Teman Mama Anniversary Special Serial Talks Day 1 – Parental Burnout dan Melampaui Mindfulness

Tanggal 6 November lalu, Komunitas Teman Mama yang berbasis di Australia menggelar special serial talks bertajuk “Mama, You are Good Enough” dalam rangka merayakan satu tahun komunitas ini membersamai perjalanan motherhood para mama sejak digagas 2020 silam. Sesuai namanya, komunitas ini diniatkan sebagai “teman” dari mama untuk mama agar mengarungi fase menjadi ibu dengan bahagia. Anniversary serial talks terbagi dalam dua bagian yakni pada tanggal 6 dan 21 November yang dilaksanakan secara daring. 

Bagian 1 dari anniversary talk ini membawakan tema Mama: Happiness Beyond Mindfulness dan Kenali Parental Burnout dengan menghadirkan dua pemateri ahli di bidangnya. Tidak hanya materi, bagian pertama dari Special Serial Talk ini ditutup dengan mindfulness exercise yang dipandu langsung oleh Dianri Ridwan. 

Mengenali Parental Burnout

Mengenali parental burnout, menjadi tema sesi pertama yang dibawakan oleh Dianri Ridwan, seorang provisional psychologist Teman Mama. Berlangsung interaktif melalui polling berdasarkan keadaan langsung dari para ibu yang hadir, Dianri menilai bahwa stress dan burnout adalah dua hal yang berbeda. Lulusan Master Health Service Management ini menjelaskan jika stress sebagai ibu baru adalah sebuah hal yang normal. Namun, berbeda halnya dengan burnout. Caregiver’s burnout, lanjut Dianri, adalah keadaan dimana kondisi mental, fisik, dan emosional pengasuh (dalam hal ini seorang ibu) menipis karena keadaan stress yang berkepanjangan dan seolah tiada akhir. 

“Saya percaya bahwa tidak sepenuhnya tugas seorang ibu untuk mencari cara agar tidak kelelahan, agar tidak burnout. Sudah saatnya kita melakukan perubahan untuk mendukung ibu, bayi, dan keluarga secara lebih komprehensif seperti di Komunitas Teman Mama,” ujar Mama Dianri, sapaan akrabnya.

Lebih lanjut, Dianri menegaskan bahwa gejala-gejala kelelahan ini bisa berbeda dari ibu ke ibu dan bisa dimulai dari yang kecil dan tumbuh dengan kecepatan yang bervariasi bergantung pada situasi kehidupan dari para ibu. Namun, Dianri percaya bahwa perasaan stress secara fisik dan emosional merupakan pemicu terbesar dari tanda kelelahan yang paling umum. Dianri mengelaborasi beberapa gejalanya seperti menarik diri dari orang lain, mengalami masalah tidur, adanya perubahan nafsu makan, dan lain sebagainya. 

Dianri menggarisbawahi akan pentingnya mengobservasi gejala dan mengambil tindakan selagi bisa. “Penting untuk dicatat, kadang apa yang kita rasa atau tampak seperti sekadar kelelahan pengasuh bisa menjadi masalah yang lebih serius seperti depresi atau kecemasan. Di lain waktu, kelelahan yang tidak bisa hilang bisa menjadi depresi klinis atau gangguan kecemasan,” tegasnya. 

Tidak berhenti di situ, Dianri menjelaskan tentang bagaimana menyadari bahwa parental burnout lebih dari sekadar kelelahan saja yaitu pertama dengan menilik frekuensi atau seberapa sering burnout itu terjadi, kedua seberapa keras dampaknya seperti self-harm atau suicidal, serta observasi perasaan di dua minggu terakhir.

Menjawab masalah parental burnout ini, di akhir sesi, Dianri memberikan empat strategi dalam menghadapinya, yaitu: 

Meminta bantuan dan dukungan keluarga, pasangan, atau teman

Perlunya bicara dengan seseorang yang dipercaya (terapis, teman, keluarga, dan lain-lain)

Istirahat

Mengambil tindakan jika gejala bertahan lebih dari dua minggu, dan jika istirahat tidak mengurangi gejala tersebut, saatnya mencari bantuan professional

Happiness Beyond Mindfulness

Mengubah sedikit tema paparan yang diusulkan oleh panitia menjadi Mama: Happiness Beyond Mindfulness, Karina Hakman, seorang praktisi Homeschooling dan Marriage menyadari jika konsep mindfulness sebenarnya telah ada sejak lama di dalam Islam, hanya saja mindfulness yang ada sekarang masih belum lengkap karena tidak menggunakan konsep ketuhanan.

“Di dalam Islam sendiri kita diminta untuk berpikir. Makanya saya judulnya bukan lagi mindfulness, bukan lagi mindful mama, tapi beyond mindfulness. Karena Islam justru jauh membawa kita melampaui konsep mindfulness itu sendiri,” ungkap ibu dari 3 anak ini menjelaskan alasannya.

“Ketika kita hanya mindful dengan sekeliling kita, kita ‘gak punya kekuatan apa-apa. ‘Gak ada yang bisa menolong kita. Tapi ketika kita membawa tingkat mindfulness kita ke level Islam tadi, kita angkat itu kepada Allah SWT maka kita akan dapat kekuatan lebih,” paparnya lagi. 

Karina dalam paparannya, memberikan lima konsep yang perlu dipahami agar mendapatkan happiness beyond mindfulness. Salah satunya adalah bukan hanya menyadari keberjalanan waktu, menikmati setiap episode moment by moment, namun juga mengiringinya dengan penghayatan akan kebesaran dan kekuasaan Allah, melewati setiap episode dengan sabar dan syukur, raja’ (harap) dan khauf (takut).

Uniknya, ia meyakini bahwa dalam Islam, penting untuk “berkawan” dengan insecurity. Alih-alih membuang rasa insecure, Teh Karin, sapaan akrabnya menganjurkan agar mengelola rasa insecure untuk kemudian memunculkan rasa berharap.

“Pentingnya memiliki rasa khauf (takut) supaya insecurity itu tidak hilang sepenuhnya. Apa maksudnya hilang sepenuhnya? Kita merasa diri kita sudah sangat cukup, sehingga kita tidak lagi merasa kita harus memperbaiki diri. Jadi insecurity-nya itu ada di tengah. Dia adalah insecure yang tidak membuat dia putus asa. Dia adalah insecure yang membuat dia ingin berubah menjadi lebih baik,” terangnya. 

Untuk mencapai happiness beyond mindfulness, Karina merumuskan sebuah action plan: Perbaiki shalat; perbanyak dzikrullah; manajemen prioritas; bertahap, berperingkat, dan berkesinambungan; sinergis bersama support system; meningkatkan kualitas fisik dan ruhiyah; serta ikhlas dan tawakkal. 

Menyatukan benang merah antara tema special talk dan materi yang dibawakan, alumnus Master of Business Monash University Australia ini memahami jika merasa worthless sebagai seorang ibu adalah sebuah isu universal yang terjadi di berbagai belahan dunia. 

“… karena itu judulnya Mama, You are Good Enough. Ketika mama (menghadapi) pressure begitu banyak, dan merasa worthless. Kita harus mengingat bahwa tidak ada penciptaan yang sia-sia. Kita adalah ibu terbaik bagi anak kita, sebagaimana Allah Yang Maha Bijaksana telah menuliskannya. Maka tugas kita adalah melaksanakan amanah ini dengan segenap usaha ikhlas dan tawakkal penuh kepada-Nya,” tandasnya sebelum menutup paparan.

Teks dan foto: Mutia Putri