Saya mempunyai pengalaman selama tiga puluh tahun dalam industri perfilman Australia. Secara spesifik, saya menjadi konsultan film dan pemandu acara tanya jawab untuk beberapa festival film di Australia, kritikus film dan wartawan film untuk radio dan media cetak. Dalam kapasitas konsultan film dan pemandu acara, saya telah bekerja untuk festival film Jerman yang diselenggarakan oleh Goethe Insititute sejak tahun 2001, Jewish Film Festival, Israel Film Festival, Japanese Film Festival. Saya juga diundang ke berbagai festival film luar negeri dalam kapasitas sebagai pengamat.
Festival film memang tidak selalu sama skalanya antara satu dengan lainnya. Tetapi ada beberapa hal yang menjadi standar utama dalam penyelenggaran sebuah festival film. Pertama, sebuah festival film yang baik selalu mempunyai publicist. Fungsi utama publicist ini adalah mempromosikan festival film ke berbagai media cetak maupun elektronik. Seorang publicist harus memastikan bahwa media pers mengetahui bahwa sebuah festival film akan berlangsung. Ia juga bertugas memastikan bahwa screeners (copy film utuh) untuk keperluan promosi sebuah film (media screening) tersedia. Mungkin tidak semua film, tetapi harus tetap ada walaupun hanya tiga atau empat film dari keseluruhan film yang dipertunjukkan. Publicist juga bertugas untuk mengundang tamu-tamu khusus atau publik secara umum untuk datang ke festival. Jadi mempunyai publicist sebagai bagian dari sebuah festival film adalah sebuah keharusan.
Kedua, panitia sebuah festival film juga harus mempunyai divisi yang idealnya hanya terdiri dari dua atau tiga orang guna memilih film yang akan dipertontonkan dan menentukan urutan pemutarannya. Film-film yang dipilih haruslah film-film yang bisa mewakili kebudayaan negara asal film-film tersebut, dalam hal ini Indonesia. Secara umum saya menganjurkan agar sebuah festival film, termasuk IFF bisa mempertontonkan film dari berbagai jenis (genre) agar penonton bisa mendapatkan gambaran keberagaman film dari sebuah negara. Menurut saya jumlah sepuluh dari IFF ini sudah cukup, walaupun secara pribadi saya sebenarnya mengharapkan bisa lebih, mengingat usia IFF yang telah memasuki tahun ke sepuluh. Mengenai venue atau tempat penyelenggaraan festival film, ACMI adalah tempat yang nyaman. Tapi, dengan berbagai pengalaman yang telah didapat oleh panitia IFF, ada baiknya untuk mencoba mencari perbandingan dengan venue lain yang ada di kota Melbourne ini. Tapi yang terpenting memang adalah bagaimana membuat IFF ini bisa diketahui oleh masyarakat luas.
Mustahil menyelenggarakan sebuah festival film jika yang datang mayoritas adalah orang Indonesia saja. Sangat penting untuk bisa menyelenggarakan apa yang sebut sebagai public film festival di mana kita bisa menemukan keragaman dari penonton yang melihat. Tidak saja masyarakat Indonesia. Panitia harus bisa memastikan bahwa festival film semacam IFF didatangi oleh masyarakat non-Indonesia dan juga oleh media lokal. Juga harus dicatat bahwa media screening juga sangat membantu terciptanya sebuah public film festival itu. Ketersediaan screeners untuk media ini sangat penting. Kalau tidak ada screeners, bagaimana media setempat bisa menulis tentang festival film ini dan film-film yang akan dipertontonkan?. Saya menyarankan jika mempertontonan sepuluh film, maka setidaknya ada lima screeners untuk media guna mengulasnya sebelum festival berlangsung.
Kekuatan IFF adalah kehadiran para filmmakers yang film-filmnya dipertontonkan dalam IFF. Ini tidak saya dapatkan dalam festival-festival film lainnya, seperti festival film Perancis, Turki dan Spanyol. Mereka hanya bisa mengundang dua atau tiga tamu, tetapi IFF bisa mengundang semuanya. Jadi tiap malam selama IFF berlangsung, selalu ada acara tanya jawab setelah pemutaran film. Ini sangat menarik dan bermanfaat karena bisa memberikan kesempatan kepada penonton untuk mengetahui proses kreatif di balik pembuatan sebuah film. Namun, saya ingin menekankan bahwa apakah artinya kedatangan mereka ini jika tidak ada media di Australia, khususnya media berbahasa Inggris yang hadir dalam IFF. Kehadiran media Australia yang berbahasa Inggris ini penting artinya karena biasanya mereka mempunyai satu atau dua orang pengulas film atau kritikus film yang pasti akan tertarik untuk mengeksplorasi Asian film, termasuk film Indonesia. Kita memang tidak bisa mengharapkan bahwa semua penonton yang datang akan tertarik mengulas film dengan segala aspeknya. Karena itu menjadi tugas utama media untuk mengulasnya.
Tujuan festival film itu bisa bermacam-macam, namun biasanya ada tujuan tetap yang bisa kita jumpai dalam setiap festival, yaitu memperkenalkan kebudayaan negara tertentu. Mempromosikan kebudayaan adalah hal yang terbaik yang perlu dilakukan oleh setiap festival film. Syarat untuk ini tentu saja adalah memilih film-film yang mewakili kebudayaan Indonesia dan dari berbagai genre. Kalau ini dilakukan maka penonton luar negeri akan bisa mengenal dan menghargai serta mempelajari lebih dalam kebudayaan Indonesia. Dan yang lebih penting lagi adalah mereka akan terus mempunyai keinginan untuk menyaksikan film-film Indonesia.
Diolah dari hasil wawancara oleh
Gaston Soehadi
(Anggota Dewan Juri Kompetisi Film Pendek IFF 2014 dan 2015)