Experts to Know: Gary D. Chapman

Dalam kolom Partnered Up edisi ini, kita akan belajar dari salah satu ahli hubungan pernikahan dari Amerika Serikat, Gary D. Chapman. Ia adalah penulis buku laris bertajuk The Five Love Languages.

Dalam buku yang telah terjual belasan juta kopi di seluruh dunia ini, ia mengajukan alasan kenapa api cinta dalam satu hubungan bisa padam adalah karena masing-masing pasangan tersebut tidak mampu berbicara bahasa cinta yang bisa dimengerti oleh pasangannya.

Untuk menyalakan api cinta tersebut, kedua belah pihak diharapkan bisa tahu apa bahasa cinta primer dirinya sendiri, dan bahasa cinta primer pasangannya. Setelah mengetahuinya, mulai lakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan bahasa cinta primer tersebut untuk mengomunikasikan perasaan Anda terhadap pasangan.

Sehingga, pasangan Anda pun bisa mengerti bahwa Anda mencintainya dan peduli dengan kebahagiaan emosionalnya, karena Anda melakukan apa yang dianggap pasangan Anda sebagai “bahasa cinta”.

Lima Bahasa Cinta

5-love-languages

 

Lima bahasa cinta yang dimaksud oleh Chapman adalah mengungkapkan cinta dengan kata-kata positif yang penuh penghargaan (Words of Affirmation), memberikan hadiah (Receiving Gifts), memberikan sentuhan fisik seperti ciuman, pelukan, dan bersentuhan tangan (Physical Touch), melakukan suatu tindakan, memberikan bantuan, dan membereskan pekerjaan (Acts of Service), dan memberikan perhatian penuh tanpa dibagi dengan melakukan hal lainnya dan waktu khusus (Quality Time).

Biasanya, sepasang suami istri mempunyai bahasa cinta utama yang berbeda. Memang, lima hal tersebut bisa saja digunakan oleh setiap orang untuk mengungkapkan cinta. Namun, dengan mengetahui hal manakah yang akan membuat pasangan paling senang dan manakah yang lebih penting untuk pasangan untuk kepuasan emosionalnya, maka tindakan itu jika dilakukan akan sangat lebih efektif dalam membentuk keharmonisan sebuah hubungan.

Untuk mengetahui bahasa cinta utama Anda dan pasangan, silakan mengikuti kuisnya di www.5lovelanguages.com

Setelah mengikuti kuis, maka Anda mengetahui setiap skor/point Anda untuk setiap tindakan yang berkorelasi dengan masing-masing bahasa cinta. Skor tertinggi yang Anda raih untuk bahasa cinta tersebut, maka itulah bahasa cinta utama Anda. Jika pasangan melakukan ini, maka Anda merasa dicintai oleh pasangan dan akan memberikan Anda kepuasan emosional. Jika Anda meraih skor rendah untuk satu jenis bahasa cinta, maka jika seseorang melakukan hal tersebut terhadap Anda, maka bisa saja Anda merasa senang, namun, tidak menganggapnya sebagai ekspresi cinta dan Anda tidak begitu terpengaruh secara emosional dengan tindakan tersebut.

Setiap orang bisa saja memiliki beberapa bahasa cinta. Misalnya saja, Anda meraih skor 10 untuk Quality Time, dan 9 untuk Acts of Service. Maka kedua hal tersebut akan mempengaruhi Anda secara emosional hampir sama baiknya, dengan Quality Time sebagai bahasa cinta utama / primer Anda, dan Acts of Service sebagai bahasa cinta kedua Anda.

Jika ternyata Anda memiliki empat bahasa cinta yang mempunyai skor yang sama, bagaimana menentukan bahasa cinta utama Anda yang sebenarnya? Cobalah dengan menanyakan kepada diri Anda beberapa hal berikut ini:

–       Bagaimana Anda biasanya mengekspresikan cinta untuk orang-orang terkasih? Jika Anda sering memberikan mereka pujian, mengekspresikan terimakasih dengan kata-kata, maka mungkin bahasa cinta Anda yang utama adalah “Words of Affirmation.” Jika Anda senang memberikan hadiah kepada orang-orang terkasih dan secara teratur melakukan hal ini, maka mungkin Receiving Gifts adalah bahasa cinta Anda yang utama.

