Konsul Jenderal Baru Spica Tutuhatunewa: Jadikan Konjen sebagai Rumah Warga Indonesia

Di awal tahun ini, negara bagian Victoria dan Tasmania mendapatkan Konsul General Baru, Ibu Spica A. Tatuhatunewa. Lahir dan besar di Ambon, Spica mengawali karir di Kementerian Luar Negeri sejak 1997. Sebelum bertugas di Melbourne, beliau adalah Direktur Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) untuk mendidik para calon diplomat di Jakarta, Sekertaris Pertama (Fungsi Politik) di Kedutaan Besar/Perwakilan Tetap RI di Wina, Austria dan Sekertaris Ketiga (Fungsi Informasi dan Diplomasi Publik) di Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat.

Diplomat muda penuh energi dan pekerja keras ini terkesan dengan masyarakat Indonesia di sini yang tidak hanya beragam dan pluralis, tapi juga kreatif dan progresif. Beliau tak sabar untuk berkerja sama dengan masyarakat Indonesia serta membuka konjen sebagai rumah bagi warga Indonesia, saat senang dan susah.

Selamat datang di Melbourne, Ibu. Bagaimana kesan Ibu setelah sebulan ini bertugas?

Terima kasih. Melbourne sejauh ini menyenangkan. Kotanya indah, suasananya menyenangkan dan banyak tempat-tempat menarik yang bisa dieksplorasi.

Masyarakatnya sangat welcoming. Kesan saya tentang masyarakat Indonesia di sini sangat bagus dan positif. Sangat majemuk dengan beragam kelompok dari mahasiswa, ibu rumahtangga, profesional dan kelompok etnis dan agama. Mereka mewakili Indonesia yang sangat diverse dan menunjukkan karakter yang positif sekali: pluralistik, kreatif, progresif. I am excited to work with them.

Prioritas kerja Ibu dan Konjen saat ini apa?

Ada tiga prioritas utama. Pertama, bidang ekonomi. Kami ingin meningkatkan kerjasama ekonomi antara kedua negara, terutama meningkatkan ekspor Indonesia ke Australia. Kedua, bidang penerangan sosial budaya dengan fokus pada sosialiasi tentang Indonesia yang majemuk, pluralistik dan maju dan secara ekonomi potensial di Australia. Saya ingin meyakinkan Australia bahwa orang Indonesia bisa berpartisipasi dalam memperkaya kehidupan multikultural di sini. Ketiga dan tak kalah penting tentunya perlindungan protokol dan konsuler. Kami ingin menjadikan Konjen sebagia rumah orang Indonesia di Victoria dan Tasmania. Saya berharap masyarakat Indonesia di sini akan selalu mencari konjen baik saat susah maupun senang dan berbagi dengan kami. Selama ini kan orang cenderung datang ke kami hanya saat sedang mengalami masalah saja, sekarang kami ingin hal itu berubah.

That’s very nice Bu. Kalau tentang kelompok masyarakat, apakah ada prioritas khusus yang menjadi perhatian Ibu?

Ada sekitar 16 ribu warga Indonesia yang tinggal di Victoria dan Tasmania dan mereka beragam sekali, mulai mahasiswa, migrants yang kemudian menjadi permanent residents. Untuk migrants ini kami ingin agar mereka tetap menjadi bagian dari Indonesia dan selalu menunjukkan identitas ke-Indonesiaannya. Untuk keturunan Indonesia yang misalnya sudah menjadi warga negara Australia, saya ingin mendorong mereka untuk menjadi active citizen dan berperan aktif dalam kehidupan politik dan pembangunan lokal. Kenapa enggak misalnya mereka menjadi pejabat pemerintahan.

Mengapa menjadi pejabat lokal penting Bu?

Menurut saya akan banyak keuntungannya kalau keturunan Indonesia terlibat dalam pemerintahan atau politik lokal. Sebagai decision makers untuk kebijakan lokal, mereka bisa memberi warna demokrasi, pluralitas, toleransi dan nilai-nilai kekeluargaan Indonesia dalam kebijakannya. Selain itu  jika ada peluang kerjasama dengan Indonesia, mereka tentunya akan lebih mengenal potensi dan peluang kerjasama yang berguna bagi kedua negara.

Sebagai perempuan dan masih sangat muda (mengingat kultur senioritas di Asia), Ibu sangat sukses dalam karir di bidang diplomasi. Hanya dalam waktu 20 tahun Ibu sudah menjadi Head of Mission. Kuncinya apa?

Saya sangat senang bekerja, itu bentuk komitmen, tanggung jawab dan integritas saya. Selain itu respek pada kolega baik senior maupun junior sangat penting bagi saya. Saya juga menjalani pekerjaan ini tanpa pamrih karena saya percaya bahwa reward, apapun bentuknya itu ada yang mengatur.

Apakah Ibu sewaktu kecil memang ingin jadi diplomat?

Tidak. Sebetulnya cita-cita saya dulu menjadi guru atau pendeta. Persamaannya dengan profesi saat ini adalah saya bertemu dengan banyak orang.

Apa yang paling berkesan bagi Ibu selama bekerja di Kementerian Luar Negeri?

Saya bersyukur dan merasa sangat beruntung selama di Kemlu. Saya selalu mendapatkan tempat penempatan dinas yang bagus (Washington, Wina dan sekarang Melbourne) yang memberikan kesempatan untuk belajar dan terlibat dalam pekerjaan dengan fokus yang berbeda-beda. Beruntung lagi, ketiga kota ini  pernah menjadi most liveable city pula!

Secara personal apa yang membuat Ibu paling bangga?

Saya sangat bersyukur dalam karir yang singkat saya bisa mencapai banyak sekali. Tapi ini juga dicapai dengan dengan kerja keras. The other perk is saya bisa menikmati banyak jalan-jalan sebagai bagian dari pekerjaan ini.

Pengalaman personal paling mengesankan selama jadi diplomat?

Mungkin saat penempatan pertama di Washington DC, Amerika Serikat. Saya sempat cuti berlibur keenam negara di Eropa. Pernah juga liburan melihat ciptaan Tuhan yang luar biasa indahnya di Grand Canyon dan Niagara Falls. Saat ini saya excited dan looking forward (untuk menikmati) pengalaman baru di Australia.

OK, berhubungan dengan Hari Kartini dan semangat emansipasi. Siapakah perempuan-perempuan yang menginspirasi Ibu?

Mungkin bisa dibilang ibu saya. Beliau perempuan karir juga.


Trivia Ibu Spica

Beach or Bush?

Beach, always and always

Facebook or Instagram?

I have Facebook

Kangaroo or Koala?

Koala. Sometimes I need to rest (like them)

Brunch or Dinner?

Brunch. It can be productively casual

Coffee or Cocktails?

Always love coffee

For relaxation, Walk or Yoga?

Walk. I need more

Boots or Aussie style Thongs?

Thongs! Life is a beach