Gerakan Pemuda Melalui Kanal Online

Anak muda selalu identik dengan social movement. Sejarah menuliskan bahwa anak muda kerap turun ke jalan dan menjadi motor sebuah gerakan atau gebrakan. Di masa kini, dengan dukungan teknologi komunikasi dan informasi yang kian maju, gerakan anak muda tumbuh subur melalui media sosial. Dari sini, muncullah online youth activism, anak muda menyuarakan pendapat melalui berbagai platform online, seperti website dan media sosial Facebook, Instagram, maupun YouTube.

Indra Dwi Prasetyo (Master of TESOL di Monash University) dan Drajat Anggoro (Master of Business di Monash University) merupakan contoh pemuda-pemuda Indonesia di Melbourne yang bergerak menggunakan internet dan media sosial. Bersama para aktivis muda lainnya, Indra mencoba menciptakan ruang pikir di media sosial. Melalui akun Instagram Whaaatdoyouthink?, ia dan teman-teman tiada henti mengkritisi dan bertanya soal isu-isu terbaru di Indonesia dan dunia. Sementara itu, Drajat Anggoro menggagas Untuk Kita, organisasi yang menjadi solusi untuk berdonasi dan berbagi. Berada jauh dari Indonesia ternyata bukan alasan bagi mereka untuk tak berkontribusi terhadap bangsa. Melalui media online, batasan jarak, ruang dan waktu tak menjadi penghalang bagi mereka untuk bersatu dalam semangat gerakan anak muda.

Kritis dan Peduli

Dalam wawancara Bersama OZIP beberapa waktu lalu, Indra memaparkan bahwa Whaaatdoyouthink hadir untuk memberikan informasi kepada generasi muda, dengan perspektif yang berbeda dari informasi arus utama. “Dengan demikian, diskursus mengenai sebuah peristiwa dapat dipahami secara lebih luas,” ujarnya. Saat ini akun Instagram

@whaaatdoyouthink dikelola oleh Indra di Melbourne bersama Sherly Annavita di Jakarta. Idenya sendiri sudah ada sejak akhir tahun 2017, namun eksekusi secara lebih matang dilakukan awal tahun 2018.

Whaaatdoyothink rutin mengunggah 1-minute video, yang di dalamnya anak-anak muda menyuarakan ide dan pikiran mereka terhadap sebuah fenomena yang terjadi di sekitarnya. Whaaatdoyouthink juga mengadakan Instagram Takeover, yaitu akun @whaaatdoyouthink  dipindahtangankan kepada seseorang di suatu lokasi atau kejadian agar para pengikut (followers) di Instagram dapat lebih mengetahui situasi di lokasi tersebut. Lebih jauh lagi, Whaaatdoyouthink memiliki program Talkaktive yaitu diskusi online secara streaming di Instagram dengan para narasumber. “Kami berharap generasi muda dapat lebih objektif melihat sebuah peristiwa dengan menyuarakan pendapat mereka sekaligus memantik diskusi yang membangun di kanal ini,” tukas Indra.

Sementara itu, ide mengenai Untuk Kita dicetuskan tanggal 1 April 2018 oleh Drajat dan sahabatnya Albertus Andhika (Master of International Business di University of Melbourne). “Visi kami adalah ingin meringankan beban masyarakat Indonesia yang membutuhkan dan mendorong pendayagunaaan sumber daya yang kami punya,” ungkap Drajat. Nama organisasi non-profit di bidang kemanusiaan ini sendiri didapatkan berdasarkan polling 150 responden #MillennialHebat melalui media sosial. Secara filosofis, nama “Untuk Kita” ingin menunjukkan bahwa ketika kita bersedekah maka kita sama saja melakukan hal baik kepada diri kita sendiri.

Hingga saat ini, Untuk Kita telah berhasil menggalang donasi pakaian layak pakai dan uang untuk disalurkan kepada korban bencana alam di Lombok melalui relawan (donasi tenaga). Selain itu, organisasi ini tengah merancang struktur yang lebih efisien agar dapat melakukan aksi cepat tanggap apabila ada bencana alam di Indonesia. Untuk Kita juga menjalin kerja sama dengan organisasi lainnya dalam berbagai kegiatan kemanusiaan, seperti tindakan pascagempa dan tsunami di Palu, contohnya tim dari doctorshare.org yang menyalurkan bantuan non-medis. “Nanti bantuan akan dikirimkan melalui tim doctorSHARE ke Bandara Mutuara Sis Al Jufri, Palu, Sulawesi Tengah dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI,” jelas Drajat.

Menjadi Online Platform

Sejauh ini, Whaaatdoyouthink mendapatkan respon positif. Jumlah follower-nya semakin banyak dengan jumlah partisipasi yang semakin meningkat di tiap videonya, begitu pula diskusi yang terbangun di tiap postingannya. Topik yang paling banyak dibahas yaitu tentang sosial dan politik dalam negeri (Indonesia). Misalnya, tentang koruptor yang diperbolehkan untuk menyalonkan diri untuk pemilu legislative, atau fenomena language mixing atau viral dengan gaya bahasa khas “anak Jaksel” yang sempat heboh baru-baru ini. Topik-topik ini menarik karena mampu melibatkan emosi anak muda untuk berpendapat.

Sementara itu, Untuk Kita berfokus menggunakan website untukkita.org dalam memfasilitasi calon donatur. Dalam waktu relatif singkat, media website dapat meyakinkan orang untuk berdonasi kepada perwakilan Untuk Kita di Indonesia. Sejauh ini respon masyarakat di Indonesia maupun di Melbourne sangat baik, dibuktikan dengan besarnya peran donatur Untuk Kita yang berhasil menyumbangkan baju layak pakai sebanyak 300 kilogram dan donasi uang sebesar 15 juta rupiah dalam waktu kurang dari tiga hari untuk korban bencana di Lombok. Untuk Kita juga banyak dibantu oleh kontribusi #MillennialHebat, mulai dari masukan berharga melalui polling, pendirian website, pembuatan video pendek, hingga berbagai kegiatan relawan dan operasional lainnya.

Dalam waktu dekat, Whaaatdoyouthink akan melakukan beberapa terobosan terkait penggunaan Insta Story sebagai salah satu platform diskusi dan berbagi. Untuk jangka panjangnya, mereka akan melebarkan sayap tidak hanya menggunakan media Instagram namun kanal-kanal media lainnya seperti Youtube atau Facebook. Sementara itu, di masa depan, Untuk Kita berharap dapat mengembangkan prosedur amal (charity) yang cocok dengan kultur masyarakat Indonesia. “Cara ini dapat membantu kami dalam menerima segala macam barang bekas layak pakai untuk dijual kembali melalui toko amal (opportunity/op shop) di berbagai lokasi di Indonesia, agar lebih mudah mengumpulkan dana bagi yang membutuhkan sekaligus mengurangi jumlah unwanted items,” jelas Drajat.

Teks: Evelynd

Foto : Windu Kuntoro, WDYT, untukkita.org