FEATURE SPECIAL POP CULTURE : Our Favourite Pop Culture Items and What We can Learn from Them

 

Di edisi kali ini, tim editorial OZIP berbagi cerita tentang item pop culture favorit mereka. Apa yang mereka sukai? Dan kenapa bisa lebih suka item tersebut daripada berbagai item pop culture lainnya yang terserak? Yuk kita simak variasi selera yang begitu berbeda di tim OZIP! 

 

Korean Reality Show – Kesukaan Ineke Iswardojo, Fotografer OZIP

51088ea8da53f_1n2dheader

Pernah denger 1N2D? Apaan tuh? 1N2D alias 1 Night and 2 Days adalah program reality show yang berasal dari Korea Selatan.

 

Program televisi ini mengikuti selebriti Korea yang bepergian bersama ke daerah-daerah pariwisata di Korea, dari tempat-tempat yang beken sampai menjelajahi tempat-tempat yang terpencil.

 

Saya suka program televisi ini karena mereka bepergian a la orang pada umumnya. Gak ada mobil mewah, apalagi pesawat jet pribadi. Bahkan uang saku mereka pun terbatas. Makan dan tidur pun harus berebut melalui games atau misi yang diberikan.

 

Dari episode awal nonton 1N2D saya banyak banget tertawa dan rileks karena karakteristik dari variety show ini yang mengutamakan spontanitas dan games/misi-misi yang unik.

 

Episide yang paling mengharukan dan bikin mata berair adalah disaat member 1N2D mengajak para ekspat dari India, Thailand, Bangladesh, Afganistan, dll, yang bekerja di Korea Selatan untuk travelling bersama.

 

Berhubung keluarga ekspat (yang terdiri dari ayah, ibu, isteri dan anak-anak) tersebut masih tinggal di negara asal, dalam perbincangan, mereka mengutarakan rasa rindu yang sangat dalam untuk bertemu.

 

Pada malam terakhir travelling, anggota 1N2D dan ekspat dikumpulkan di satu ruangan untuk nonton surprise video yang berisi pesan dari keluarga masing-masing di kampung halaman.

 

Dan surprise tidak berhenti sampai situ saja, di kamar tidur tempat mereka menginap sudah menunggu orang-orang yang selama ini paling dirindukan.

 

Kebayang dong rasa haru yang timbul? Semua anggota 1N2D langsung terharu dan menangis (termasuk saya juga sebagai penonton haha) karena bisa ikut merasakan ‘their longing’ untuk melihat keluarga mereka.

 

1N2D bukan sekedar variety show tapi buat saya adalah show yang meaningful. Selain lucu banget dan jadi tahu tempat-tempat wisata di Korea juga show ini menunjukkan persahabatan dan rasa persaudaraan.

 

Semoga pembaca jadi tertarik untuk nonton 1N2D, ya!

 

Die Hard, Classic Action Movie – Kesukaan Ivan Ciputra Halim, Contributing Writer OZIP 

A-good-day-to-die-hard-bruce-willis-wallpaperDie Hard, sesuai dengan judul filmnya, film yang dibintangi oleh Bruce Wilis ini selalu menyuguhkan aksi serta adegan-adegan yang menantang dalam setiap edisinya. Saat itu aku masih SD dan kebetulan suatu ketika pada jam makan malam aku nonton TV, kebetulan saat itu sedang diputar film Die Hard edisi pertama.

Die Hard pertama (edisi 1988) mengisahkan John McClane (Bruce Wilis) muda sedang berjuang mati-matian untuk menyelamatkan warga sipil yang disandera oleh gerombolan teroris dalam sebuah gedung. Berawal dari kisah heroik Bruce Wilis di edisi pertama inilah aku jadi penggemar film Die Hard. Die Hard sendiri memiliki 5 edisi, edisi pertama hingga ketiga di produksi tahun 1988-1995. Setelah hampir 12 tahun vakum, akhirnya Die Hard edisi keempat dan kelima tayang pada tahun 2007 dan 2013. Mungkin di dua edisi terakhir aktor utama Bruce Wilis sudah kelihatan tua tapi tetap saja makin tua makin keladi, adegan-adegan berbahayanya sangat menarik untuk ditonton oleh para pecinta Die Hard. Karakter John McClane (Bruce Wilis) yang bisa menyelipkan humor di saat menghadapi musuh-musuhnya memberikan keunikan dan kekhasan tersendiri pada film ini. Hal yang menarik adalah Bruce Wilis selalu berjuang habis-habisan untuk lolos dari ancaman maut musuh-musuhnya, menyelamatkan diri, lalu kemudian menyiapkan strategi jitu untuk menghabisi musuh-musuhnya itu.

