Janji Janji Muluk

Sebentar lagi pilkada serentak di Tanah Air, dan kemudian puncaknya adalah pemilihan presiden tahun depan (2019).

Sebagaimana sudah lazim dan lumrah menjelang pemilihan, misalnya pileg (pemilihan legislatif), dan berbagai pemilihan lainnya (pil ini dan pil itu – asal jangan pil pahit) banyaklah janji-janji muluk yang diobral untuk membujuk rakyat pemilih agar memberikan suara mereka kepada partai ini atau partai itu.

Bujuk rayu memang sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan lagi dalam sebuah demokrasi.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Donald Trump menjanjikan kepada rakyat negara adigdaya itu bahwa ia akan membuat “America great again”. Dan Donald Trump pun akhirnya memang terpilih.

Bujuk rayu sebenarnya bukan hanya terjadi dalam politik/demokrasi. Bujuk rayu juga bisa terjadi dalam dunia usaha. Bukankah kita sudah mengenal sentilan “korban iklan?”

Sebenarnya masih segar dalam ingatan kita tentang dua orang taipan Australia – Christopher Skase di Queensland dan Alan Bond di Australia Barat – yang mampu membujuk orang agar membeli saham-saham perusahaan mereka yang kemudian mereka gelapkan. Ini adalah salah satu bentuk penggelapan (melalui penjualan saham), namun bukan satu-satunya. Masih banyak cara-cara (skema) lain yang diterapkan dengan licik dan lihai untuk memisahkan kita dari uang kita, tentunya lewat janji-janji muluk bahwa uang yang kita serahkan kepada mereka niscaya akan beranak pinak dan berlipat ganda nantinya ketika  kembali ke uncang kita. Tahu-tahu kita gigit jari, karena uang yang telah kita serahkan laksana garam masuk ke laut. Lenyap, ghaib tanpa terlihat lagi batang hidungnya.

Alhasil, sebagaimana suka diperingatkan dalam bahasa Inggris: “If something is too good to be true, then (usually) it is.” Artinya kalau sesuatu skema atau proyek  (misalnya yang suka terjadi di Indonesia di mana seorang “dukun” mengaku mampu  menggandakan uang kita tanpa banyak cincong) terkesan sangat fantastis seolah kita diberi lampu ajaib Aladdin, maka biasanya itu adalah isapan jempol belaka.

Hati-hatilah, jangan sampai uang anda mengucapkan”selamat tinggal  untuk selama-lamanya” kepada anda. Sayang ‘kan hasil jerih payah, banting tulang dan peras keringat bisa, lewat bujuk rayu yang licik dan lihai, durjana dan keji, jatuh ke saku atau rekening orang lain yang bermodal hanya lidah tak bertulang, mulut manis dan bujuk rayu, serta janji-janji muluk yang palsu seratus persen. Terkadang bujuk rayu ini dilakukan dengan  melibatkan orang-orang yang telah kita kenal yang kita anggap “kawan”.

Baru-baru ini masyarakat di Indonesia  dihebohkan oleh skema penggandaan uang oleh seseorang bernama Dimas Kanjeng yang diantara pengikutnya termasuk seorang cendikiawati yang mampu meraih gelar Ph.D. di Amerika dan seorang politikus.

Sebagaimana kemudian dilaporkan media di Indonesia, dukun yang mengaku mampu menggandakan uang ini akhirnya dihukum 18 tahun penjara.

Sebuah media di Indonesia melaporkan:

“Walaupun temuan polisi menyimpulkan ada dugaan penipuan penggandaan uang yang melibatkan pimpinan sebuah padepokan di Probolinggo, Jawa Timur, sebagian pengikutnya tetap meyakini pimpinannya tidak melanggar hukum.

Sementara, seorang sosiolog menganalisis praktik penipuan ini mampu melibatkan ribuan orang, termasuk seorang akademisi dan politikus, karena sebagian masyarakat masih bersikap irasional dan terperdaya kebudayaan ‘ingin cepat kaya’.

Kanjeng Dimas Taat Pribadi, yang berusia 46 tahun, pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng di Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, telah dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan dan penipuan.

Taat diduga terlibat pembunuhan dua orang bekas anak buahnya, yaitu Abdul Ghani dan Ismail Hidayah. Mereka dibunuh karena khawatir akan membocorkan dugaan praktik penipuan penggandaan uang, kata polisi.”

