Temulawak, pentas teater musikal tahunan produksi PPIA Victoria, ditampilkan di National Theatre St. Kilda pada hari Minggu (18/08/2024) dengan judul Di Balik Layar.
Berbeda dengan Temulawak jilid kedua tahun sebelumnya yang mengangkat tema kepulangan ke kampung halaman (homecoming), pementasan tahun ini memiliki tema dinamika tokoh yang berada di balik proses produksi sebuah film, atau yang bisa disebut dengan behind the scenes.
Penonton diajak untuk mengikuti kisah pembuatan film produksi Studio Sarwono pada tahun 1957. Film produksi yang mengangkat tema pahlawan kemerdekaan ini dibintangi oleh Raden Parikesit (diperankan oleh Ghifari Arsa Ranandya), seorang aktor yang paling dikenal di Indonesia pada jamannya. Namun rupanya, sang aktor ini memiliki sikap angkuh yang kerap menyulitkan segenap tim produksi film, mulai dari sutradara sampai kru film, tidak terkecuali talent coordinator Tri (Reynaldi Damara Salim) yang baik hati.
Pada suatu kali, tingkah laku Raden di set film menyebabkan cedera pada lawan mainnya Netty (Alaia Aidan Putri Taher). Hal ini memaksa produksi film melakukan open casting, dimana mereka berhasil menjaring warga lokal bernama Deya Darmastuti (Gabrielle Ashley Lumenta) yang memiliki impian menjadi aktris terkenal. Kehadiran Deya dalam produksi mengundang simpati dari Tri yang membantunya melawan demam panggung sebagai aktris debutan dengan berbagai latihan. Rupanya, Tri juga menyimpan impian sebagai aktor—dan secara bersamaan, perasaan terhadap Deya.
Namun pada suatu kesempatan, latihan Tri dan Deya mendapat perhatian dari Pak Unggul (Alexander Ravel Kristono), pemilik studio selaku paman Raden, yang berniat memanfaatkan Tri untuk memuluskan ambisinya. Ambisi inilah yang memaksa Tri untuk mengambil keputusan antara mengejar mimpinya sebagai aktor atau tetap setia pada kawan-kawan kru film yang sudah menemaninya selama ini di Studio Sarwono. Tak ayal, konflik antara para kru film dan petinggi studio pun tidak terelakkan.
Sama seperti tahun sebelumnya, penampilan Temulawak tahun ini sarat akan momen-momen jenaka di atas panggung dibarengi dengan penampilan menawan segenap cast. Para pemeran utama memberikan penampilan yang istimewa yang mampu menarik emosi dari setiap adegan; mulai dari Raden yang sombong, Tri yang lemah lembut, dan Deya yang menyimpan jiwa idealis.
Namun, ada juga penampilan hebat dari pemeran pendukung, seperti Pak Unggul yang berjiwa megalomaniak atau Donny (Septian Aditya Kosalla), salah satu anggora kru film yang berdarah panas. Penampilan hebat ini juga tercermin dalam setiap pembawaan lagu teatrikal, sarat dengan koreografi indah namun jenaka.
Namun di balik kesamaan tersebut, pembawaan dan tema yang berbeda menjadikan Temulawak tahun ini unik dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tema Di Balik Layar tahun ini tidak hanya berkisar pada mengejar mimpi, namun juga keberanian untuk melawan ketidakadilan. Unsur nepotisme dapat ditarik dari hubungan antara Pak Unggul dan Raden, yang secara bersamaan bertindak semena-mena terhadap tim produksi Studio Sarwono. Pada akhirnya, Tri selaku protagonis pementasan serta segenap penonton diberikan pesan untuk “tidak melupakan dari mana dirimu berasal”. Pesan inilah yang mendorong Tri untuk memimpin tim kru film melawan Pak Unggul yang berniat memecat mereka secara sepihak.
Pesan yang disampaikan Temulawak tahun ini adalah pesan yang kuat dan menggugah. Bila Temulawak tahun lalu berpesan untuk mengubah sikap kita terhadap lingkungan sekitar kita, maka Temulawak tahun ini mengambil satu langkah lebih jauh. Pada tahun ini, segenap generasi muda seakan didorong untuk mengambil keputusan dan menjadi pemantik gerakan melawan ketidakadilan di sekitar kita. Kepulangan, kepulangan, dan kini kepergian—untuk bangkit melawan!
Salut, dan sampai jumpa lagi di Temulawak 2025!
Teks: Jason Ngagianto
Foto: Temulawak 2024