Bachang PERTIWI Victoria Perayaan Multikulturalisme Indonesia di Australia

Komunitas Persaudaraan Tionghoa Wawasan Indonesia (PERTIWI) Victoria mengadakan acara malam kebudayaan berupa perayaan Peh Cun atau yang dikenal dengan Bachang pada hari Minggu (29/5) di restoran Tosaria yang terletak di Rowville, Victoria.   

Selain dihadiri oleh figur PERTIWI seperti Ketua PERTIWI Victoria Siauw Tiong Djin dan Ketua Umum PERTIWI Pusat Udaya Halim, perayaan Peh Cun juga dihadiri oleh Konsul Jenderal RI Victoria-Tasmania Kuncoro Giri Waseso yang disertai oleh konsul Fungsi Pengsosbud KJRI Geovannie Foresty Palembangan. 

Sedikit sejarah festival Bachang juga terkuak dalam malam budaya ini, seperti pemaparan dari bapak Udaya Halim mengenai akulturasi makanan bachang ke dalam Indonesia serta pemeragaan asal-usul festival Bachang yang terhubung dengan kehidupan politikus dan penyair asal Tiongkok, Qu Yuan. 

Tanpa melupakan budaya Indonesia tempat asal PERTIWI, perayaan Peh Cun juga disertai dengan penampilan lagu Kicir-kicir dan Jali-jali, serta jamuan makanan khas Indonesia seperti soto Betawi, soto Madura, dan sekoteng. Tidak lupa tentu saja, bachang. 

Hal ini berhubungan dengan tujuan PERTIWI mempromosikan multikulturalisme dan pluralisme bangsa Indonesia di Victoria. Oleh karena itu, keanggotaan PERTIWI tidak eksklusif terhadap warga Indonesia keturunan Tionghoa saja. Prinsip ini juga merupakan bagian dari dua visi PERTIWI Victoria: Tionghoa di Indonesia menerima Indonesia sebagai tanah air dan suku Tionghoa diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia. 

“Kami mengajak siapapun yang mendukung multikulturalisme dan Bhinneka Tunggal Ika, walaupun bukan Tionghoa, untuk bergabung,” ujar Siauw Tiong Djin dalam sebuah pernyataan. 

Menurut Siauw, singkatan PERTIWI Victoria juga mengalami pergantian agar lebih bisa mewakili tujuan dari komunitas tersebut. PERTIWI memiliki singkatan Peranakan Tionghoa Warga Indonesia, namun PERTIWI dalam PERTIWI Victoria memiliki singkatan Persaudaraan Tionghoa Wawasan Indonesia. 

“Ini sesuai dengan situasi-kondisi di Victoria. Artinya walaupun yang menetap di sini bukan lagi warga Indonesia, mereka yang merupakan ‘totok’ atau ‘peranakan’ [Tionghoa] masih memiliki wawasan Indonesia, dengan kata lain mencintai Indonesia,” kata Siauw. Perubahan makna PERTIWI Victoria juga sudah mendapatkan persetujuan dari Udaya Halim. 

“Ketika kami membentuk badan pengurus PERTIWI Victoria, kami putuskan bahwa yang akan kami ajak bergabung adalah komunitas Indonesia yang sudah menetap di Victoria, baik itu permanent atau temporary residents dan warga negara Australia,” begitu tutur Siauw. 

Berhubungan dengan itu, PERTIWI Victoria memiliki program kerja berupa kegiatan information sharing secara tatap muka atau lewat newsletters, acara sosial yang menyajikan kuliner peranakan Tionghoa, dan kegiatan networking karir. Topik utama sharing session biasanya memaparkan sejarah kehadiran Tionghoa di Indonesia, sumbangsih Tionghoa dalam berbagai bidang seperti kuliner, kesehatan, olahraga, atau politik, dan tentu saja, multikulturalisme. Di samping kegiatan tadi, PERTIWI Victoria berencana untuk mengadakan berbagai kegiatan lain sesuai dengan permintaan komunitas Indonesia di Victoria. 

Rangkaian kegiatan PERTIWI Victoria merupakan bagian dari misi organisasi untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya Tionghoa serta mendukung perwujudan multikulturalisme di Indonesia dan Australia. 

“Kami berharap PERTIWI ke depannya akan lebih dikenal sebagai slogan atau lambang persaudaraan untuk semua yang mencintai Indonesia, apapun altar belakang etnisitasnya dan dimanapun mereka menetap.” 

Teks: Jason Ngagianto 

Foto: PERTIWI Victoria