Satu hal positif yang bisa dipelajari dari film Die Hard ini adalah jangan pernah menyerah pada situasi-situasi sulit/genting, setiap rintangan/masalah pasti ada solusinya. Jika Anda bisa menyiapkan strategi jitu, pasti masalah yang ada selalu dapat diatasi

Pingkan Palilingan, OZIP Journalis, is really into Fantasy Sagas

aslan_narniaCall me a geek, because I’m really into fantasy sagas. Berbicara tentang saga, yang pertama kali muncul di benak saya adalah Narnia. Ya, benar. Saga The Chronicles of Narnia bagi saya begitu memukau. Saya baca ketujuh novelnya serta semua buku yang mengupas buah pena C.S. Lewis ini. Filmnya pun tak ketinggalan saya lahap –dari serial TV yang ditayangkan oleh BBC awal tahun 90-an, hingga remake terbarunya oleh sutradara Andrew Adamson dan David Arnold. Setiapkali teman saya meminta opini mengenai film Narnia, yang saya katakan adalah, “Jangan tanya opini gue. Pasti bakalan bias.” Saya akui bahwa film ketiga (The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader) sangat jauh dari ekspektasi saya, apalagi karena buku ketiga Narnia adalah buku favorit saya. Namun, di luar semua itu, mau seburuk apapun, film itu tetaplah The Chronicles of Narnia yang saya kagumi. It seems that there’s no force on earth that could make me hate Narnia. Pengenalan saya akan Narnia layaknya Lucy Pevensie dengan rasa keingintahuannya akan dunia di balik lemari tua, yang menyimpan rahasia dunia lain. Saya akui ini kedengaran cheesy, namun saya merasa bahwa Narnia adalah sebuah pintu yang membawa saya kepada sisi kekanakan saya. Narnia mengingatkan saya untuk senantiasa memelihara hati seorang anak kecil di dalam diri saya, yang selalu optimis terhadap harapan dan cita-citanya.

3176173-1748009911-hp.jp_Tidak jauh sebelum dikenalkan kepada Narnia, saya juga telah ikut dalam euforia saga Harry Potter. Saya memang tak pantas disebut penggemar setia karena tidak membaca satupun novelnya, namun cukup bangga karena telah mengenal tokoh dan peristiwa yang bersangkutan dengan saga ini. Saya ingat pada waktu SMA, dimana teman-teman satu angkatan saya ikut serta dalam euforia ini. Kami mengelompokkan diri kami ke dalam ke-empat houses dari sekolah sihir Hogwarts (Gryffindor, Hufflepuff, Ravenclaw, dan Slytherin) berdasarkan sifat-sifat kami. Yang paling serunya, kami memodifikasi mantra-mantra sihir untuk ‘bertarung’ di dalam kelas selama pelajaran. Guru-guru hanya bisa terbelalak heran karena tidak memahami bahasa planet yang kami ucapkan.

Menurut saya C.S. Lewis dan J.K. Rowling adalah para jenius. Melalui sebatang sebuah pena dan secarik kertas, keduanya mampu memberi hidup bagi imajinasi mereka yang tidak terbatas. Nah, menurut pembaca, apakah saya dapat disebut sebagai seorang geek? Silakan panggil saya dengan sebutan apapun. Yang pasti saya akan merasa bangga disebut sebagai seorang Narnian atau Potterhead.

Patricia Dara, OZIP’s Assistant Editor, loves Western TV Shows

game-of-thrones-posterKalau harus menyebut dua favorit tv show, aku bakal bilang Game of Thrones dan Suits. Dua tv show ini tidak hanya seru dan menarik alur ceritanya, tapi juga memberikan makna buat hidup aku sendiri.

Game of Thrones adalah serial yang diadaptasi dari buku karya George R. R. Martin. Bagi kalian yang memang suka membaca, disarankan untuk membaca bukunya dulu sebelum menonton tv shownya. Kenapa? Karena bakal banyak banget adegan yang tidak terduga yang akan terjadi. Kalau kamu sudah membaca bukunya, kamu tidak akan cenderung panik dan shock ketika ada salah satu karakter yang kamu sukai dibunuh.

Serial ini membuat aku berpikir bahwa di setiap kejadian dan masalah yang terjadi, ada seribu satu cara untuk menyelesaikannya. Berpikir di luar kotak itu penting, ketika kamu harus mengambil suatu keputusan yang krusial di saat genting.

