The O Interview with KJRI Consuls

#1: Wirawan Kartono, Konsul Muda/Sekretaris II (Protokol & Konsuler) di KJRI Melbourne

Wira1Mulai edisi ini, OZIP akan mewawancarai para petugas yang bertugas di KJRI Melbourne. Selain mengenalkan para pembaca secara lebih dalam kepada para petugas yang menjalani pekerjaan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia di Victoria (dan Tasmania), juga agar para pembaca tahu siapa yang perlu dihubungi sesuai dengan kebutuhan para pembaca OZIP.

Pembaca, tentu sering membaca kolom KJRI di majalah OZIP kan? Nah, menyebarkan informasi pelayanan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan menjadi warganegara Indonesia di Melbourne menjadi salah satu tanggung jawab Wirawan Kartono. Beliaulah yang seringkali menyiapkan tulisan untuk kolom KJRI di majalah ini.

Sebagai seorang Konsul Muda/Sekretaris II di bidang Protokol & Konsuler, bapak dua anak yang akrab dipanggil Pak Wira ini berkutat dengan urusan keprotokolan, keimigrasian, dan perlindungan terhadap warga negara Indonesia di wilayah Victoria.

Di bidang protokoler, ia menjalani tugas fasilitasi protokol bagi para delegasi pemerintah Indonesia yang hendak bertemu mitra kerja di Victoria dan Tasmania.

Sementara di bidang keimigrasian mencakup berbagai isu mulai dari visa, paspor, lapor diri, legalisasi, surat kuasa, dan surat keterangan barang untuk dikirim ke Indonesia.

Di bidang perlindungan WNI, yang paling menarik, adalah ia harus menjalankan tugas perlindungan terhadap WNI yang mengalami permasalahan hukum. Ia harus memberikan pendampingan sekaligus memastikan WNI telah mendapatkan hak-hak hukumnya selama menjalani proses hukum yang berlangsung di Australia.

“Keseluruhan rutinitas pekerjaan menimbulkan dimensi unik tersediri, karena kita harus terus mengedepankan asas kepedulian dan keberpihakan, terutama jika menangani kasus WNI kita yang menghadapi permasalahan hukum, mengingat cukup tingginya kasus-kasus yang kita tangani. Hingga pertengahan tahun 2013 ini saja, kita menangani lebih dari 30 kasus,” ujarnya menjelaskan dinamika sehari-hari pekerjaannya.

Tantangan yang harus dihadapinya antara lain masalah manajemen sumber daya manusia yang optimal. Mengingat bagian ini tidak hanya bertanggungjawab untuk pelayanan kekonsuleran terhadap WNI, tetapi juga kepada para WNA pemohon visa ke Indonesia. Selain itu, kasus-kasus yang harus ditanganinya terdiri dari kasus-kasus penyelundupan manusia dan WNI yang menjadi korban kejahatan. Sementara itu di fungsi konsuler, keprotokolan, imigrasi dan perlindungan, selain Pak Wira, hanya ada 5 orang lainnya yang bertugas: Bu Wita sebagai Konsul Konsuler, tiga orang staff, dan 1 staf magang.

Sebagai salah satu aspek perlindungan yang harus dijalankannya, ia menilai karakteristik masyarakat WNI di Victoria dan Tasmania. Karena hampir seluruhnya berpenddikan tinggi, ia menjalankan upaya perlindungan melalui kegiatan diseminasi informasi kekonsuleran ke berbagai unsur dan kalangan masyarakat, misalnya dalam bentuk dialog interaktif, sehingga memberikan penjelasan dan informasi hal-hal mengenai kekonsuleran.
“Sehingga diharapkan jangan sampai mendapat permasalahan hanya karena ketidaktahuan semata. Kami menyebut hal ini sebagai upaya pencegahan dalam rangka perlindungan terhadap WNI,” ujarnya.

Pak Wira dikenal sebagai salah satu petugas KJRI yang ramah, fleksibel, dan selalu siap membantu. OZIP pernah mendapat kabar anekdot tentang seorang pelajar Indonesia yang tengah berada di Melbourne, dan mendengar kabar bahwa orangtuanya masuk rumah sakit dan keadaannya kritis. Ia harus segera pulang, namun paspornya sedang berada di KJRI. Ia berhasil menghubungi Pak Wira walaupun sedang berada di akhir pekan (dan KJRI tutup), namun Pak Wira tetap mngirim staff untuk mengakses kantornya dan mengatur agar siswa tersebut bisa mengambil passportnya pada saat itu juga. Pelayanan yang seperti inilah, yang sensitif dan penuh empati, memahami nuansa dan saat-saat genting yang dihadapi WNI, yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia di Melbourne, dan hal inilah yang dilakukan oleh Pak Wira.