Semoga saja penulis tidak dibunuh atau diancam akan dipolisikan karena mengingatkan pembaca agar hati-hati dengan uang hasil jerih payah. Sebaiknya berpikir lebih dari dua kali kalau ada yang menawarkan proyek yang “too good to be true.”

Bagi yang Muslim tidak ada salahnya kalau melakukan “salat istikharah” sebelum mengambil keputusan. Salat Istikharah adalah salat sunnah yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal.

Tercantum dalam kitab-kitab suci agama-agama samawat Kristiani (Bibel) dan Islam (Al Qur’an) bahwa yang pertama melakukan  bujuk rayu jahat dan keji adalah Iblis yang membisikkan kepada  manusia-manusia pertama di Taman Firdaus (Garden of Eden) agar mengingkari perintah Tuhan, yaitu larangan memakan buah tertentu yang ada di surga.

Dalam Bibel kejadian ini tertulis dalam bentuk percakapan antara Iblis dan Hawa.

Iblis meyakinkan Hawa agar mengabaikan saja perintah Tuhan, karena “kedurhakaan” itu niscaya akan mendatangkan keuntungan baginya. Iblis meyakinkan Hawa:

“Sekali-kali kamu tidak akan mati, 5 tetapi Tuhan mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Tuhan, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” 6 Perempuan itu  (Hawa – penulis) melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya  (Adam – penulis)yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.”(Kejadian 3: 4-7).

Dalam Al Qur’an kejadian ini tertulis sebagai berikut:

“Maka syaitan membujuk keduanya (Adam dan Hawa (penulis) – (untuk memakan buah itu), dengan tipu daya, tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang Kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:”Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua. Adam berkata: “Ya Tuhan Kami, Kami telah berbuat aniaya terhadap diri Kami, karenanya jika Engkau tidak memberi pengampunan dan rahmat kepada kami tentulah kami tergolong orang-orang yang zalim” (al-A’raf: 22-23)

Begitulah dahsyatnya keampuhan bujuk rayu yang keji yang menjanjikan “semua bintang di langit” kepada korban-korbannya. Pada hal “bintang di langit” masih jauh dari jangkauan manusia.

Dalam bahasa Arab “Iblis” berasal dari kata “balasa” yang diantara arti-artinya adalah “ia yang menyebabkan penyesalan”. Kata orang tua-tua kita, sesal dahulu pendapatan, sesal kudian tak berguna.

Nah Iblis-Iblis yang menyamar sebagai manusia ini (seperti Christopher Skase dan Alan Bond), yang melakukan penipuan terhadap orang-orang awam yang rajin banting tulang dan peras keringat,  dengan jujur ini, seharusnya menyadari kedurjaan perbuatan mereka.

Memang barangkali seseorang yang tersulap atau terpukau hingga lenyap uangnya sebesar $2500 atau $3000 tidak akan bunuh diri, namun kesedihan yang menimpanya sama saja seperti orang tersebut telah kehilangan harga dirinya, karena telah begitu mudah terkecoh.

Alhasil waspadalah terhadap skema-skema atau proyek-proyek yang menjanjikan kekayaan dengan cara yang mudah.

Ingatlah bahwa ketika  pejuang yang akhirnya menyatukan Italia menjadi sebuah negara, Giuseppe Garibaldi (1807-1882), hendak menggalang dukungan rakyat ia tidak menjanjikan bintang-bintang di langit, melainkan, katanya:

“Aku tidak menawarkan upah atau rumah, atau bahan makanan: aku menawarkan hanya kelaparan, kehausan, perjalanan yang berat, pertempuran dan kematian. Biarlah mereka yang menyintai negaranya dengan sepenuh hatinya, dan bukan hanya manis di mulut, ikut dengan aku.”

Di Amerika penipu-penipu yang menjanjikan yang fantastis-fantastis disebut “penjual minyak ular”, yang berarti:

“A snake oil salesman is someone who knowingly sells fraudulent goods or who is a fraud, quack, or charlatan”

Artinya, seorang salesman yang menawarkan minyak ular pada hakikatnya secara sadar menjual barang-barang palsu atau seorang penipu, dukun palsu atau berlagak pintar”.

Wallahu a’lam#

 

Nuim Khaiyath

Writer