Supermentor ke-25 Melbourne: Yang Kamu Perlukan sebagai Generasi Abad Ke-21

Menyentuh tahun keenam sejak didirikan oleh Dr. Dino Patti Djalal pada tahun 2016 silam, Supermentor telah memasuki usia ke-25 sejak pertama kali diadakan di tahun 1995. Pada hari Senin, tanggal 24 Februari 2020 lalu, Melbourne menjadi salah satu kota yang beruntung karena terpilih sebagai tempat perhelatan program ini. Selain menghadirkan penggagas Supermentor sendiri, Dr. Dino Patti Djalal, acara tersebut turut menghadirkan Ridwan Kamil dan Cinta Laura Kiehl dalam penyelenggaraan ke-25 acara tersebut. 

Lantas, apa tujuan acara Supermentor? Supermentor pertama diinisiasi oleh Mantan Duta Besar Indonesia, Dr. Dino Patti Djalal, guna menekankan pentingnya seorang mentor bagi kesuksesan seorang individu. Program ini menghadirkan para tokoh-tokoh publik yang telah sukses dalam bidang masing-masing guna menyebarkan virus optimisme melalui transfer kiat-kiat sukses dari pembicara kepada para generasi muda.

Bertempat di RMIT Storey Hall, acara yang menyedot animo kurang lebih 500 orang ini melihat berbagai warga Indonesia dan Australia turut berpatisipasi dalam diskusi kunci kesuksesan dalam berbisnis dan berkarya.

Salah satu peserta, Anto, mahasiswa Public Health di Deakin University ini mengaku ingin melihat secara langsung Ridwan Kamil yang menginspirasinya, “Saya tahunya cuma dari media Indonesia, mungkin dengan live ada energi yang beda,” ungkapnya.

Selaku pembicara pertama, Dr. Dino menyampaikan nilai-nilai hidup dan menekankan bahwa setiap orang memiliki sesuatu yang spesial dalam dirinya, tanpa memandang latar belakang maupun kondisi ekonomi seseorang. Hal ini turut dibuktikan oleh dirinya sendiri. Berawal dari pekerjaan mencuci piring di kedutaan Indonesia untuk Amerika pada tahun 1980, Dr. Dino berhasil menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika 30 tahun kemudian dan menjadi Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ayah dari tiga orang putra dan putri ini juga menambahkan pentingnya ketekunan, kompetensi, karakter dan kemampuan untuk membangun koneksi dengan berbagai ras dan gender untuk menciptakan kesempatan-kesempatan dalam hidup. 

Sementara itu, menjadi satu-satunya mentor perempuan dalam Supermentor kali ini, Cinta Laura Kiehl, tampil cantik dengan setelan warna krem. Dalam sesinya, pemain sinetron Cinderella ini menceritakan masa mudanya yang kerap di-bully saat menjadi artis yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Usahanya untuk keluar dari label yang selama ini kerap melekat padanya pun membuahkan hasil bersamaan dengan sederet prestasi yang dicapai oleh dirinya. Salah satunya adalah ketika dirinya lulus dengan predikat cum laude di Columbia University. Gadis yang juga pernah terlibat dalam beberapa film Hollywood ini memiliki prinsip sendiri untuk selalu “(I have to)… finish what I started” yang patut ditiru. Tidak hanya itu, gadis berdarah Indonesia-Jerman ini juga membagikan rahasianya dalam mengatur waktu antara pekerjaan dan sekolah agar mampu berjalan beriringan. Hal ini turut menjadi pertimbangan yang menjadi alasan dipilihnya Cinta sebagai salah satu mentor Supermentor. Irfan selaku Project Director Supermentor memjelaskan alasan dari dipilihnya Cinta Laura sebagai mentor, “Jadi kita mau kasih contoh kalau kuliah di luar negeri tuh memang sulit, tapi ada solusinya.”

Sebagai mentor terakhir yang tampil, Ridwan Kamil beberapa kali mengundang gelak tawa dari penonton yang hadir dengan anekdot-anekdot yang beliau lontarkan kepada penonton. Sebagai seorang pemimpin daerah, Ridwan Kamil membawa hadirin melihat Indonesia dalam kacamata seorang gubernur dengan membawakan tajuk “Leadership and Lifeskill in the 21st Century”. Dalam pidatonya, Kang Emil menekankan pentingnya soft-skill dalam dunia yang semakin kompetitif. Dengan pengalamannya sebagai seorang arsitek, dirinya banyak menyumbang desain-desain untuk masjid maupun museum di dalam dan luar negeri. Selain prestasi dalam bidang desain, penonton turut kagum dengan beberapa terobosan yang beliau terapkan kepada kota Bandung dan segenap provinsi Jawa Barat. Sebelum menutup sesi dengan pantun, alumnus University of California ini berpesan untuk selalu berkarya kepada masyarakat. “Seperempat waktu untuk dirimu sendiri. Tiga perempat lagi untuk masyarakat,” pesannya.

Suasana “kekinian” lebih terasa lagi saat acara ditutup dengan selebrasi “Tiktok ubur-ubur” yang tengah viral. Tidak ketinggalan pula sesi foto yang telah ditunggu-tunggu oleh banyak hadirin yang tidak ingin melewatkan kesempatan langka berfoto bersama teladan mereka. Salah seorang relawan acara, Rahma, bahkan berharap acara semacam ini dapat terus disaksikan di masa mendatang. 

Teks dan foto: Mutia Putri