansipasi dan pendidikan perempuan. Dari pandangan internasional apa yang dilakukannya itu sangatlah signifikan. Ia berkirim surat, bertanya, berdialog, melontarkan kritik kepada banyak tokoh terkenal dan berpengaruh saat itu, baik yang tinggal di Hindia maupun di Nederland. Ia menyuarakan aspirasi penduduk Jawa, khususnya perempuan. Bahwa perempuan harus mendapatkan pendidikan, bekerja, berkontribusi untuk masyarakat, dan bebas menentukan apa yang akan dia lakukan.

Coté  mengakui bahwa banyak tuduhan miring pada sosok Kartini. Misalnya prasangka bahwa Kartini hanyalah “boneka” JH Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan  Kerajinan Hindia. Kartini juga dianggap hanya mengopi pikiran liberal para pemikir Belanda. Bagi Coté, pemikiran Kartini itu orisinal. Tentu saja ada pengaruh dari buku-buku atau sumber informasi lain yang dibacanya. Namun, keberanian Kartini menyuarakan aspirasi nasionalis pribumi Jawad dan bagaimana seharusnya perempuan Jawa mendapatkan hak-haknya, benar-benar merupakan pemikiran Pahlawan Perempuan dari Jepara itu.

Realizing the Dream of RA Kartini#OZIP
Realizing the Dream of RA Kartini.

Bagi Coté, Kartini adalah seorang nasionalis kultural yang tidak hanya bicara isu perempuan tetapi juga soal nasib penduduk Jawa. Tidak hanya menyinggung kebebasan perempuan tetapi juga kebebasan pribumi bangsa Jawa. Memang belum dalam diskursus politik, tetapi menjadi awal adanya aspirasi nasionalis Jawa. Perlu diingat, saat itu negara Indonesia belumlah ada.

Dari mana Kartini mendapatkan pengetahuannya yang sangat luas itu? Kartini memang beruntung lahir dan tumbuh di lingkungan terdidik. Ia berkesempatan membaca koleksi buku ayah dan kakeknya. Dia membaca koran dan majalah yang terbit di Jawa seperti De Locomotief yang terbit di Semarang. Dia membaca buku-buku yang saat itu popular di Nederland. Sayang memang, ia wafat saat usianya baru memasuki angka 25.

Sekalipun telah begitu lama menekuni dokumen Kartini, Coté tetap tidak mau semena-mena menilai sosok Kartini bagi orang Indonesia. Sejarawan yang ramah ini memang sosok yang sederhana. Soal posisi Kartini dalam sejarah Indonesia, Joost Coté malah mengembalikannya kepada kita, “Orang Indonesialah yang bisa menempatkan sosok kartini sebagai apa dan siapa, bukan saya.”