Menilik Jejak Imigran Indonesia di Immigration Museum Melbourne

Immigration Museum adalah salah satu museum di Melbourne yang berfokus pada sejarah panjang imigrasi ke Australia. Museum ini pertama kali dibuka pada tahun 1998 sebagai bagian dari Museum Victoria, dan berlokasi di Flinders Street, hanya sekitar 10 menit berjalan kaki dari Stasiun Flinders Street. Lokasinya yang strategis menjadikannya destinasi yang ideal untuk dikunjungi saat berada di pusat kota Melbourne.

Leaving Home: Perjalanan Meninggalkan Tanah Asal

Salah satu pameran tetap yang menarik perhatian adalah Leaving Home, yang menggali lebih dalam alasan berbagai individu memilih untuk bermigrasi ke Australia. Dari pelarian akibat perang, kelaparan, persekusi agama, hingga represi politik, hingga mereka yang datang membawa harapan: mencari petualangan, mengejar kemakmuran, atau demi cinta.

Voices Across Time: Suara yang Mewarnai Sejarah

Pameran selanjutnya bertajuk Voices Across Time, yang mengeksplorasi bagaimana para pendatang dari berbagai penjuru dunia telah membentuk dan mempengaruhi kehidupan bangsa First Nations, serta berkontribusi terhadap evolusi masyarakat Australia yang kini semakin beragam.

Salah satu kisah yang ditampilkan adalah milik Alfred Pek, seorang pembuat film Indonesia-Australia yang pindah dari Indonesia ke Australia pada tahun 2007. Karya-karyanya banyak mengangkat tema pluralisme dan identitas interseksional, dengan latar belakang kehidupan di lingkungan multikultural—baik di Indonesia maupun Australia.

Dalam salah satu kutipan dari tahun 2022, Alfred menyampaikan:

“Pengalamanku sebagai imigran Indonesia/Asia di Australia, yang memperoleh keuntungan dari sistem yang dibangun di atas pencurian tanah masyarakat adat, merupakan satu hal yang sangat membuka mata. Ini menjadi sesuatu yang sulit diterima, terutama saat menyadari bahwa alasan kita meninggalkan rumah adalah untuk mencari ketenangan dan stabilitas.”

Refleksi ini terasa kuat dan menyentuh. Ada ironi dalam kenyataan yang dihadapinya sebagai imigran: menemukan kedamaian di tanah yang dibentuk dari sejarah penjajahan.

Colombo Plan: Fondasi Awal Pertukaran Pendidikan Asia-Australia

Immigration Museum juga menampilkan dokumentasi mengenai Colombo Plan, sebuah inisiatif kerja sama ekonomi dan pembangunan regional yang diluncurkan pada tahun 1950 oleh negara-negara Persemakmuran, termasuk Australia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di Asia melalui beasiswa pendidikan dan pelatihan ke negara-negara donor seperti Australia.

Indonesia menjadi salah satu negara penerima utama pada gelombang awal Colombo Plan, dengan banyak pelajar yang datang untuk menempuh pendidikan tinggi di Australia pada era 1950–1970-an. Program ini menjadi salah satu fondasi awal pertukaran pendidikan yang memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia hingga hari ini.

Getting In: Sejarah Kebijakan Imigrasi Australia

Pameran Getting In menyoroti sejarah kebijakan imigrasi Australia dari masa ke masa, yang dibagi dalam empat era:

  • Gold Rush (1840-an hingga 1900)
  • Federasi hingga akhir Perang Dunia II
  • Pasca-perang hingga awal 1970-an
  • Tahun 1973 hingga sekarang

Salah satu bagian interaktif yang menarik di sini memungkinkan pengunjung bermain peran sebagai petugas imigrasi, yang harus mewawancarai calon imigran dan memutuskan apakah mereka layak untuk “get in” atau tidak, berdasarkan konteks sejarah pada masing-masing era.

Salah satu kisah yang disorot adalah tentang Zurlia Istiviani Usman, imigran Indonesia kelahiran Malang tahun 1962. Beliau mendapatkan beasiswa dari Australian Universities’ International Development Program pada tahun 1988 untuk menempuh studi Master of Agricultural Science di La Trobe University, dan lulus pada tahun 1993. Setelah sempat kembali ke Indonesia, beliau akhirnya mendapatkan status Permanent Resident pada tahun 1996.

Pada tahun 2004, Zurlia mendirikan toko pakaian dan perlengkapan Muslim bernama EMAAN di Sydney Road, Coburg. Kini, toko tersebut dikelola oleh putrinya, Anisa, yang menjalankan usaha tersebut dengan pendekatan etis dan ramah lingkungan. Dalam pameran ini juga ditampilkan foto kelulusan Zurlia bersama keluarganya pada tahun 1993 dan foto keluarga pada tahun 2005, serta contoh produk dari EMAAN.

_________________________________________________________________________

Melalui berbagai kisah yang diangkat, Immigration Museum berhasil memperlihatkan bahwa kontribusi warga Indonesia telah menjadi bagian dari sejarah panjang imigrasi di Australia. Dari pelajar, seniman, hingga pebisnis, jejak mereka turut membentuk wajah Australia yang multikultural seperti saat ini.

Sumber Foto: Dokumen Pribadi, Immigration Museum, National Archives of Australia