“Pengalaman selama tugas penempatan di KJRI Melbourne merupakan salah satu pengalaman yang sangat berkesan karena menangani permasalahan di bidang keprotokolan, keimigrasian dan perlindungan WNI yang sebelumnya belum pernah saya tangani dan pelajari karena diharuskan untuk berurusan dengan hal-hal teknis dan kemanusiaan di lapangan sehingga solusi yang diberikan tidak hanya berdasarkan pada rasio dan analisa semata namun juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan yang tetap berada dalam jalur ketentuan yang berlaku sesuai dengan arahan dari Menteri Luar Negeri agar berpegang pada asas kepedulian dan keberpihakan dalam menjalankan tugas perlindungan.  Hal tersebut membuat saya harus banyak-banyak belajar dari berbagai sumber agar dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan di KJRI Melbourne.

 

“Penugasan di Melbourne juga membuat saya bersyukur karena ketika di tempatkan di bidang yang benar-benar baru dengan isu dan suasana pekerjaan yang jauh berbeda dengan tugas-tugas saya sebelumnya melengkapi pengalaman saya di Kementerian Luar Negeri yang menurut pimpinan saya harus dimiliki dalam menjalani karir di Kemlu, yaitu di bidang diplomasi multilateral, diplomasi bilateral dan yang terakhir adalah menjadi pamong yang baik untuk mengayomi, melindungi dan selalu siap untuk membantu warga Indonesia yang berada di luar negeri, “ kata Pak Wira menjelaskan panjang lebar kesannya akan tugas yang diembannya di Melbourne.

 

Mungkin etos kerjanya yang baiklah yang membuat karirnya berjalan dengan mulus dan ia sudah menangani banyak hal semenjak pertama kali diterima menjadi pegawai Kemlu setelah terkesan dengan pribadi Marty Natalegawa yang diwawancarainya dalam pekerjaannya sebelumnya, ketika ia menjadi seorang jurnalis junior di SCTV.

Ya, sebelum menjadi pegawai Kemlu, ia sempat menjadi jurnalis junior di SCTV. Kisahnya bermula ketika ia mengambil jurusan Ilmu Hukum program kekhususan Hukum Internasional di Universitas Padjajaran. Sekitar 6 bulan sebelum lulus, ia telah mengirimkan banyak lamaran ke berbagai firma hukum yang menangani kasus perdata internasional dan berbagai perusahaan lainnya. Karena ia belum lulus, hanya SCTV yang memanggilnya untuk tes awal. Ia pun diterima dan memutuskan bergabung untuk mencari pengalaman kerja sebagai jurnalis di Liputan 6 SCTV. Selama menjalani pekerjaan itu, ia ditempatkan di berbagai newsdesk yang berbeda, mulai dari desk kriminal, ekonomi, sampai meliput isu politik. Kinerjanya yang bagus ketika dilibatkan dalam pemberitaan bom Kuningan membuatnya segera dipindahkan ke desk ekonomi hanya setelah 1 bulan di desk kriminal (biasanya 6 bulan di desk kriminal).

Ketika sedang ditugaskan untuk mewawancarai juru bicara Kemlu, yang waktu itu dijabat oleh Marty Natalegawa itulah Pak Wira mulai penasaran dengan Kemlu. “Saya ketika itu langsung datang ke kantor Kemlu di jalan Pejambon dan di meja resepsionis menyampaikan ingin mewawancarai Jubir Kemlu serta sudah siap untuk mendapat penolakan wawancara.  Namun, tidak disangka, oleh Pak Marty saya hanya diminta untuk menunggu sekitar 10 menit di ruangan beliau di lantai 2 yang kemudian hari saya ketahui merupakan ruangan Dirjen Kerjasama ASEAN.  Profesionalitas beliau dan sikap tanggap terhadap media memberikan kesan mendalam terutama kepiawaian beliau dalam menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan membuat saya lebih ingin mencari tahu mengenai Kemlu,” ceritanya. Menyadari adanya keterkaitan antara latar belakang pendidikannya di bidang ilmu Hukum Internasional dengan keahlian yang dibutuhkan Kemlu, ia pun mengikuti seleksi penerimaan pegawai Kemlu, diterima, dan sudah menjalani berbagai penugasan.

Walaupun penugasan penempatan di Melbourne adalah untuk yang pertama kalinya, namun ia sudah menjalani berbagai penugasan lainnya di berbagai negara di belahan dunia. Antara lain, tugas belajar di Jepang, menempuh gelar Master Ilmu Hukum di Universitas Kyushu, Fukuoka, dengan thesis bertema hukum laut yang berjudul “Kegiatan Militer di Zona Ekonomi Eksklusif.” Ia juga pernah tugas belajar di Italia untuk kursus hukum perang selama 2 minggu di International Institute of Humanitarian Law, San Remo, magang sebagai Atase Diplomatik di KBRI Washington DC, dan menghadiri berbagai konferensi di Amerika Serikat, Cina, Kenya, Malaysia dan Singapura.

 

Pengalaman yang paling berkesan untuk Pak Wira sendiri adalah ketika ia diberikan kepercayaan untuk menjadi juru runding mewakili dan memimpin delegasi Pemerintah Indonesia pada saat melakukan negosiasi naskah Project Document UNDP sebagai pelaksanaan Sulu-Celebes Sea Sustainable Fisheries Management dalam salah satu pertemuan Sub Committee on Sustainable Fisheries of Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion.