 

Walaupun terkadang suka sebel sendiri kalau nonton Game of Thrones. Kebanyakan dari karakter favorit aku dibunuh atau melakukan hal-hal yang bikin aku jadi ngga suka lagi sama mereka. Yang lebih nyebelin lagi adalah ketika satu episode itu udah abis, aku tau kalau aku sudah tidak sabar menunggu untuk episode berikutnya. Alur ceritanya terlalu seru dan menarik sampai walaupun kamu sebel sendiri, kamu tidak bisa berhenti untuk nonton film ini.

Walaupun Game of Thrones bergenre drama, tapi banyak dari penontonnya justru bukan wanita namun laki-laki. Tapi kalau kalian memutuskan untuk suits_181el3e-181el3gmenonton film ini, buat kalian yang biasanya takut dengan film thriller, tidak disarankan untuk menonton series ini karena banyak sekali adegan mengerikan dengan banyak darah dimana-mana.

 

Salah satu TV show favoritku yang lain adalah Suits. Suits adalah tv show drama legal yang menceritakan tentang dua pengacara di salah satu perusahaan legal di New York City. Awal-awal nonton Suits, aku jadi terinspirasi untuk mengambil pelajaran tentang hukum. Aku jadi lebih banyak belajar tentang terms  di legal action yang tadinya aku sama sekali tidak mengerti.

Dengan nonton Suits sendiri, aku jadi lebih terpacu untuk lebih rajin, untuk lebih mengenal dan belajar tentang hal-hal yang tidak hanya di pelajari di sekolah saja. Mungkin tidak harus seperti Harvey Spector (salah satu pemeran utama di Suits), tapi aku ingin menjadi sesukses dia. Namun terkadang jadi iri sendiri kalau melihat salah satu dari karakter itu mempunyai photographic memory karena hanya tinggal membaca sekali dan langsung terekam di otaknya.

 

Selain Game of Thrones dan Suits, aku juga suka nonton TV show lainnya seperti Orange is The New Black, Scandal, How I Met Your Mother, Modern Family dan Friends.

 Our Indonesian Contributing Editor, Melita Rahmalia, loves Comedy TV Shows  IT_CrowdKetika baru tiba di Australia, saya kebetulan nonton televisi show komedi lawas dari Inggris, Absolutely Fabulous di TV. Karena merasa sangat terhibur dengan humornya yang berlebihan dan karakter-karakternya yang kacau, lama-kelamaan akhirnya mulai mengoleksi DVD Absolutely Fabulous. Walaupun terlihat aneh untuk banyak teman-teman saya yang tidak merasa cocok dengan humornya, namun saya sendiri sangat enjoy melihat semua kekacauan karakter yang terjadi di sana.

Serial TV ini berkisar seputar kehidupan Edina Monsoon, PR agent dan Patsy Stone, editor majalah. Keduanya suka mengonsumsi alkohol, narkoba, dan suka bertingkah aneh-aneh, karena begitu inginnya terlihat cool dan ‘hip’, mempertahankan kemudaannya.  Selain itu, ada juga putri Edina, Saffron, dari pernikahan dengan mantan suaminya, yang harus sibuk mengurus ibunya yang tidak bisa becus mengurus dirinya. Edina harus bergantung pada Saffron setiap saat. Lucunya, karakter Saffron disini adalah walaupun ia yang termuda justru ia yang sikap dan pemikirannya paling dewasa.

Perkenalan dengan Absolutely Fabulous ini membuat saya jadi suka mencari tahu, ada serial tv komedi apa lagi yang bagus di luar sana. Saya pun mengetahui tentang The Big Bang Theory, Flight of the Concord, South Park, The Office, dan akhirnya, The IT Crowd.

The IT Crowd adalah ‘pop culture loves’ saya. Berkisah tentang pekerja IT (information technology) yang gambaran karakternya mengikuti stereotipe pekerja IT di masyarakat (jenius, geeky, socially awkward, pemalu, bekerja di lokasi yang tersembunyi dan terpisah dari pekerja lainnya di kantor) di Reynholm Industries. Ada Maurice Moss, Roy, dan Jen, manager department IT yang tidak tahu apa-apa tentang IT. Setiap episode, ada saja kekonyolan yang mengundang gelak tawa terjadi pada mereka dalam sitkom ini.

Salah satu episode yang paling sulit dilupakan adalah “The Dinner Party.” Ketika Moss menyadari bahwa ia dan Roy terlalu sering menghabiskan waktu bersama-sama bahkan ketika tidak bekerja, Moss pun panik sambil teriak “You’re my wife, Roy! You’re my wife!” yang dijawab oleh Roy, “If anything, I’m the husband!” Mereka lantas curhat ke Jen, yang mengusulkan untuk mereka bertemu atau berkenalan dengan orang baru.

