Perhelatan rutin bertajuk “Bukan Rumpi Tapi Diskusi” (BRTD) hadir kembali. Kamis (28/6) lalu, acara yang diselenggarakan oleh The Indonesian Special Collection of Sir Louis Matheson Library ini diawali dengan pemutaran film “The Bride/Pengantin” besutan Noor Huda Ismail, kandidat PhD dari Monash University. Film yang diputar di Sir Matheson Library, Monash University, ini berkisah tentang perjalanan tiga wanita pekerja migran Indonesia yang berkenalan dengan lelaki melalui media sosial. Dua di antara mereka kemudian masuk ke dalam jaringan radikal ISIS melalui pernikahan dengan lelaki dari media sosial tersebut. Film ini ingin menekankan soal perubahan arena dan metode perekrutan pelaku teroris yang kini gencar sekali menggunakan media sosial sebagai platform rekrutmen.
Setelah pemutaran film, acara diikuti dengan diskusi film sekaligus mengulik tema terorisme yang belakangan menghangat usai peristiwa bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu. Narasumber diskusi ini adalah produser film “The Bride” Noor Huda Ismail dan Associate Professor Peter Lentini, Direktur Global Terrorism Research Centre Monash University. Peter Lentini menyoroti bagaimana pernikahan menjadi jalan bagi seseorang untuk masuk ke dalam jaringan terorisme. Ia juga menyebutkan tentang perilaku seseorang yang cenderung ingin sama dengan perilaku komunitasnya. “Maka, ketika seseorang sudah terkoneksi dengan sebuah komunitas di media sosial, ia memiliki kecenderungan untuk bertindak mengikuti perilaku komunitas tersebut (dalam hal ini, jaringan teroris -red).”
Sementara itu, Huda yang sudah aktif di bidang deradikalisasi dan penanggulangan terorisme sejak 15 tahun terakhir ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa jaringan terorisme itu dekat dengan kehidupan kita. “Dulu mungkin kita berpikir bahwa orang-orang yang terlibat tindakan terorisme adalah mereka yang sudah sejak lama terkoneksi dengan Afghanistan, dan sebagainya. Tapi sekarang tidak lagi. Jaringan radikal memanfaatkan media sosial yang banyak diakses oleh orang-orang di dunia. Siapapun kini bisa saja terpengaruh paham ini dan terlibat di dalamnya. It could be one of us,” ujarnya. Selain itu, Huda juga menekankan perlunya cek dan ricek saat mendapatkan informasi apapun dari media sosial, agar kita tidak mudah terpengaruh ajaran ataupun ideologi radikal.
Acara BRTD yang dihadiri sekitar 70 orang itu sekaligus menjadi ajang Global Premier film “The Bride”. Sebelumnya, Huda juga sudah membuat film berjudul “Jihad Selfie”. Di film pertamanya, Huda sama-sama menyoroti pengaruh besar media sosial dalam penyebaran paham radikal dan rentannya anak muda terpengaruh ke dalamnya. Film Jihad Selfie telah diputar lebih dari 300 kali di berbagai negara di benua Eropa, Amerika, dan Asia.
Serial BRTD sendiri merupakan diskusi rutin per semester yang membahas koleksi yang dimiliki The Indonesian Special Collection di Sir Matheson Library, Monash University. Anita Dewi selaku Research and Learning Coordinator, dalam sambutannya menyatakan bahwa Indonesian collection yang ada di perpustakaan ini merupakan yang paling lengkap di Australia. Ia juga mengungkapkan apresiasi dan rasa bangganya atas film “The Bride”, yang dalam waktu dekat akan diputar di Singapura, Hong Kong, Malaysia, dan negara-negara lain yang menjadi destinasi utama para pekerja migran Indonesia.
Teks: Pratiwi Utami
Foto: Aloysius Donny Pramadhono