–       Lihat apa yang biasanya atau paling sering Anda keluhkan kepada pasangan. “Kayaknya kamu kalau nggak diminta, nggak akan membantu aku,” ini artinya sangat penting untuk Anda bahasa cinta Act of Service yang spontan dari pasangan. Keluhan-keluhan Anda adalah permintaan secara implisit.

–       Apa yang paling sering Anda minta dari pasangan Anda? Waktu bersama (Quality Time)? Atau sekadar pelukan (Physical Touch)? Permintaan yang Anda buat secara eksplisit adalah salah satu petunjuk paling jelas tentang bahasa cinta utama Anda.

Petuah Cinta dari Pernikahannya Sendiri

Dari pernikahannya sendiri, Chapman menemukan banyak pelajaran.

Ketika ia menikah, ia dan istrinya sedang berada dalam fase “jatuh cinta”. Mereka keduanya mempunyai agama dan keyakinan yang sama, sama-sama yakin bahwa Tuhan telah mempertemukan dan menyatukan mereka dalam satu ikatan pernikahan, dan sama-sama jatuh cinta dengan satu sama lain. Bukan berarti perbedaan dan konflik tidak akan muncul.

Ternyata di awal pernikahan mereka mengalami fase “jatuh cinta” yang banyak diklaim oleh riset sains hanya bertahan dalam waktu 2 tahun. Setelah fase tersebut berlalu, Chapman dan istrinya menyadari bahwa ternyata banyak hal dari mereka yang begitu berbeda, bahwa pasangannya bukan manusia sempurna yang selama ini ada di pikiran mereka, dan melihat begitu banyak hal yang baru mereka sadari tentang pasangan mereka. Sehingga terjadilah konflik setelah fase “jatuh cinta” lewat dan mereka kembali “menyentuh tanah”.

Dalam menghadapi ujian pernikahan selanjutnya, satu hal yang terus ia lakukan adalah meminta pertolongan kepada Tuhan agar bisa menjadi seorang suami yang terbaik di mata istrinya. Hal ini terus ia lakukan secara konsisten, bukan hanya sekali setahun.

Ia juga berusaha mempelajari bahasa cinta istrinya, dan melakukan hal setiap minggu yang sesuai dengan bahasa cinta utama istrinya. Ia juga berulangkali mengingatkan dirinya bahwa dibutuhkan komitmen jangka panjang atau seumur hidup untuk melakukan bagiannya dalam membentuk hubungan suami istri yang harmonis.

Lewat pernikahannya, ia belajar bahwa cinta adalah ketika melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Chapman juga percaya bahwa “kemandirian” dan “keintiman” adalah dua hal yang mutually exclusive, atau tidak bisa berada dalam satu ruang yang sama. Maka jika kita mempunyai hubungan yang intim dengan seseorang, tidak ada lagi kata “kemandirian.” Kini keputusan dan tindakan kita harus mempertimbangkan kepentingan orang lain tersebut. Suami istri harus saling membicarakan dan mendiskusikan segala sesuatunya sebelum melangkah, sehingga menjamin kebahagiaan, kepuasan, dan ketenangan (ridha) dari kedua belah pihak.

Itulah sebabnya, ia juga sangat merekomendasikan bagi pasangan yang akan menikah, untuk membicarakan segala sesuatunya (berbagai skenario tentang kehidupan pernikahan, misalnya: ingin punya anak berapa? Bagaimana pola pendidikan anak yang ingin kamu terapkan? Apa yang kamu harapkan dari pasangan jika skenario A, B, C ini terjadi dalam hidup? Dsb)  sebelum pernikahan.  Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik “surprise” atau “shock” dalam hubungan pernikahan.