Ketika Jin Bikin Gara-Gara

Jangan anggap enteng sama jin. Sekadar menggunakannya sebagai perumpamaan saja sudah bisa bikin seseorang kalang kabut. Contohnya pengamat Edy Mulyadi yang harus sibuk minta maaf ke sana kemari gegara menyebut wilayah yang ditetapkan sebagai IKN (Ibukota Nusantara) adalah “tempat jin buang anak.”

Padanan ungkapan “tempat jin buang anak” dalam bahasa Inggris (Australia) barangkali adalah “back of Burke”.

Jin memang cukup luar biasa, karena meski ada (sesuai dengan ajaran Islam) namun tidak terlihat.

Ketika pada 4 Oktober 1957 Uni Soviet, luas diberitakan telah berhasil meluncurkan satelit Sputnik ke garis edar bumi. Bukan saja musuh utama negara adikuasa itu, Amerika Serikat, yang masih terlibat dalam perang dingin waktu itu, yang gempar dan terbirit-birit; ada juga banyak Umat Islam, termasuk mereka yang waktu itu bermukim di Gang Bengkok Medan, kampung halaman penulis.

“Mana mungkin Uni Soviet yang bukan saja kafir tapi bahkan tidak percaya adanya Tuhan bisa meluncurkan satelit ke luar bumi?” begitu banyak di antara penduduk di Gang Bengkok yang menolak untuk mempercayai laporan tentang Sputnik itu.

Untung ada seorang ulama sekaligus Imam masjid Gang Bengkok yang dengan arif dan bijaksana menjelaskan kepada penduduk yang skeptis itu bahwa dalam Kitab Suci Umat Islam (Al Qur’an) ada ayat yang “menjanjikan” kepada manusia dan jin, secara netral dan bukan sebagai pemeluk sesuatu agama, dapat menembus bumi asalkan dibekali ilmu.

“Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu mampu menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak bisa menembusnya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan).” (QS 55:33).  (Tafsir dalam Al Qur’an Terjemah Indonesia karya TNI Angkatan Darat cetakan ke XX).

Begitu juga halnya ketika Yuri Gagarin menjadi manusia pertama (lagi-lagi dari Uni Soviet) yang berhasil “menembus” bumi dan masuk ke antariksa. Bagi umat Islam seharusnya tidak ada yang aneh, karena kebetulan pada waktu itu yang punya “kekuatan” ilmu pengetahuan untuk itu adalah Uni Soviet.

Rasionalisasi yang sama juga digunakan banyak alim ulama (Islam) ketika para astronot Amerika Neil Armstrong mendarat di bulan pada bulan Juli 1969, meski sampai sekarang pun masih saja banyak yang tidak yakin bahwa manusia pernah dan mampu mendarat di bulan.

Jelas dalam QS 55:33 itu janji dimaksud ditujukan kepada “sekalian jin dan manusia” secara umum, bukan kepada sesuatu golongan penganut agama tertentu. Dalam Al Qur’an memang banyak ayat-ayat yang ditujukan kepada seluruh insan, bukan hanya kepada umat Islam.

Juga dalam Al Qur’an ada Surah/Bab berjudul “Al Jinn (Jin)” – Surah/Bab ke-72.

Menurut yang empunya cerita, di Jakarta pun pernah banyak orang yang menyebut kawasan Depok sebagai “tempat jin buang anak”. Namun kini Depok sudah tidak bisa dipungkiri sebagai bagian integral dari DKI Jaya. Mungkin waktu itu, letak Depok dianggap agak terlalu jauh dari pusat Jakarta.

Di kota Melbourne (Australia) pun ada bagian-bagian yang meski tidak disebut sebagai “back of Burke” namun tetap diberi predikat “di luar atau pinggir” seperti Outer Eastern Suburb.

Di Indonesia sendiri pernah ada kalanya orang-orang menjajakan jin kepada mereka yang mampu, karena jin dianggap sebagai “peliharaan” yang berharga, sebab meski tidak dapat dilihat dengan mata kepala, namun tetap ada. Tidak jelas apakah jin-jin yang ditawarkan itu dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya.

Dalam tahun 2009, misalnya, ada iklan di sebuah media yang menawarkan jin:

“Jin Pendamping adalah makhluk ghaib dari golongan bangsa jin yang berperangai baik dan tidak liar, artinya jin jenis ini dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai pembantu, sahabat ataupun sebagai assisten, Jin jenis ini sangatlah patuh kepada majikannya dan dapat diperintah apa saja sesuai dengan keahlian/kesaktian jin itu sendiri, kenapa bisa begitu? Perlu anda ketahui Jin adalah mahluk yang memiliki banyak spesies dan golongan ( beragam jenis & bentuk ). Ada jin yang berbentuk aslinya seperti ular, burung, serangga, dan ada juga jin yang bentuk aslinya berupa energi yang bisa berbentuk apa saja sesuai keinginan jin itu sendiri, sesuai dengan tingkat kesaktian/kemampuan masing – masing.”

Tetapi kemudian “perdagangan” jin ini lenyap begitu saja.

Dalam kisah Seribu Satu Malam, ada cerita tentang jin yang cukup menyeramkan, namun akhirnya jin itu takluk juga dibuat akal manusia.

Konon seorang nelayan ketika melaut melihat ada botol yang tenggelam timbul di dalam air. Botol tersebut dipungutnya dan kemudian ia membuka tutup botol tersebut. Tiba-tiba muncullah jin yang besar sekali dari botol tersebut dan menyuruh nelayan tadi membawanya ke Sultan.

Setibanya di depan Sultan, jin tadi menuntut agar diangkat menjadi penguasa, dibangunkan istana untuknya dan macam-macam permintaan lainnya yang sama sekali tidak dapat dikabulkan oleh Sultan.

Jin itu mengancam akan memusnahkan segalanya di negeri itu kalau tuntutannya gagal dikabulkan. 

Segala itu, katanya, sebagai imbalan karena dirinya telah terkurung gegara perbuatan manusia laksana narapidana dalam botol itu selama ratusan tahun.

Sultan minta waktu dan menyuruh salah seorang petugas istana memanggil Abu Nawas untuk berunding dengan jin tersebut.

Ketika berhadapan dengan jin itu, Abu Nawas menuding jin itu telah berdusta, ketika mengaku pernah terkurung dalam botol selama ratusan tahun.

“Mana mungkin makhluk sebesar kamu bisa terkurung dalam botol sekecil itu,” kata Abu Nawas.

Mendengar tudingan itu, jin tadi bangkit murkanya dan menantang:

“Kamu mau aku buktikan bahwa aku pernah terkurung dalam botol itu selama ratusan tahun?” gertak sang jin.

“Iya,” jawab Abu Nawas, dan jin itu pun mengubah jasadnya menjadi asap yang kemudian mengepul dan masuk ke dalam botol.

Abu Nawas langsung menutup botol itu, dan jin tadi sampai sekarang rasanya masih terkurung dalam botol tadi.

Hikmah dari kisah ini adalah akal manusia memang lebih lihai dari temberang jin. 

Wallahu a’lam.

Penulis : Nuim Kaiyath

Foto: Screen Rant