Moss pun menghubungi orang yang memasang iklan untuk makan bersama. Ternyata, maksud orang tersebut dalam memasang iklan adalah mencari untuk orang yang bisa dimakan. Alih-alih panik, Moss malah dengan tenang mengatakan bahwa dia tidak mau dimakan, dan hanya menanggapi kanibalisme orang tersebut dengan sopan. Si orang tersebut bertanya, “So you don’t want to be eaten?” yang dijawab oleh Moss, “Oh no, thank you, it’s not for me.” Ketika bertemu lagi dengan Jen, Moss pun menceritakan kejadiannya, yang ditutupnya dengan komentarnya bahwa “meeting new people is a lot more complicated than I’d originally thought.”

Dulu, saya dan teman-teman saya yang sama-sama penggemar komedi, suka mengadakan sesi marathon nonton The IT Crowd satu season sekaligus di akhir pekan. Selain mengajarkan saya untuk never take myself seriously, menonton serial TV komedi juga mengingatkan saya bahwa setiap kejadian ada sisi lucunya dan untuk melihat dengan kacamata humor ke berbagai kejadian yang terjadi dalam hidup ini supaya tidak gampang stress atau panik.

 

Andreas Budiman, OZIP’s Journalist, can’t get enough of sports…

Manchester-United-Logo-Full-HD-WallpaperOlahraga, terutama sepak bola, dilihat melalui bagaimana hampir setiap aspek dari permainan yang terjadi di dalam lapangan telah mampu membentuk fanatisme dan menghibur jutaan penggemarnya di seluruh dunia, membuat nya, pada masa modern ini dapat dikategorikan sebagai sebuah pop culture. Salah satu dari jutaan penggemar itu adalah saya sendiri, dimana kefanatikan saya terhadap sepak bola mulai terbentuk semenjak Kakek saya pertama kali mengajak saya menonton pertandingan final piala dunia 1998 di Prancis. Pada waktu itu, 2 negara yang dipertemukan di dalam pertandingan final untuk menentukan siapakah yang berhak untuk mendapatkan gelar juara dunia adalah Prancis dan Brazil. Pertandingan itu adalah pertandingan sepak bola pertama yang saya tonton. Diri saya yang pada saat itu baru menginjak usia 4 tahun belumlah cukup mengerti apa yang terjadi di tengah lapangan, sebuah bola diperebutkan oleh 2 buah kelompok dengan baju khas nya masing-masing. Barulah pada tahun berikutnya, yaitu 1999, dimana saya dapat benar-benar merasakan keseruan dan keasyikan dari menonton sebuah pertandingan sepak bola.

 

Kakek saya adalah seorang fanatis dari Manchester United, sebuah club sepak bola yang berbasis di kota Manchester, Inggris. Posisi saya sebagai seorang cucu pertama dari Kakek saya membuat saya menjadi target dari kefanatikan Kakek saya terhadap Manchester United, dimana Kakek saya memiliki cita-cita untuk membuat saya menjadi seorang fanatis Manchester United. Salah satu bentuk dari usaha Kakek saya adalah dengan mengajak saya untuk menonton setiap pertandingan dari Manchester United. Saya yang pada saat itu berusia 5 tahun pada awalnya cukup engan dan seringkali tertidur ketika pertandingan baru berjalan tidak sampai selesai babak pertama, ditambah dengan waktu pertandingan yang untuk anak seusia saya pada waktu itu terhitung sangat larut malam. Tetapi akhirnya usaha dari Kakek saya membuahkan hasil, lama kelamaan saya mulai dapat menikmati jalanya pertandingan. Ditambah dengan makanan kecil yang Kakek saya selalu sediakan tiap kali kami menonton pertandingan, kacang atom sudah menjadi makanan kecil favorit saya semenjak kecil.

 

Puncak dari jatuh cinta saya kepada Manchester United tiba ketika pada akhir dari musim pertandingan 1998/1999 Manchester United meraih treble. Gelar treble adalah gelar yang diberikan untuk sebuah klub yang dapat memenangkan 3 kejuaraan  terbesar untuk klub tersebut dalam 1 musim pertandingan, dimana salah satunya adalah Champions League, yaitu sebuah kejuaraan untuk menentukan klub terbaik di Eropa. Adalah sebuah insting dasar manusia untuk mencintai sebuah hal yang mereka anggap adalah yang terbaik untuk mereka, alasan inilah yang menjadi awal hingga sampai saat ini saya terus menjadi seorang fanatis dari Manchester United. Menjadi seorang fanatis tidak hanya soal mendukung dan mendapatkan keasyikan dari menonton tim yang kita dukung, tetapi  kita juga dapat belajar banyak hal. Semangat pantang menyerah adalah salah satu hal yang dapat saya pelajari dari Manchester United. Manchester United, ketika mereka berhasil memenangkan Champions League pada tahun 1999, mereka sempat tertinggal 1 gol terlebih dahulu dari Bayern Muenchen, tetapi karena semangat pantang menyerah mereka, pada akhirnya mereka dapat membalas 2 gol pada menit perpanjangan waktu dan memenangkan gelar klub terbaik Eropa pada tahun itu.

