Pertunjukan SALT Eko Supriyanto di Melbourne Terinspirasi dari Dunia Bawah Laut Indonesia

Setelah sukses dengan Cry Jailolo dan Balabala beberapa waktu lalu, seniman tari kontemporer kebanggaan Indonesia, Eko Supriyanto kembali ke Melbourne untuk menampilkan karya terbarunya: SALT. SALT adalah penutup trilogi yang sudah dimulai oleh Cry Jailolo dan Balabala. Melalui SALT, Eko menerjemahkan sejarah agrikultur dan tanah Indonesia. Pertunjukan ini terinspirasi dari dunia bawah laut Indonesia berdasarkan pengalaman menyelam Eko sendiri di laut Maluku.

Tariannya menggabungkan tari Jatilan dari Magelang dan Cakalele dari Maluku. Gerakannya luwes seperti menari di dalam air. Kostum panggung berganti sebanyak tiga kali, dan masing-masing memberikan kesan dan memperkenalkan identitas budaya yang berbeda. Seperti judulnya, SALT, garam adalah bagian terpenting dalam pertunjukan ini. Sebagai simbol laut dan simbol Indonesia sebagai negara maritim, Eko dengan efektif menggunakan garam sebagai framing keseluruhan cerita dan konsep besar pertunjukan.

Dalam panggung yang tidak terlalu besar, Eko berhasil memukau ratusan penonton yang lebih dari setengahnya adalah orang lokal Australia. SALT ditampilkan perdana di Belgia tanggal 18 Oktober 2017. Di Melbourne sendiri SALT berlangsung selama 2 hari, tanggal 3-4 November 2017 di Sylvia Staehli Theatre, Dancehouse Carlton. Setelah Melbourne, Eko membawakan SALT di Salihara, Jakarta.

S.A.L.T
Choreography: Eko Supriyanto
Lighting Design & Sceneography: Jan Marteen
Composer: Dimawan Krisnowo Adji
Costume Design: Oscar Lawalata
Creative Presence: Arco Renz
Rehearsal Director/Stage Manager: Dionisius Wahyu Anggara Aji
Tour Manager/Sound Operator: Eko Wahyudi
Manager: Isa Natadiningrat
Producer: Keni Soeriaatmadja

Kata Mereka tentang SALT

Eko Supriyanto selama dua jam memukau ratusan pasang mata. Tak heran para penonton memiliki kesan tersendiri akan SALT! Berikut kata mereka!

James
“This is my first time watching Eko Supriyanto. I admire Eko’s visual capabilities. He is incredibly fit for the performance. He is performing alone but we can’t take our eyes off him. He is very professional. When he was walking in a straight line with a salt, that is very simple but very impressive!”

Reba Aryadi
“Performance ini menggabungkan tarian Jawa dan Maluku. Gerakannya banyak kesamaan dengan performance Eko sebelumnya, Jailolo dan Balabala, karena SALT adalah pelengkap trilogi. Eko menambahkan gerakan kontemporer untuk bridging dua tarian tersebut. misalnya bridging dari tari Jawa ke Maluku dibedakan dengan kostum. Kemudian disatukan dengan garam sebagai simbol tanahnya. Garam menjadi framing semuanya. Menurut saya penggunaan garam laut di performance ini cukup jenius, karena adalah simbol Indonesia sebagai negara maritim. Untuk koreografinya sendiri, kita bisa melihat signature dance Eko sebagai seorang solo performer. Kecuali bagian terakhir yakni tarian Maluku yang baru ia pelajari ketika berada di Maluku. Terasa sekali kombinasinya berbeda dengan gerakan signature dance-nya.”

Kyle, Ethan, Mia, Bingbing
“The show is great, we really like it! The touch of Javanese traditional dance behind the performance is amazing. I (Kyle) had watched his performance in Asia Topa earlier this year and this performance makes the trilogy completed. It’s so dark and sometimes we can’t really understand what he’s trying to say with the performance. But it’s still very beautiful.”

George dan Hannah
“It’s nostalgic. I really enjoy it. It’s nice to be able to recognize some of the traditional dance from Indonesia. But in the very different context. Having not been going back to Indonesia or being around for a very long time, it’s very comforting for me to see that. It makes me appreciate Indonesian culture even more and I also feel like I’m home. The second part of the show where he performed the Javanese choreography in the white dress really got into me. I also like a mystical symbol of salt that being represented. The gamelan sound that accompanied him is also very nostalgic.”

Teks: Mayseeta
Foto: Dok. Dancehouse & Willy Lukman