 

Pertemuan tersebut adalah perundingan rencana kerjasama di wilayah Laut Sulu dan Sulawesi yang diikuti oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, dan didanai oleh badan PBB, UNDP. “Hal tersebut berkesan karena saya merupakan anggota delegasi yang paling muda tapi diminta untuk memimpin delegasi serta melakukan negosiasi langsung perumusan naskah dengan mitra dari Malaysia, Filipina dan UNDP. Tentu saja dalam mengemban tugas tersebut, saya berpegang pada pedoman dan arahan yang telah diberikan oleh pimpinan di Jakarta,” kenangnya.

 

Pekerjaannya saat bertugas di kantor pusat Kemlu di Jalan Kejambon, memang termasuk sebagai Kepala Seksi yang menangani isu perjanjian kelautan di Direktorat Perjanjian Internasional. Ini adalah pekerjaannya yang terakhir sebelum ditugaskan di Melbourne. Ketika itulah ia banyak mendapatkan pengalaman kerja yang terkait dengan proses pembuatan naskah perjanjian internasional dan kerjasama antara Indonesia dan negara lain di dalam pemanfaatan sumber daya laut Indonesia. “Tugas saya adalah memastikan suatu kerjasama yang terjalin memenuhi unsur-unsur mengakomodir kepentingan nasional, membawa manfaat bagi rakyat Indonesia, serta sesuai dengan tata ketentuan teknis naskah perjanjian internasional, baik dalam kerangka hukum internasional maupun hukum nasional,” katanya. Selain di bagian itu, ketika bertugas di Indonesia ia juga pernah berada sebagai staf di Juru Bicara Kemlu.

 

Selama bertugas, nasihat terbaik yang pernah didapatkannya dalam karir justru didapat dari atasannya di KJRI Melbourne, Konsul Jenderal Irmawan Emir Wisnandar. “Bapak Konsul Jenderal sendiri yang mengajarkan untuk bekerja sebaik-baiknya dalam mengemban amanat yang dipercayakan dan tidak mudah patah semangat ketika mengalami berbagai hambatan serta kesulitan karena ketika kita menghadapi pintu yang tertutup berarti telah ada pintu lain yang terbuka untuk menempuh jalan baik yang telah digariskan,” ceritanya. Pak Wira menjelaskan hikayat buah berry hitam yang dijelaskan oleh atasannya tersebut. Menurutnya, seperti buah berry hitam, kita harus pandai bersyukur atas segala kemampuan yang dimiliki dan sebisa mungkin berinovasi untuk mengembangkan kemampuan diri ke arah yang lebih baik lagi serta jangan membandingkan dengan orang lan. “Setiap manusia diberikan kelebihan dan kekurangan sendiri. Tidak berarti milik pihak lain membawa kebaikan bagi kita,” ujarnya.

 

Satu hal yang juga sangat disyukuri oleh Pak Wira adalah keberadaan istri dan anak-anaknya semasa penugasan di Melbourne. Untuk menjaga hubungan dengan keluarga, sebisa mungkin ia mengatur waktu untuk mempunyai kesempatan yang cukup untuk bersama keluarga, mulai dari main video game sampai menonton film bersama-sama. Selama ini, tidak ada kesulitan berarti yang harus dialami Pak Wira dalam memberi pengertian kepada keluarga terhadap kehidupan nomaden yang dijalaninya sebagai konsekuensi pekerjaannya. Suami dari Iko Tamliha ini mengaku beruntung memiliki istri yang selalu setia mendampingi dan bersabar dalam menghadapi berbagai hal baru yang sebelumnya tidak disangka-sangka. Sebagai pasangan suami istri, mereka selalu berusaha menikmati berbagai pengalaman baru yang diterima. Kehidupan nomaden dilihat Pak Wira hanyalah sebagai sesuatu yang patut disyukuri, karena itulah kesempatan yang dimiliki untuk dapat mengalami berbagai masa kehidupan dan pengalaman di belahan dunia yang berbeda, yang membuat kita merasa menjadi warga dunia dan memperkaya pengalaman.

 

“(Lewat) hal tersebut, diharapkan dapat memberikan sudut pandang bahwa manusia diciptakan berbeda-beda tapi seharusnya kita saling mengenal. Berbagai perbedaan itu justru merupakan sesuatu yang harus dihargai dan bukannya dipersengketakan. Tentu saja pesan-pesan ini disampaikan secara implisit, melalui komunikasi rutin dalam suasana yang rileks kekeluargaan. Untuk anak, karena dua anak saya masih kecil, jadi saat ini tidak mengalami kesulitan untuk memberikan pengertian. Walaupun saya sadari untuk ke depannya, ketika anak-anak sudah cukup besar, saya harus tetap memberikan pengertian yang mendalam, apalagi kalau anak-anak sudah mulai menginjak remaja,” ujar ayah dari Gibraltar Wirawan (6 tahun) dan Aldebaran Wirawan (3 tahun) ini.

  wira3 wira4