OZIP’s Chief Designer, Daniel Lim, Enjoys Talent Show

PICTURE CONTACT HAYLEY CHAPMAN - 020 7633 2542Kalau saya harus memilih TV show favorit saya, X-Factor adalah pilihan saya. Alasannya simpel saja, karena saya suka musik. Saya suka menonton orang-orang menyanyi, dan melihat penyanyi menggunakan bakat mereka untuk mencapai potensial mereka yang tertinggi.  Melalui proses audisi penyanyi-penyanyi tersebut, live show, dan meniti jalan ke babak final sepertinya sangat menantang, namun juga merupakan perjalanan yang mengasyikkan untuk para kontestan. Mereka begitu banyak menaruh kerja keras dan dedikasi mereka, dan untuk melakukan yang terbaik dalam meraih mimpi mereka untuk dapat mencapai titik yang mereka inginkan.  Show ini memberikan kesan kepada saya bahwa untuk menjadi sukses, kita harus bekerja keras. Sukses tidak datang dengan instan. Kita harus memberikan banyak passion dan semangat untuk apa yang kita lakukan, tunjukkan dedikasi, dan memiliki sikap mental yang positif di saat-saat yang kritis dan bermasalah. Percayalah jika kita punya sikap mental yang positif, kepercayaan untuk bisa menang, maka kita akan terus maju pantang mundur ke depannya, dan akhirnya bisa meraih kesuksesan.
All Kinds of Music Keeps Dyota Maitri, OZIP Journalist, Sane. 

corinne_bailey_rae norahtop2

Bisa dibilang aku adalah seorang penikmat dan pecinta musik. Walaupun kemampuan bermain musik aku nggak banyak, tapi aku nggak bisa sehari aja tidak mendengarkan musik. Hampir semua aktivitas yang aku jalani setiap hari pasti ditemani musik, sampai mandi dan sebelum tidur pun juga aku pasang lagu. Aku setuju banget sama quote “music keeps you sane”, cause it really does apply to me. Contohnya aja aku itu orangnya kurang suka nunggu dalam waktu yang panjang, jadi kalau aku lagi dalam perjalanan, nunggu antrian, atau segala hal yang mengharuskan aku nunggu lama, jadi biasanya aku dengerin lagu aja untuk membunuh rasa bosan dan waktu pun jadi gak terasa. I’d have to admit that I am one of those people who can instantly create their own ‘bubble’ once they listen to the music, and I regard that ‘bubble’ as one of my comfort zones. Kalau aku harus sebut jenis musik apa yang aku suka, jujur aja aku sendiri juga kurang tahu. I’ve been listening to all kinds of music, not to mention the tacky ones (guilty pleasure) haha. Lagu lama sampai lagu baru, mau itu jazz, pop, r&b, blues, rock,atau classic, kalau menurutku enak pasti aku dengerin juga.

Mungkin aku juga lebih ke jenis pendengar musik yang ‘musiman’, ada beberapa waktu aku senang banget dengerin Joss Stone, Corine Bailey Rae atau Norah Jones, tapi seminggu kemudian aku bisa ganti full dengerin Arctic Monkeys, The Strokes, atau Phoenix. Tidak menutup kemungkinan juga aku suka dengerin musik indie, karena menurutku lagu-lagu mereka itu fresh dan unik di telinga. Jenis-jenis lagu seperti yang dibawakan oleh Fox+Sui atau Alt-J, adalah salah satu contoh musik yang cukup berbeda dari apa yang sering aku dengar di TV atau radio, tapi tentunya tetap enak untuk didengar. Menurutku,cukup susah untuk bisa mengelompokkan jenis musik apa yang kita suka. Musik sendiri adalah sesuatu yang luas dan menurutku sayang aja kalau kita hanya terpatok pada satu jenis, dimana masih banyak lagu-lagu dengan jenis berbeda yang bisa kita explore.

1Arctic-Monkeys-3-arctic-monkeys-10718195-1280-1024