“Memaksakan” Kebiasaan Positif

Dalam proses penemuan lampu pijar, Thomas Alva Edison melakukan ribuan kali kesalahan dan ribuan kali pula melakukan perbaikan. Ia terus melakukan penelitian, yang dalam bahasa Inggris dimaknai sebagai research (pencarian ulang dan terus-menerus), sehingga baru bisa menciptakan lampu pijar yang dampaknya bisa kita rasakan hingga sekarang. “Proses terus-menerus” dalam melakukan pencarian inilah yang telah menjadi kebiasaan Edison. Tanpa menyerah, ia membiasakan diri melakukan penciptaan-penciptaan yang melewati ribuan kegagalan hingga akhirnya berhasil mewariskan suatu penemuan yang multimanfaat.

Inilah bukti yang menunjukkan bahwa kebiasaan positif yang dilakukan berulang-ulang bisa jadi akan mampu mengubah sejarah, baik sejarah pribadi maupun sebuah bangsa. Kebiasaan positif yang dilakukan terus-menerus akan menghasilkan karakter, yang kemudian bisa menjelma menjadi kekuatan sebagai bekal meraih kesuksesan.

Saya sendiri, selalu mengembangkan kebiasaan positif dalam kehidupan. Salah satunya, membaca buku setiap hari untuk mengembangkan wawasan dan pola pikir. Sebab, dengan gelar SDTT alias Sekolah Dasar Tidak Tamat, tanpa kebiasaan menimba ilmu setiap hari, saya tidak akan berhasil mencapai keadaan seperti saat ini.

Intinya, untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, memang diperlukan kebiasaan-kebiasaan positif. Dalam kehidupan di dunia ini, mulai dari berabad-abad lampau, tak ada keahlian apapun yang tanpa melalui proses pengulangan yang kita sebut sebagai habit. Semua memang ada prosesnya. Orang paling hebat di berbagai bidang sekali pun pasti mulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan terus menerus sampai akhirnya “jadi”.

Lalu, seberapa pentingnya paksaan untuk membuat seseorang berubah kebiasaannya? Sangat penting! Setidaknya, ada tiga tingkatan yang bisa saya gambarkan tentang pentingnya paksaan untuk mengubah tindakan seseorang. Pertama, orang bisa dipaksa karena terpaksa. Misalnya, karena harus lulus ujian, seorang pelajar belajar sekuat tenaga, dengan mengurangi waktu istirahatnya. Padahal, biasanya ia tak betah begadang. Namun, jika ini yang terjadi, hasilnya kurang maksimal karena ada rasa tertekan akibat paksaan.

Kedua, orang dipaksa karena memaksa. Jadi, ini sifatnya lebih aktif. Misalnya, seorang atlet pelari atau angkat besi. Mereka tahu tugasnya sebagai atlet untuk meningkatkan performa harus dengan latihan dan bekerja ekstra keras. Karena itu, mereka memaksa diri untuk berbuat yang terbaik. Dari latihan-latihan inilah, jika serius, mereka mampu jadi atlet unggulan.

Pada tingkatan berikutnya, apa yang dilakukan para atlet tersebut, jika mereka mendapat pengakuan atas prestasinya serta merasa bangga, maka para atlet itu akan merasa senang. Dalam kondisi tersebut, kita masuk pada tingkatan ketiga, yakni orang dipaksa karena sadar. Inilah kondisi yang harus bisa kita raih untuk membiasakan diri melakukan berbagai tindakan positif. Sebab, pada tahap ini, kita akan merasa lebih menikmati “paksaan” sehingga akhirnya itu benar-benar mampu menjadi kebiasaan. Jika diteruskan, “paksaan” itu akan melahirkan karakter unggulan, yang ujungnya mampu membentuk budaya sebuah bangsa.

Lalu, bagaimana agar kita bisa selalu merasa bahwa apa yang kita lakukan berada pada tingkatan yang ketiga tadi? Harus disadari! Kita memang harus sadar dulu. Kalau kita sadar dan mau berubah untuk mencapai hasil yang kita inginkan, dari hal yang tadinya berat, lama-lama akan jadi sesuatu yang ringan karena sudah jadi kebiasaan. Saya sendiri mengalami semua itu dalam perjalanan kehidupan. Karena itu, bisa saya sebut dalam tulisan ini: tidak ada hasil yang bisa kita raih tanpa melalui proses dari kebiasaan-kebiasaan positif yang disiapkan dan diusahakan setiap hari.

Dear Readers,

Apakah ada jaminan jika kita telah melewati proses itu, kita semua akan sukses? Saya selalu katakan dalam berbagai kesempatan: sukses itu standarnya berbeda bagi masing-masing orang. Tergantung dari sudut pandang mana yang kita pakai. Tapi inti yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah bagaimana kita bisa konsisten membangun kebiasaan-kebiasaan positif hingga akhirnya benar-benar “jadi orang”. Sebab, tanpa dibiasakan atau diasah, orang yang berbakat sekalipun tak akan bisa mencapai sukses seperti yang diharapkannya.

Akhirnya, ketika itu semua sudah menyatu dalam hati, pikiran, dan jiwa, tinggal bagaimana kita mengaplikasikan ke dalam apa pun yang kita lakukan dan di mana pun kita berada. Saat itulah, ketika kita menghadapi berbagai macam halangan dan rintangan, karena kita sudah terbentuk mentalitasnya dengan berbagai kebiasaan positif, maka kita akan mampu memelihara semangat dan terus berjuang untuk mengatasi semua ujian.

Salam sukses luar biasa!