Dalam karyanya yang berjudul “The Friends of Voltaire”, penulis Evelyn Beatrice Hall menggoreskan ungkapan yang kemudian menjadi sangat masyhur. Sering pula masyarakat berpikir bahwa ungkapan tersebut adalah asli terlantun dari mulut pemikir Prancis itu, namun sesungguhnya ungkapan ini berasal dari Voltaire.
“I disapprove of what you say, but I will defend to the death your right to say it“
Sungguh luar biasa. Meskipun perkataan itu mungkin bukan merupakan kutipan langsung dari Voltaire, perkataan ini kerap mencerminkan filsafat hidup Voltaire.
Belakangan ini sering ada kekeliruan di kalangan masyarakat bahwa perbedaan pendapat bermakna permusuhan.
Padahal, Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno (alm) pernah mengatakan bahwa perbantahan dan perdebatan itu laksana mengasah pisau yang berbuah ketajaman pemikiran. Sungguh disayangkan bahwa ucapan ini pun berujung fatal ketika GESTAPU alias G30S menggoncangkan jiwa masyarakat Indonesia di tahun 1965. Pada periode itu, NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komunisme) kerap dikeramatkan sebagai sebuah panduan hidup bermasyarakat yang berasakan kesatuan antar kekuatan filosofi hidup Indonesia. Namun, bak belati yang menikam dari belakang, tragedi pun kemudian terjadi yang kerap menggugahkan semangat kesatuan ini.
Hari tersebut kini dikenal sebagai GESTAPU atau G30S.
Ketika saling bertatapan muka, sangat jarang teman akan berselisih pendapat dengan sesama. Tetapi, hal ini pun menyebabkan adanya umpat puji/fitnah yang sering terjadi di belakang benak seseorang. Alhasil, hal ini tentu dapat merusak nama dan mencoreng nama baik seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut.
Orang Inggris menamai fenomena ini sebagai “Chinese whisper” – suatu “permainan” di mana pesan yang dibisikkan kepada seseorang telah diganti atau diputar balik ketika dibisikkan kepada pihak lain.
Hal ini turut menimpa penulis ketika tengah memberi ceramah agama Islam di masjid selesai salat Jumat. Penting diketahui bahwa penulis tidak hanya memberikan ceramah ini kepada masyarakat Indonesia dan masjid yang ramai dikunjungi masyarakat Indonesia saja. Beliau juga menyebarkan pesan yang sama kepada masyarakat Sri Lanka dan penganut agama Islam yang berasal dari negara lainnya.
Setelah selesai berceramah, penulis kemudian mendengar bahwa ada yang berbincang kepada orang lain bahwa “pada akhirnya (penulis) pastilah akan memberi pesan agar mendukung kubu ini atau kubu itu.”
Astaghfirullah! Na’uzubillah min zalik!
Hal itu tidak pernah terjadi. Pernyataan itu merupakan fitnah yang tidak berdasar kepada penulis. Sepatutnya diingat bahwa:
“Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.”(QS II: 191).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Fitnah dijelaskan sebagai perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik dan merugikan kehormatan orang).
Oleh karena itu, janganlah memfitnah atau menyebarkan hal-hal yang tidak benar tanpa didasarkan bukti yang jelas dan kuat. Jikalau Anda pernah berbuat demikian, segeralah istigfar dan memohon pengampunan dari Allah. Dengan demikian, semoga Allah akan senantiasa memaafkannya.
Dalam Islam ada petuah/hadis dari Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Ikhtilafu ummati rahmah” yang bermakna “Perbedaan umatku merupakan sebuah rahmat.”
Anda boleh berbeda pendapat dan tetap berbincang tanpa harus bermusuhan. Hormatilah pandangan orang lain karena sebagai seorang umat Islam, kita diharuskan untuk selalu sopan, termasuk dalam perdebatan dan tanpa memandang perbedaan masing-masing.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS XVI: 125).
Mungkin budaya Indonesia kerap kurang menggalakkan pembantahan karena khawatir bahwa pembantahan akan berkembang menjadi sesuatu yang kemudian tidak dapat dikendalikan. Masyarakat Indonesia lebih mengutamakan perasaan, dan perasaan memang mudah terusik.
Ketika mengikuti program pasca sarjana (jurusan politik dan pembangunan) di Monash University, penulis sempat berkenalan dengan seorang dosen senior perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yang tengah mengemban pendidikan di bawah program beasiswa pemerintah Australia.
Pada awalnya, beliau mengaku sangat sungkan menyampaikan pandangan yang berbeda dari pandangan profesor Australia yang mengajarkan teori pembangunan (pengalaman ini terjadi di tengah tahun 1980-an di periode Orde Baru). Penulis pun menganjurkan kepadanya agar berani mengemukan pandangannya selama pandangan tersebut berdasarkan argumentasi yang masuk akal dan logika yang selaras. Alangkah bahagia dirinya ketika sang professor mengagumi pendapatnya dan memuji dirinya karena berani mengemukakan pandangannya.
Jikalau Anda merasa gundah karena merasa telah difitnah oleh seseorang, simaklah pernyataan berikut, “Jangan terlalu dihiraukan kedengkian orang lain, karena itu adalah bukti nyata bahwa yang dengki tidak memiliki apa yang dimiliki oleh orang yang menjadi lampiasan kedengkiannya.”
Orang Inggris menyebut orang yang dengki ini sebagai “sour grapes” – buah anggur yang asam. Istilah bahasa Inggris ini berasal dari sebuah dongeng yang mengisahkan seekor rubah. Sang rubah terus berusaha untuk meloncat setinggi-tingginya untuk memetik buah anggur. Namun, setinggi apapun dia meloncat, buah anggur tersebut selalu tidak terjangkau. Akhirnya, dia pun putus asa dan untuk menghibur dirinya, berkata, “Ah buah anggur itu asam kok.”
Fitnah dalam bentuk gosip maupun hoax dalam agama Islam diibaratkan seperti memakan daging sesama saudara.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari keburukan orang dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS XLIX: 12).
Ingatlah bahwa, “Membantah kebatilan dengan hanya cacian dan ancaman dapat dilakukan oleh semua orang. Maka hendaklah dibantah dengan ilmu dan hikmat.”
Masih banyak contoh-contoh lain akan keburukan dan dosa seseorang yang suka memfitnah. Oleh karena itu, jauhkanlah diri Anda dari kebiasaan memfitnah.
Semoga kita semua dapat hidup dengan rukun, damai, saling menolong dan saling menasehati. Hal ini terutama penting karena kita sendiri merupakan masyarakat kecil di tanah orang lain.
Wallahua’lam