Pada hari Minggu (7/04/2024), WHACKollective mempersembahkan “islands” di Abbotsford Convent, Abbotsford, Victoria. WHACKollective merupakan sebuah kuartet percussion Australia beranggotakan empat musisi muda – Aditya Bhat, Bridget Bourne, Oscar Tudge, dan Justin Zheng – semua lulusan dari Victorian College of the Arts (VCA).
Kuartet ini dibentuk pada awal tahun 2021 karena ketertarikan dan kecintaan para musisi terhadap musik yang ‘teatrikal, unik, dan menarik secara visual’. Mereka menelusuri musik yang memiliki unsur gerakan dan drama. Hal ini nampak dalam pementasan “islands”, dimana mereka tidak hanya menggunakan instrumen tradisional seperti suling, tapi juga objek sehari-hari seperti panci, koran, kaleng, dan botol kaca. Dengan cara demikian, kolektif ini bertujuan untuk menciptakan musik yang dinikmati oleh telinga dan mata.
“islands” merupakan konser terbaru WHACKollective yang pertama kali dipentaskan di Shepparton Festival pada tanggal 6 April. Adapun pertunjukan “islands” di Abbotsford Convent diselenggarakan karena popular demand. Tema “islands” diciptakan oleh para musisi serta komposer K. Travers Eira (Travers).
Aditya menjelaskan temanya: “Kami mempunyai empat ‘pulau’ musik yang beda, empat tipe musik yang beda. Awalnya, kami bermain sendiri-sendiri, dan harus memperhatikan jika seorang lain memainkan sesuatu yang mirip partitur kami sendiri. Itulah ketika kami menemukan sebuah hubungan antara karya-karya kami.”
Kelompok muda itu menampilan keberagaman musik. Walaupun setiap karangan berbeda, tetap ada kemiripan dan hubungan antara mereka semua. Secara metaforis, ini menggambarkan sebuah ‘komunitas’ yang terdiri dari empat ‘pulau’ atau komposisi.
Salah satu sorotan utama acara tersebut adalah pentasan ‘Beta Pattirajawane’ atau ‘Cerita Buat Dien Tamaela’ yang diadaptasi Aditya dari puisi dengan judul yang sama oleh Chairil Anwar. Puisi ini ditulis oleh Chairil dengan perspektif Pattirajawane, seorang tokoh fiktif yang menjaga alam nusantara. Untuk adaptasinya, Aditya menempatkan kisah Pattirajawane di kepulauan Banda.
Dia pertama kali terinspirasi oleh pelopor Angkatan ‘45 itu saat SMA. Saat itu, ia memilih Chairil Anwar sebagai topik terperinci yang harus dibahas olehnya di kelas Bahasa Indonesia, karena ketertarikannya terhadap sastra. Jauh setelahnya, Aditya mulai membaca tentang sejarah penjajahan Belanda di Indonesia (yang saat itu masih disebut Hindia Belanda), dan perdagangan rempah di kepulauan Maluku. Musisi muda itu cukup terharu ketika mempelajari kejahatan negara Belanda yang dilakukan demi memperoleh monopoli pala. Makanya, ia tersentuh oleh puisi Chairil dan ingin mengadaptasinya.
Adaptasi ini sungguh luar biasa karena tidak sekadar berupa sebuah partitur maupun lagu: tokoh Pattirajawane dihidupkan oleh Jeffrey Liando yang melisankan baris-baris puisi Chairil.
WHACKollective jelas sekali terbuka untuk bereksperimen dengan berbagai budaya, selain dari latar belakang mereka sendiri. Aditya, yang berlatar-belakang India, suka menelusuri pengaruh budaya negeri asalnya dalam musik sekaligus mendalami seni Indonesia dengan menggunakan beberapa instrumen tradisional termasuk suling. Beberapa instrumen tradisional lain juga dilibatkan dalam konser ini seperti Bolang Gu, sebuah drum dari Tiongkok.
Lelaki keturunan India itu mendeskripsikan proses persiapan ‘islands’ sebagai sebuah kolaborasi. Travers, misalnya, membuat komposisi untuk masing-masing musisi, namun tetap ingin memberi mereka kebebasan untuk membentuk dan menafsirkan karya mereka sendiri. Ini berarti musisinya-lah yang memilih instrumen apa yang mereka inginkan. Para musisi juga dibebaskan dalam melihat hubungan antara karangan mereka.
‘islands’ adalah sebuah perayaan suara dan musik yang sangat kreatif, eksperimental, dan memberi pengalaman immersive bagi penonton. Selain itu, ‘islands’ menunjukan kekayaan dan keberagaman budaya-budaya global, baik modern maupun tradisional.
Teks: Victoria Winata
Foto: Berbagai sumber