Sebagai seorang pecinta teh, saya sering mendengar bahwa salah satu pelengkap yang sempurna minum teh adalah wagashi, manisan tradisional Jepang. Ketertarikan saya pada matcha akhirnya membawa saya menuju pengalaman yang tak terlupakan, yakni mengikuti kelas pembuatan wagashi di Kyoto.
Wagashi (和菓子) adalah manisan tradisional Jepang yang telah dinikmati selama berabad-abad dan memegang peran penting dalam budaya Jepang, terutama dalam chanoyu atau upacara minum teh. Wagashi dihargai tidak hanya karena rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut, tetapi juga karena keindahan dan seni di balik pembuatannya. Setiap potongan wagashi mencerminkan tema tertentu dan sering kali memiliki bentuk yang terinspirasi oleh alam—seperti bunga, daun, atau hewan.
Sebagai seseorang yang tertarik pada seni kuliner, saya sangat kagum dengan bahan-bahan dasar wagashi yang sederhana, namun menghasilkan tekstur dan rasa yang luar biasa. Di antara bahan-bahan utama yang sering digunakan dalam pembuatan wagashi adalah pasta kacang merah manis (azuki), mochi atau beras ketan yang memberikan tekstur kenyal, agar-agar yang terbuat dari rumput laut, serta berbagai perasa alami seperti matcha, sakura (bunga ceri), dan yuzu (jeruk citrus). Meskipun terlihat sederhana, keindahan estetika dan teknik pembuatan wagashi membutuhkan ketelitian tinggi. Para pengrajin wagashi berfokus pada warna dan bentuk alami untuk menciptakan harmoni visual dan rasa.
Berbekal rasa penasaran dan keinginan untuk memperdalam pemahaman tentang budaya teh Jepang, saya memutuskan untuk mengikuti kelas pembuatan wagashi di Wagashi Issho, sebuah kursus wagashi yang terletak di pusat Kyoto.
Wagashi di Kyoto dikenal dengan kualitasnya yang tinggi. Banyak pengrajin di Kyoto menggunakan bahan-bahan terbaik dan metode tradisional yang diwariskan turun-temurun, sehingga setiap potongan wagashi bukan hanya sekadar manisan, melainkan juga karya seni yang layak dihargai. Pengalaman membuat dan menikmati wagashi di Kyoto membawa saya lebih dekat pada warisan budaya yang kaya ini. Selain itu, lingkungan tradisional Kyoto, dengan kuil-kuil dan taman-tamannya yang indah, membuat pengalaman saya semakin autentik.
Wagashi Issho menawarkan berbagai kelas yang memungkinkan peserta untuk merasakan langsung bagaimana manisan ini dibuat dalam kelas umum dan privat. Ketika saya pertama kali memasuki kelas, saya langsung merasa kagum melihat bagaimana Yasue Miyazaki-sensei memulai demonstrasi pembuatan wagashi dari awal. Prosesnya sangat mempesona: mulai dari mencampur bahan-bahan dasar, membentuk adonan, hingga membentuk wagashi menjadi bentuk-bentuk bunga yang cantik. Di sinilah saya mulai menyadari bahwa pembuatan wagashi bukan hanya soal memasak, melainkan seni yang membutuhkan teknik tangan dan mata yang jeli.
Yasue Miyazaki-sensei merupakan seorang pengajar di Wagashi Issho yang telah berkecimpung dalam dunia pembuatan wagashi selama bertahun-tahun. Ia adalah lulusan dari program ilmu pangan dan nutrisi Universitas Kinki. Setelah lulus, ia memutuskan untuk memperdalam pengetahuannya dalam pembuatan wagashi. Beliau memutuskan berpindah karir dari Wagashi Artist ke Wagashi Teacher karena ingin membagikan kebahagiaan yang dia rasakan ketika membuat Wagashi.
“Saya ingin membagikan rasa bahagia tersebut kepada siapa saja yang mempelajari seni ini,” ujar Miyazaki Sensei dengan senyum penuh arti.
Pada tahun 2008, Miyazaki Sensei membuka sekolahnya sendiri, Wagashi Issho, yang telah menjadi tempat belajar bagi banyak orang yang ingin mendalami seni ini. Selain itu, ia juga mengajar di Pusat Budaya NHK di Kyoto, dan memiliki sertifikasi sebagai associate professor dalam tradisi teh Urasenke.
Kelas di Wagashi Issho diatur dengan format yang sederhana namun efektif. Saat itu saya menjadi murid privat, kelas one-on-one dengan Miyazaki-sensei. Kami memulai dengan menonton demonstrasi dari Miyazaki-sensei yang menunjukkan langkah demi langkah bagaimana membuat wagashi dari awal. Melihat cara dia membentuk adonan dan memperhatikan setiap detail kecil benar-benar menginspirasi.
Setelah demonstrasi selesai, tibalah giliran saya untuk mencoba membuat wagashi sendiri. Di bawah bimbingan Miyazaki-sensei, saya mulai membentuk manisan dengan tema musim semi. Saya memutuskan untuk membuat nerikiri, sejenis wagashi lembut yang dibuat dari pasta kacang putih yang langka dan gula, dengan desain bunga krisan dan bunga sakura.
Setelah selesai, kami mencicipi wagashi yang telah dibuat. Biasanya, santapan nerikiri di Wagashi Issho ditemani secangkir teh dari Rishouen, salah satu teh pemenang penghargaan dari Kyoto. Namun karena cuaca hari itu sangat panas, saya memutuskan untuk menikmatinya dengan satu teko penuh air es.
Salah satu hal yang membuat pengalaman ini lebih berkesan adalah kami tidak hanya mencicipi wagashi di kelas, tetapi juga membawa pulang beberapa manisan untuk dinikmati di rumah; manisan ini saya bagikan kepada rekan-rekan kantor saya. Selain itu, resep dalam bahasa Inggris juga disediakan sehingga saya dapat berlatih kapan saja di rumah.
Untuk mengikuti kelas di Wagashi Issho, biaya yang dikenakan untuk membuat dua jenis Wagashi adalah JPY 6,300 per orang. Biaya ini termasuk bahan-bahan pembuatan wagashi, teh, serta manisan yang dapat dibawa pulang. Kelas ini berlangsung di 143 Honeyacho, Nakagyo Ward, Kyoto, Prefektur Kyoto 604-8164. Lokasi yang sangat strategis di pusat kota Kyoto, mudah diakses bagi pengunjung maupun penduduk lokal.
Mengikuti kelas pembuatan wagashi di Wagashi Issho adalah pengalaman yang tidak hanya memuaskan rasa ingin tahu saya tentang wagashi, khususnya pembuatan nerikiri, tetapi juga memperdalam apresiasi saya terhadap seni kuliner Jepang. Dari mempelajari sejarah di balik manisan ini hingga merasakan langsung proses pembuatannya, saya mendapatkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana seni, budaya, dan cita rasa dapat berpadu dalam sebuah tradisi kuliner yang kaya.
Jika Anda pernah berkunjung ke Kyoto, saya sangat merekomendasikan untuk mencoba kelas di Wagashi Issho. Bukan hanya untuk belajar membuat wagashi, tetapi juga untuk menyelami warisan budaya Jepang yang kaya dan mendalam. Anda akan meninggalkan kelas dengan tidak hanya membawa pulang manisan yang Anda buat sendiri, tetapi juga kenangan keahlian baru dalam membuat dessert tradisional Jepang.
Teks dan foto: Siti Mahdaria