Jane Ahlstrand: Bahasa Indonesia Membuka Banyak Pintu

Perempuan yang sedang menempuh studi PhD di Queensland University ini kenalan dengan bahasa Indonesia sejak tahun 1993. Kemampuan berbahasa Indonesianya bahkan sudah membuahkan prestasi.

Kenapa tertarik belajar bahasa Indonesia?
Mungkin alasan yang paling kuat bagi saya adalah persahabatan. Saya yakin kalau saya tidak bisa berbahasa Indonesia, saya tidak bisa ‘nyambung’ dengan teman-teman saya dari Indonesia pada tingkat yang lebih dalam. Walaupun teman-teman saya rata-rata sudah lancar berbahasa Inggris tapi kalau kami ngomong dalam bahasa Indonesia, kok beda ya, rasanya. Apa lagi kalau soal percintaan.

Ceritakan awal mulanya belajar Bahasa Indonesia?
Saya mulai belajar di kelas 6 SD. Waktu itu, kami sekelas sama sekali tidak serius dan hanya bermain-main saja. Pokoknya, kalau guru bahasa Indonesia sudah datang, berarti waktu untuk menjadi murid bandel. Hehehe…

Apa kesulitan terbesar yang dirasakan saat belajar bahasa Indonesia?
Karena pada awalnya saya hanya dapat ilmu dari buku pelajaran doang dan hanya belajar bahasa baku, saya mengalami kesulitan untuk ‘nangkap’ apa yang dikatakan oleh orang Indonesia dalam kehidupan nyata. Waktu kuliah S1 teman-teman pertama saya asli Jakarta dan suka pakai bahasa prokem. Saya menerima banyak koreksi dari mereka supaya bahasa saya tidak kaku. Dalam setahun saya mulai terbiasa mendengar logat mereka dan kata-kata gaul.

Apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia?
Ada banyak cara, sebenarnya. Dulu anak-anak menjadi guru yang sangat baik bagi saya karena mereka sangat polos dan menggunakan bahasa yang tidak terlalu rumit. Karena anak-anak juga sangat aktif, saya juga dapat belajar banyak kata kerja yang terkait dengan permainan. Satu lagi, waktu belajar olahtubuh seperti tarian, saya bisa belajar banyak kata praktis yang langsung digunakan dalam konteks yang nyata. Itu sangat efektif untuk orang seperti saya yang kecenderungan belajar secara kinesthetic dengan menggunakan tubuh.

Keuntungan yang dirasakan karena bisa berbahasa Indonesia?
Saya sudah menang lomba pidato berbahasa Indonesia, NAILA (National Australia Indonesia Language Awards) tahun 2015 dan 2017 serta dipilih sebagai wakil presiden Balai Bahasa dan Budaya Queensland. Akan tetapi, saya merasa jauh lebih beruntung karena kemampuan berbahasa Indonesia membantu saya untuk mengenal banyak orang dari berbagai latar belakang di Indonesia. Dari anak-anak di desa, ibu-ibu di pasar kaki lima, sopir taksi, awak media, sampai duta besar. Kemampuan berbahasa Indonesia membuka banyak pintu.

Selain bahasa Indonesia, Jane suka juga dengan tari Bali. Kenapa tertarik belajar tari Bali?
Tari Bali sangat indah dan rumit. Dari kepala sampai ujung jari kaki, semuanya harus dihidupkan dan harus diletakkan dalam posisi yang benar supaya menjaga nilai estetika. Proses pemakaian kostum dan makeup butuh waktu lebih dari satu jam dan harus mengikuti banyak peraturan estetika. Saya mulai pada tahun 2011 saat saya menjadi peserta program beasiswa Darmasiswa di Institut Seni Indonesia di Denpasar. Proses penguasaan sangat lama. Sampai saat ini saya masih belajar. Saya sudah menguasai sekitar 15 tarian. Tarian favorit saya adalah tari Oleg Tamulilingan.

Harapannya terhadap hubungan Indonesia dan Australia?
Saya mengharapkan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilestarikan di Australia. Kita harus bekerja keras untuk meningkatkan minat dalam masyarakat. Saya akan berusaha sekuat tenaga. Semoga tidak sia-sia.

Teks: YL
Foto: Dok. Pribadi