Bung Karno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat jasa para pahlawannya. Untuk itu diperingatilah tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan, dan bulan November di Indonesia selalu identik dengan hal-hal yang berbau pahlawan. Mendekati bulan ini, OZIP menjumpai Instagram Story dari seorang ibu muda yang sering menceritakan perjuangannya menjalankan pendidikan S2 di kota Melbourne sambil merawat anaknya seorang diri. Suka duka, lucu dan tawa yang dibagikan dalam unggahan Instagram Story tersebut banyak menginspirasi OZIP untuk menelik sosok ibu sebagai pahlawan sebuah bangsa.
Ibu tangguh
Ibu muda tangguh ini bernama Iva Unnaiza Hanum. Di Indonesia, Iva bekerja sebagai Account Representative dari Direktorat Jenderal Pajak. Menyadari bahwa Indonesia membutuhkan tenaga ahli di bidang pajak internasional yang menguasai pengoperasian ekonomi digital, Iva terpanggil untuk menggeluti minatnya dalam bidang tersebut. Jadi perjuangan dia bersekolah bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga negara.
Di tahun 2017, Iva menerima beasiswa dari Australia Award Scholarship (AAS) untuk melanjutkan studi jenjang master di University of Melbourne jurusan Master of International Tax di tahun 2018. Awalnya, Iva berangkat sendirian tanpa keluarga yang mendampingi saat pindah ke Melbourne, namun setelah beradaptasi dengan lingkungan dan mempersiapkan segala kebutuhan primer untuk bisa hidup di Melbourne, putranya yang bernama Rayhan (5 tahun) kemudian menyusul diantarkan oleh suami Iva.
“Dulu saya sering menangis sendirian karena merasa bersalah meninggalkan anak saya yang masih kecil di Indonesia,” cerita Iva. Sementara, suaminya tidak bisa ikut pindah ke Melbourne karena komitmen pekerjaan. Merasa rindu dan adanya tanggung jawab moral terhadap anak, Iva bersikukuh untuk membawa anaknya ikut pindah tinggal di luar negeri selama satu tahun masa studinya. Hal yang meyakinkan Iva untuk membawa Rayhan adalah cerita-cerita seniornya bahwa dengan memegang beasiswa dari pemerintah Australia, Iva berhak mendapatkan berbagai subsidi keuangan, termasuk untuk membayar jasa childcare di Australia. Jadi, selain mendapatkan gelar master, Iva pun bisa memberikan pendidikan dini berkualitas untuk Rayhan.
Hidup seorang “mamasiswa”
Selama menjalani peran sebagai ibu sekaligus mahasiswa, Iva mengawali harinya dengan bangun subuh, memasak jika tidak lelah, dan mengantar Rayhan ke sekolah baru kemudian ke kampus. Menjelang senja Iva biasanya menjemput Rayhan lagi, duduk sebentar di taman melihat Rayhan bermain dengan burung-burung, kemudian mereka berdua ke perpustakaan agar Iva dapat melanjutkan tugas kuliahnya, sementara Rayhan biasa bermain di sana. Tak jarang Rayhan tertidur di pangkuan Iva saat sedang mengerjakan tugas di perpustakaan. Hampir setiap hari mereka ke perpustakaan karena di rumah mereka tidak tersedia jaringan internet nirkabel. Selain itu, beberapa waktu belakangan laptop Iva rusak sehingga dia harus mengerjakan tugas kuliah menggunakan komputer kampus. Iva sangat kagum dan terharu dengan kedewasaan anaknya yang sangat pengertian untuk menemani Iva di perpustakaan hampir setiap hari, terkadang Iva membelikan waffle dan ice cream sebagai penghargaan atas kesabaran Rayhan.
Iva memberikan tiga tips penting untuk para ibu yang sedang berjuang sendirian bersekolah di luar negeri sambil mengurus anak. Pertama, harus sehat. Jangan memaksakan diri untuk menjadi sosok ibu ideal yang bisa selalu masak-dan beres-beres. “Utamakan kesehatan fisik dan mental, kalau lelah lebih baik istirahat daripada memaksakan diri membereskan rumah dan memasak,” tutur Iva. Jika sedang merasa sedih dan kesepian, ibu bisa curhat dengan supporting system yang ada seperti keluarga dan sahabat. Kedua, fokus alias mengutamakan hal yang ada di depan mata dan tentukan sesuai skala prioritas. Ketiga, do what makes you feel better selama itu positif.
Menjadi pahlawan
“Be the best version of yourself!” kata Iva tentang bagaimana dia memaknai pahlawan. Baginya pahlawan adalah sosok orang yang bisa menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri dan bermanfaat bagi orang sekitar, tidak mesti untuk banyak orang, minimal untuk keluarga. “Pahlawan itu habitatnya perjuangan dan siapa pun yang bisa menaklukkan dirinya dengan berproses menjadi the best version of him/her yang bisa memberi dampak, maka orang tersebut bisa dikategorikan pahlawan,” ujar Iva lagi.
Semua perjuangan yang Iva dan Rayhan lalui bukanlah tanpa tujuan. Iva semata-mata ingin menunjukkan ke Rayhan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita berdoa dan berusaha. Meski banyak tantangan dan kesulitan dalam prosesnya, Iva ingin memberikan pesan kepada sang anak bahwa ketika kita menekuni minat kita dengan sungguh-sungguh, mencari ilmu setinggi-tingginya, kita tidak boleh lupa terhadap kodrat kita, Iva sebagai Ibu misalnya. Perempuan maju dan bergerak itu bagus, tetapi kita tidak bisa melupakan posisi kita adalah seorang ibu, dan seorang ibu adalah pahlawan bagi anaknya.
Teks dan foto: Siti Mahdaria